Pimpin Ministerial Summit CHANDI 2025, Menbud: Budaya Harus Ditempatkan di Garis Depan

INDOPOSCO.ID – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan, bahwa budaya harus ditempatkan di garis depan. Pasalnya, budaya menjadi sarana untuk mengubah perbedaan menjadi kohesi sosial, mekanisme adaptif dalam menghadapi ancaman iklim.
“Budaya juga menjadi kompas dalam menggunakan teknologi dengan bijak, sekaligus jembatan untuk memperluas inklusivitas,” ujar Fadli Zon dalam keterangan, Kamis (4/9/2025).
“CHANDI 2025 menjadi kesempatan yang dapat membuka ruang diskusi untuk membahas isu-isu vital budaya secara kolektif,” tambahnya.
Ia menyebut empat urgensi utama dalam forum ini. Di antaranya; dampak ancaman iklim dan pelestarian warisan budaya. Satu dari 6 warisan budaya
dunia kini berada di bawah ancaman iklim.
Selanjutnya, transformasi digital dan pemanfaatan kecerdasan buatan yang bertanggung jawab dalam kebudayaan.
“Pandemi telah mengungkap betapa rentannya institusi budaya, dengan kunjungan museum menurun hingga 70 persen secara global dan pendapatan merosot hingga 60 persen,” bebernya.
Ia juga menyoroti percepatan teknologi yang menyebabkan kesenjangan digital. Tak hanya itu, terdapat pula perhatian serius terkait etika penggunaan kecerdasan buatan dalam bidang kebudayaan, termasuk isu transparansi,
perizinan, serta risiko tergerusnya keberagaman budaya.
“Budaya sebagai mesin penggerak ekonomi melalui Cultural and Creative Industries (CCIs) dan generasi muda. Industri ini diperkirakan bernilai sekitar 4,3 triliun dolar Amerika Serikat atau sekitar 6 persen dari perekonomian dunia,” terangnya.
“Juga mendukung lebih dari 30 juta lapangan kerja, serta menjadi motor bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sekaligus ruang bagi kreativitas generasi muda,” imbuhnya.
Kemudian, perlindungan budaya dalam situasi konflik. Berbagai objek budaya menghadapi risiko perusakan, penjarahan, hingga perdagangan ilegal. Sementara lemahnya kerangka hukum dan kerja sama lintas batas membuat perlindungan atas objek budaya masih jauh dari harapan.
“Kita harus kembali menegaskan peran vital budaya dalam membangun masa depan yang berkelanjutan, memperkuat kerja sama dalam pelestarian warisan budaya, meningkatkan diplomasi budaya untuk perdamaian, dan memastikan transformasi digital dibarengi dengan inovasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan,” tegasnya.
Para ketua delegasi negara yang hadir membahas inisiasi diplomasi budaya yang dapat diterapkan untuk mencegah konflik, terutama menggunakan budaya sebagai instrumen perdamaian. Dengan menempatkan perhatian yang sama terkait ancaman iklim dan konflik terhadap keberlangsungan warisan budaya.
“Budaya merupakan sebuah kohesi sosial, sumber ketangguhan, dan keberlanjutan. Kondisi krisis ataupun konflik harus dipetakan bersama,” ujar Menteri Dalam Negeri dan Warisan Budaya Zimbabwe, Kazembe Raymond Kazembe.
Sebagai negara yang banyak terdampak konflik, Menteri Kebudayaan Palestina, Imadeddin A.S. Hamdan Fawzyah, menegaskan, dampak perang yang menghancurkan sejarah, memori kolektif, dan melukai identitas nasional sebuah bangsa.
“Di Gaza, ratusan seniman kehilangan nyawa dan bangunan bersejarah mengalami kerusakan, meskipun demikian Palestina terus meluncurkan program pelestarian budaya termasuk pengembangan industri budaya yang menyuarakan kemanusiaan,” jelasnya.
Sebelumnya, Menbud memimpin jalannya sidang pertemuan tingkat menteri atau Ministerial Summit CHANDI 2025. Sidang tersebut mengusung tema “Culture Beyond 2030: Safeguarding Heritage, Building Peace, and Advancing Cultural and Creative Industries in a Digital Future”.
Dalam sidang tersebut dibahas peran budaya yang berkelanjutan dalam pembangunan global serta mengakomodir rencana aksi yang akan dituangkan dalam Bali Cultural Initiative Declaration 2025.
Tema yang menyasar pada budaya yang berkelanjutan ini berangkat dari Mondiacult 2022, dimana negara-negara anggota menyerukan agar budaya diakui sebagai tujuan mandiri dalam agenda pembangunan pasca-2030. (nas)