Nasional

Pakar: Prajurit Harus Dididik Keras, tapi Kekerasan Bukan Bagian Pembinaan

INDOPOSCO.ID – Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta mengatakan, tindakan kekerasan bukan menjadi bagian dalam pembinaan atau penanaman disiplin terhadap anggota baru dalam suatu institusi. Karenanya kekerasan fisik maupun non fisik tidak bisa dibenarkan.

Hal tersebut seraya menanggapi kasus pengeroyokan Prada Lucky Cepril Saputra Namo hingga meninggal dunia diduga dianiaya seniornya di asrama Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM), Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Saya kira dalam konteks TNI pelatihan memang harus keras, prajurit memang harus dididik dengan keras, tapi perilaku kekerasan bukan dalam konteks pendidikan,” kata Stanilaus kepada INDPOSCO melalui gawai, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Meski pembinaan anggota TNI bertujuan membentuk prajurit profesional, disiplin, dan memiliki kemampuan serta keterampilan optimal dalam mendukung tugas pokoknya. Namun, kekerasan tidak sejalan dengan tujuan awal pembentukan dan pelatihan prajurit.

“(Kekerasan) menimbulkan korban jiwa, itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembinaan TNI, dan kekerasan yang menimbulkan korban jiwa bukan hal yang biasa,” ujar Stanilaus.

Di sisi lain, para pimpinan TNI harus memberikan perhatian serius terhadap kasus kematian Prada Lucky. Termasuk perbaikan dalam sistem pembinaan di satuan-satuan baru di TNI agar tidak terjadi lagi.

“Supaya tidak terulang, pimpinan TNI perlu melihat kembali sistem pembinaan dari atasan/senior kepada bawahan/yunior. Lebih baik lagi jika TNI juga melibatkan pihak eksternal sesuai kepakaran yang diperlukan,” ucap Stanilaus.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyatakan, penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo hingga tewas terjadi saat masa pembinaan prajurit.

“Saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit,” ungkap Wahyu terpisah di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Sebanyak 20 anggota TNI dari Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Sementara motif kekerasan masih diselidiki.(dan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button