Perguruan Tinggi Harus Penuhi Kebutuhan Dunia Kerja, Kembali: Jawab Masalah Ketenagakerjaan

INDOPOSCO.ID – Pasar kerja semakin kompetitif di era society 5.0 ini. Sebab, sumber daya manusia (SDM) melimpah menjelang bonus demografi 2045.
Untuk itu, diperlukan strategi khusus untuk mengatasi kekhawatiran kurangnya lapangan kerja, ketidakpastian persaingan kerja hingga persiapan memasuki usia penduduk tua.
“Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan. Karena konsekuensi setelah lulus perkuliahan adalah masuk ke dunia kerja,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi dalam keterangan, Kamis (7/12/2023).
Dia meminta perguruan tinggi untuk memastikan program pendidikannya, mencakup mata kuliah dan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja. “Termasuk juga agar selalu menghadirkan dosen berpengalaman dan praktisi industri sebagai pengajar tamu untuk memberikan wawasan praktis kepada mahasiswa dan alumni,” katanya.
Pergulatan Tinggi, menurut dia, harus bekerja sama dengan perusahaan dan organisasi di sekitar perguruan tinggi. Untuk menyediakan kesempatan magang dan pekerjaan bagi mahasiswa serta alumni.
Perguruan tinggi juga, lanjut Anwar, harus memberikan pelatihan keterampilan tambahan seperti soft skill komunikasi, kepemimpinan, dan kolaborasi tim kepada mahasiswa dan alumni.
“Selain itu, menyediakan forum atau acara jaringan alumni yang memungkinkan mahasiswa dan alumni terhubung satu sama lain. Sehingga dapat memberikan peluang kerja, mentorship, dan dukungan dalam membangun karir,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA setiap tahun tak tertampung perguruan tinggi dan masuk ke pasar kerja. Pola permintaan tenaga kerja di masa depan memiliki dua pola.
Di antaranya pekerjaan-pekerjaan akan bersentuhan dengan pemanfaatan teknologi (hardskill digital). Dan sisi softskill, kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreativitas, dan komunikasi sangat diperlukan.
“Namun demikian, keterampilan digital yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum, sehingga terjadi kesenjangan dari sisi suplly dan demand,” ucapnya. (nas)