Nasional

Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, BPJS Watch: Akan Kikis Generasi Sandwich

INDOPOSCO.ID – Data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pekerja pada Februari 2024 mencapai 142 juta orang. Dengan dana kelola BPJS Ketenagakerjaan pada 2025 mendatang mencapai Rp1.000 triliun.

Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada indopos.co.id, Rabu (16/10/2024).

Ia mengatakan, angka dana kelola BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia masih terbilang rendah. Apalagi bila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia.

“Jumlah warga negaranya berkisar 28 juta orang, tentu jumlah tenaga kerjanya lebih rendah. Tapi dana kelola BPJS Ketenagakerjaan sudah mencapai Rp3.000-4.000 triliun,” bebernya.

Dengan rendahnya dana kelola tersebut, menurut dia, sangat sulit untuk menjamin pekerja sejahtera saat pascapensiun. Dan juga sangat sulit menjamin kesejahteraan para pekerja saat masa produktif.

“Dengan impact dana kelola itu bisa membangun perekonomian, membuka lapangan kerja lebih banyak,” terangnya.

“Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian hingga Jaminan Kehilangan Pekerjaan itu sudah standar internasional,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya wajib dimiliki oleh pekerja formal. Tetapi pekerja informal juga wajib mendapat jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

“Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) itu wajib dimiliki oleh pekerja informal,” tegasnya.

Namun, dikatakan dia, pengawasan menjadi tantangan pada penerapan tersebut. Dan juga butuh edukasi dan sosialisasi masif dari BPJS Ketenagakerjaan.

“Memang untuk Jaminan Pensiun (JP) belum dibuka untuk pekerja informal,” ucapnya.

“Dan ini kami dorong, dalam peraturan pemerintah (PP) ada ruang untuk JP bagi pekerja informal,” imbuhnya.

Padahal, masih ujar dia, jumlah pekerja informal mencapai 84 juta atau 89 persen dari jumlah tenaga kerja di Indonesia. “Semestinya kesejahteraan harus melingkupi semua, pekerja formal dan informal,” ungkapnya.

“Padahal jaminan pensiun ini sangat bermanfaat saat pekerja meninggal. Dia meninggal JP kepada ahli waris (keluarga), dan itu melindungi dengan dana tunai yang cair setiap bulan,” imbuhnya.

Menurut dia, jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan memberikan kesejahteraan bagi pekerja saat masa produktif dan pada saat hari tua (Lansia). Jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan tersebut, menurut dia, di antaranya meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun, Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

“Data BPS, hanya 15 persen Lansia di Indonesia yang memiliki tabungan. Dan itu hanya pegawai negeri sipil (PNS),” ujarnya.

“Dan pekerja kita belum menerapkan konsumsi seimbang hari ini dan hari tua. Jadi belum ada saving, sehingga ada 77 persen Lansia kita bekerja di sektor informal,” imbuhnya.

Dan, lanjut Timboel, menurut BPS pekerjaan Lansia tersebut tidak baik dengan upah yang tidak sesuai. Lansia yang tidak memiliki keahlian, menurut Timboel, hanya bisa berharap kepada anak.

“Jadi anak (generasi sandwich) harus memenuhi kehidupan keluarganya dan juga kebutuhan orangtuanya,” kata Timboel.

“Dan ini menjadi cikal bakal kemiskinan, karena tabungan bagi lansia mereka memiliki daya beli. Saat belanja, ada produksi dan itu butuh tenaga kerja,” imbuhnya.

Ia berharap dengan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan bisa mengikis jumlah generasi sandwich. Sebab, pekerja di masa lansia memiliki tabungan akan tetap sejahtera dan anak-anak mereka juga sejahtera dengan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan tersebut. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button