Nasional

Ketua DPMCB Dorong Pemerintah untuk Berinvestasi Secara Serius dalam Penguatan Budaya

INDOPOSCO.ID – Ketua Dewan Penyantun Museum dan Cagar Budaya (DPMCB), Hashim S. Djojohadikusumo mengaku prihatin terhadap tantangan besar yang dihadapi budaya Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi, teknologi, dan media digital.

Hashim mengatakan bahwa selama lebih dari satu dekade, ia terus memikirkan keterkaitan erat antara budaya, identitas, dan masa depan bangsa. “Indonesia adalah persimpangan peradaban dunia sejak ribuan tahun lalu. Namun, yang kita perlukan adalah keseimbangan sehat agar budaya asli kita tetap hidup dan dicintai,” ujar Hashim dalam keterangan, Kamis (4/9/2025).

Ia mendorong pemerintah untuk berinvestasi secara serius dalam penguatan budaya nasional. Ia mengusulkan agar lembaga terkait, termasuk Danantara, mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung seniman dan kreator lokal, mulai dari animator, kartunis, dan konten kreator.

“Dukungan ini penting agar karya-karya kreatif Indonesia mampu bersaing dengan industri budaya global, sekaligus menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap warisan bangsanya sendiri,” katanya.

Professor Contemporary History and Dean of Leiden-Delft-Erasmus Universities, Prof Wim van den Doel mengatakan, bahwa Indonesia memiliki warisan budaya yang kaya di mata dunia. Ia mencontohkan bagaimana proses kembalinya patung Singosari ke Indonesia setelah disimpan di Leiden selama masa kolonial sepanjang hampir 200 tahun sejak 1978 dan kembali ke Indonesia pada 2023 lalu.

Kembalinya Patung Singosari itu, masih ujar dia, menjadi gambaran bahwa warisan budaya bisa menjadi tempat lintas antar negara serta antar budaya. Lebih lanjut, Wim mengatakan, bahwa Indonesia menjadi superpower dalam hal keragaman budaya dengan banyaknya etnis hingga sejumlah tradisi.

“Indonesia sebagai negara adidaya yang kaya akan budaya ini memiliki banyak etnis serta tradisinya masing-masing dalam perlintasan budaya sehingga Indonesia menjadi tempat khusus di mata dunia,” jelasnya.

Ia menilai bahwa warisan budaya bukan hanya sebagai peti harta karun yang disimpan dan dijauhkan dari siapapun, tetapi layaknya taman yang dipelihara dan dijaga bersama untuk bisa terus tumbuh dan berkembang menyambut masa depan bersama agar makna dari hal tersebut tidak hilang begitu saja.

Sementara itu, He Lu, Associate Professor of School of Arts of Nanfang College Guangzhou menegaskan, pentingnya angklung sebagai warisan yang mampu menjadi jembatan persahabatan antarbangsa. Angklung, menurutnya, bukan hanya sekadar instrumen tradisional Jawa Barat, tetapi juga sebuah tradisi musik yang kaya, berkembang di Asia Tenggara, serta mengandung sejarah, kebijaksanaan lokal, dan nilai-nilai universal.

Berkat upaya pemerintah dan akademisi Indonesia, angklung kini telah mendunia. “Sebagai warisan budaya dan instrumen yang mudah dipelajari, angklung memiliki potensi besar untuk membuat seluruh dunia menjadi saling terhubung,” jelas He Lu.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Ubud Writers & Readers Festival, Janet DeNeefe, mengungkapkan kisah perjalanan panjang festival sastra terbesar di Asia Tenggara ini. Ia menuturkan bahwa Ubud Writers & Readers Festival lahir dari sebuah misi pemulihan pascatragedi bom Bali tahun 2002.

Pertama kali digelar pada 2004, festival ini hadir untuk menghidupkan kembali pariwisata dan perekonomian Bali melalui kekuatan budaya. Seiring perkembangan, festival ini tidak hanya menjadi ruang temu penulis dan pembaca di Ubud, tetapi juga meluas ke berbagai wilayah Indonesia. Inisiatif ini bertujuan memperkenalkan kekayaan literasi Nusantara di luar Bali dengan melibatkan penulis muda dan komunitas lokal. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button