Menteri Perumahan Bukan Komisioner BP Tapera

INDOPOSCO.ID-Maruarar Sirait lebih banyak tampil dalam posisi seakan sebagai Komisioner BP Tapera dibanding sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Penilaian ini disampaikan pengamat kebijakan publik Jerry Massie, Selasa 12 Agustus 2025. Direktur Eksekutif Political Public and Policy Studies (P3S) itu mencatat, dalam 10 bulan menjadi Menteri Perumahan program yang selalu dikedepankan oleh Menteri Perumahan hanyalah FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
FLPP adalah program subsidi pemerintah untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar dapat mengakses pemilikan rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dana FLPP berasal dari Pos APBN yang terdapat di dalam DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN), di Kementerian Keuangan.
Dana FLPP tersebut selanjutnya dikelola sebagai dana Tapera oleh BP Tapera berdasarkan ketentuan pasal 61 huruf f UU Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tapera. Artinya, dalam hal pengelolaan dan distribusi FLPP, Menteri Perumahan tidak memiliki keterkaitan langsung karena anggarannya tidak terdapat di dalam Pagu DIPA Kementerian Perumahan.
“Karena FLPP sepenuhnya dikendalikan oleh BP Tapera berdasarkan mandat UU,” jalas Jerry Massie
Berdasarkan ketentuan pasal 54 UU Nomor 4 Tahun 2016, posisi Menteri Perumahan di dalam BP Tapera hanya sebagai Ketua Komite merangkap anggota bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, OJK dan dari unsur profesional. Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 4 tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat. UU Tapera dibentuk untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta. Berdasarkan ketentuan pasal 7, peserta adalah setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum dan atau di bawah upah minimum.
Seluruh pelaksanaan terhadap pengelolaan dan penyaluran dana Tapera dijalankan oleh BP Tapera berdasarkan ketentuan UU. Sementara fungsi komite hanya menjalankan peran pembinaan. Pasal 56 dan 57 menyebutkan fungsi pembinaan yang dimaksud adalah sebatas merumuskan dan menetapkan kebijakan umum yang bersifat strategis dalam pengelolaan tabungan perumahan rakyat.
Pasal 58 menyebutkan Komite Tapera dalam fungsi pembinaan tersebut berwenang memberikan arahan, saran, nasihat, dan pertimbangan kepada BP Tapera. Berdasarkan ketentuan berbagai pasal dimaksud di atas, maka Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman bukanlah organ tunggal pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap BP Tapera. Fungsi komite hanya sebatas melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap pelaksanaan UU Tapera oleh BP Tapera sebagai bahan laporan kepada Presiden.
“Namun apa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini, Menteri PKP Maruarar Sirait tampak begitu menonjol dalam pengelolaan dan penyaluran dana Tapera,” ungkap Jerry.
Menteri Perumahan lebih terlihat mengambil peran sebagai Komisioner BP Tapera dibanding sebagai komite sesuai ketentuan UU. Hal itu tampak dalam berbagai kebijakan Menteri Perumahan yang melakukan segmentasi penyaluran dana Tapera dengan melakukan MoU dengan masyarakat berbasis profesi lalu membagi-bagi kunci rumah.
“Sesuatu yang bukan menjadi tugas pokok dan fungsi Maruarar Sirait sebagai Menteri Perumahan,” tandas Jerry.
Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat 4, penyaluran pembiayaan perumahan oleh BP Tapera ditetapkan setelah berkordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Sementara, di pasal 24 diatur dengan jelas bahwa pemanfaatan dana Tapera hanya diperuntukan bagi pembiayaan perumahan untuk peserta. Peserta yang dimaksud diatur dalam ketentuan pasal 27 yaitu peserta yang mempunyai masa kepesertaan paling singkat 12 bulan. Pasal 28 dengan spesifik mengatur skala prioritas peserta yang berhak mendapat pembiayaan perumahan yaitu lama kepesertaan.
“Dengan diaturnya mekanisme distribusi pembiayaan perumahan oleh BP Tapera langsung oleh UU, maka tidak dibenarkan adanya mekanisme MoU bagi masyarakat penerima pembiayaan perumahan di luar kepesertaan,” ungkapnya.
Mekanisme kepesertaan dengan skala prioritas lama kepesertaan mengandung makna adanya proses antrean untuk dapat menerima manfaat dana Tapera. Dan peserta yang dimaksud hanyalah bagi pekerja dan atau pekerja mandiri yang memiliki penghasilan setara upah minimum dan atau di bawahnya. Ketentuan pasal tentang sumber dana Tapera, termasuk pengelolaan dana serta mekanisme distribusi dana untuk pembiayaan perumahan tidak pernah berubah di dalam ketentuan UU.
“Dan tidak dapat diubah oleh ketentuan perundangan di bawahnya, terlebih hanya berdasarkan arahan Menteri Perumahan,” jelasnya.
Pelaksanaan terhadap tiap ketentuan di dalam UU Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat ini perlu menjadi perhatian seluruh pihak terutama Presiden dan DPR RI.
“Ingat, pengabaian terhadap ketentuan UU bisa berakibat pada delik pelanggaran UU oleh Presiden sebagai pelaksana dari UU,” jelasnya.
Untuk itu DPR RI perlu meminta BPK RI untuk melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan UU nomor 4 tahun 2016 Tentang Tapera karena BP Tapera mengelola Dana APBN yang sangat besar setiap tahun. Pasal 34 menyebutkan modal awal BP Tapera berasal dari APBN. Selanjutnya penjelasan pasal 61 huruf f menyebutkan bahwa Dana Tapera berasal dari APBN pos pembiayaan khusus untuk kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan seperti dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sebagaimana diketahui, dana FLPP dikucurkan melalui APBN setiap tahun. Untuk tahun 2025 dana FLPP ditetapkan sebesar Rp 35,2 Triliun untuk 350 ribu rumah subsidi yang disalurkan oleh BP Tapera yang berasal dari pagu Dipa Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) Kementerian Keuangan.
“Dengan keberadaan dana FLPP dalam Pagu Dipa Kementerian Keuangan, maka pengelolaan dana FLPP tidak boleh diambil alih oleh Menteri Perumahan,” ungkap Jerry Massie.
Pengelolaan dana FLPP sepenuhnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU nomor 4 tahun 2016, di mana posisi Menteri Perumahan hanya sebagai komite bersama kementerian lainnya. Menteri Perumahan memiliki tanggungjawab yang jauh lebih luas dan strategis dari hanya skedar program FLPP untuk memenuhi ketersediaan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berdasarkan pelaksanaan atas Pagu Dipa Kementerian Perumahan sendiri.
Pengelolaan dan distribusi dana Tapera bukanlah tanggungjawab dan atau prestasi Menteri Perumahan. Menteri Perumahan Maruarar Sirait tidak bisa berposisi seakan akan sebagai penentu kebijakan komisioner BP Tapera yang diberikan mandat langsung oleh UU. BP Tapera dan Kementerian Perumahan memiliki tanggungjawab masing-masing dalam pelaksanaan ketentuan UU.
“Jelas bahwa BP Tapera dibentuk berdasarkan ketentuan UU dan pasal 50 yang menegaskan bahwa BP Tapera tidak bisa dibubarkan kecuali dengan UU serta tidak bisa dipailitkan berdasar ketentuan UU Kepailtan,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan Kemandirian BP Tapera sebagai badan hukum publik permanen berdasar ketentuan UU, bahkan jauh lebih permanen dibandingkan kementerian perumahan yang hanya diatur berdasarkan ketentuan Perpres. (SRV)