Nasional

KPK Bisa Sita Barang Milik Tersangka, di Luar Itu Ada Mekanismenya

INDOPOSCO.ID – Hanya barang milik tersangka, atau barang yang digunakan oleh tersangka untuk melakukan tindak pidana korupsi atau barang hasil kejahatan korupsi yang dimiliki oleh tersangka, maka KPK dapat melakukan penyitaan di luar mekanisme KUHAP.

Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara Petrus Selestinus dalam keterangan, Selasa (11/6/2024).

Artinya, lanjut dia, penyitaan itu cukup dilakukan dengan izin dari Dewas KPK atau dapat dimintakan izin segera setelah penyitaan terjadi (pasal 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019).

“Dalam kasus sita HP dan tas tangan milik saksi Hasto, KPK justru melakukan sita tidak dari tangan Hasto tapi dari seorang staf Hasto itupun dengan cara menjebak,” ungkapnya.

“Ini adalah langkah polticking KPK, nuansa politiknya sangat kental, antara lain untuk mempermalukan seorang Hasto dengan segala aktivitas Hasto selama ini bahkan Hasto diduga kuat dijadikan sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan,” imbuhnya.

Ia menuturkan, kalau saja Hasto berdasarkan bukti permulaan yang cukup dinyatakan sebagai tersangka, kemudian lari bersama-sama Harun Masiku dan dinyatakan DPO. Maka sah-sah saja KPK menyita HP dan Tas tangan milik Hasto di luar mekanisme KUHAP dan menggunakan mekanisme Pasal 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019 Tentang KPK.

“Di sini KPK telah melakukan tindakan sewenang-wenang, mencampuradukan wewenang dan melampaui wewenang, karena apapun alasannya Hasto adalah Saksi, bukan Tersangka,” ungkapnya.

“Namun tindakan KPK menyita HP dan Tas tangan milik Hasto, seolah-olah Hasto adalah Tersangka, berimplikasi kepada tindakan Sita KPK menjadi tidak sah dan KPK harus segera kembalikan HP dan Tas tangan milik Hasto tanpa syarat,” imbuhnya.

Ia menambahkan, implikasi hukum lainnya adalah KPK bisa digugat Praperadilan dan Gugat PMH ke Pengadilan. Ini berdasarkan ketentuan pasal 66 UU No.19 Tahun 2019 Tentang KPK sejalan dengan KPK dilaporkan ke Dewas KPK sebagai pelanggaran Etik. Semata-mata karena KPK tidak cermat membaca ketentuan pasal 46 dan 47 UU No.19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 20 Tahun 2002 Tentang KPK. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button