Nasional

BPJS Watch: Pengusaha Wajib Ganti Kerugian Buruh yang Alami Kecelakaan Kerja

INDOPOSCO.ID – Majikan atau perusahaan (pengusaha) wajib mengganti kerugian kepada buruh atau pekerja yang mengalami kecelakaan dalam pekerjaannya. Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui gawai, Selasa (14/1/2025).

Kewajiban tersebut, menurut dia, akan gugur karena keadaan memaksa atau perusahaan dapat membuktikan bahwasanya sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh kesalahan buruh sendiri.

Menurut dia, dengan hadirnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), maka biaya yang harus ditanggung pengusaha ketika pekerja mengalami kecelakaan kerja diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan (TK). Karena pekerja adalah peserta program JKK yang iurannya dibayar pengusaha.

Namun, lanjut dia, kepesertaan pekerja di BPJS Ketenagakerjaan yang didaftarkan pengusaha tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk memastikan tempat kerja aman dan layak kerja.

“Seluruh pekerja diberikan pengetahuan tentang Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) dan diperlengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD), ketika bekerja di tempat kerja yang memang beresiko atau tidak aman,” terangnya.

Ia mengatakan, kasus kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan, cenderung terjadi berulang dan ini menjadi ancaman bagi pekerja untuk tetap bekerja dengan produktif. Kecelakaan kerja yang berulang adalah bentuk ketiadaan niat perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pasca terjadinya kecelakaan kerja pertama.

“Seharusnya pengusaha terus memastikan tempat kerja aman dan layak kerja serta pekerja dilengkapi APD,” ungkapnya.

Ia menuturkan, ada pengusaha yang mempersepsikan membuat tempat kerja yang aman, mengedukasi pekerja tentang K3, dan memperlengkapi pekerja dengan APD pasti memerlukan biaya. Persepsi salah tersebut sebagai awalan terjadinya kecelakaan kerja berulang.

“Seharusnya persepsi yang dibangun adalah itu semua investasi, bukan biaya,” ucapnya.

Selama ini perusahaan yang tidak patuh memenuhi Pasal 1602w KUH Perdata, pekerjanya mengalami kecelakaan kerja di tempat kerja, tidak memiliki beban, dan cenderung hanya menyerahkan masalahnya kepada BPJS Ketenagakerjaan. Yakni pembiayaan kuratif dan nonkuratif (seperti Sementara Tidak Mampu Bekerja) kepada BPJS Ketenagakerjaan.

“Perusahaan hanya berdalih kami sudah membayar iuran JKK dan JKm (jaminan kematian),” ujarnya.

“Itu pemikiran salah dari perusahaan. Seharusnya perusahaan mempersepsikan kehadiran Program JKK sebagai pelengkap bukan pengganti kewajiban perusahaan memenuhi Pasal 1602w KUH Perdata,” imbuhnya.

Oleh karenanya, dikatakan dia, agar perusahaan juga memiliki tanggung jawab memenuhi amanat Pasal 1602w maka penting diatur mekanisme Urun Biaya bagi pembiayaan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di tempat kerja akibat kelalaian perusahaan.

“Urun biaya yang dimaksud adalah, bila kasus kecelakaan kerja yang pertama terjadi di tempat kerja, maka BPJS Ketenagakerjaan membayar full biaya kuratifnya. Bila terjadi kasus kedua maka perusahaan harus urun biaya kuratif misalnya sebesar 5 persen dari biaya kuratif yang timbul, bila terjadi kasus ketiga nilai urun biaya menjadi 7 persen, dan untuk kasus keempat sebesar 10 persen, dan kelima dan seterusnya sebesar 15 persen,” jelasnya.

Ia menegaskan, urun biaya tersebut penting untuk menyadarkan seluruh pengusaha untuk tetap wajib mengimplementasikan Pasal 1602w KUH Perdata. Dan yang lebih utamanya adalah pekerja sebagai subek yang harus dilindungi perusahaan dari kecelakaan kerja. Sehingga pekerja tetap bekerja dengan aman dan produktif.

Diketahui, pemberi kerja diberikan tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Hal ini termaktub pada Pasal 1602w BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) – KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) – Buku III Perikatan – Bab VIIA Perjanjian Kerja – Bagian 3 Kewajiban-kewajiban Majikan.

Pasal 1602w KUH Perdata tersebut mengamanatkan majikan atau pengusaha wajib mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, alat-alat dan perkakas yang dipakai untuk melakukan pekerjaan, dan pula wajib mengenal cara melakukan pekerjaan, mengadakan aturan-aturan serta memberi petunjuk-petunjuk sedemikian rupa. Sehingga buruh terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta bendanya sebagaimana dapat dituntut mengenai sifat pekerjaan. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button