Nasional

Pernyataan Kontroversial Sahroni Dipersoalkan, Pengamat: MKD Bisa Jadi Jalan Penyelesaian

INDOPOSCO.ID – Pernyataan kontroversial politisi NasDem sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ahmad Sahroni, yang menyebut orang-orang yang meminta DPR dibubarkan sebagai “orang tolol sedunia”, menuai reaksi keras dari publik.

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai ucapan tersebut akan berbuntut panjang karena dianggap menghina dan merendahkan martabat rakyat Indonesia.

“Masyarakat tidak bisa menerima pernyataan Ahmad Sahroni yang dinilai telah menginjak-injak harga diri rakyat,”
kata Ray kepada INDOPOSCO, Kamis (28/8/2025).

“Pernyataan ini bisa saja diadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk diproses,” imbuhnya.

Ray menjelaskan, dalam kode etik DPR disebutkan bahwa anggota DPR dilarang melakukan tindakan tidak pantas yang dapat merusak citra lembaga.

Bentuk tindakan tidak pantas itu termasuk caci maki, umpatan, maupun penghinaan terhadap orang lain sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan DPR No. 1/2015.

“Apalagi ucapan itu disampaikan di luar forum resmi DPR. Jadi sangat terbuka kemungkinan ucapan Ahmad Sahroni diadukan ke MKD,” ujar Ray.

Saat ini, Sahroni menjadi bulan-bulanan di media sosial.

Publik ramai-ramai mengkritik ucapannya dan mendorong agar ada laporan resmi ke MKD untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik tersebut.

Sebelumnya, Politisi Ahmad Sahroni menegaskan dirinya tidak pernah bermaksud merendahkan masyarakat yang belakangan menyerukan pembubaran DPR RI.

Ia mengeklaim, pernyataan “orang tolol sedunia” yang menuai kritik sesungguhnya bukan ditujukan kepada publik, melainkan pada cara berpikir pihak yang menilai DPR bisa begitu saja dibubarkan.

“Kan gue tidak menyampaikan bahwa masyarakat yang mengatakan bubarkan DPR itu tolol, kan enggak ada,” ujar

“Tapi untuk spesifik yang gue sampaikan bahwa bahasa tolol itu bukan pada obyek, yang misalnya ‘itu masyarakat yang mengatakan bubar DPR adalah tolol’. Enggak ada itu bahasa gue,” imbuh dia.

Menurut dia, ucapannya dipahami keliru sehingga kemudian digoreng seolah-olah ditujukan kepada masyarakat.

Sahroni menegaskan, yang disorotinya adalah logika berpikir yang menilai DPR bisa dibubarkan hanya karena isu gaji dan tunjangan anggota.

“Iya, masalah ngomong bubarin pada pokok yang memang sebelumnya adalah ada problem tentang masalah gaji dan tunjangan. Nah, kan itu perlu dijelasin bagaimana itu tunjangan, bagaimana itu tunjangan rumah. Kan perlu penjelasan yang detail dan teknis,” tutur Sahroni.

“Maka itu enggak make sense kalau pembubaran DPR, cuma gara-gara yang tidak dapat informasi lengkap tentang tunjangan-tunjangan itu,” tambahnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button