Nonaktif Anggota DPR Picu Polemik, Pengamat: Publik Jangan Dikelabui Istilah Politik

INDOPOSCO.ID – Pengamat politik Ray Rangkuti mendesak Partai NasDem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golongan Karya (Golkar) segera memberikan penjelasan terbuka terkait langkah penonaktifan sejumlah kadernya dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR).
Ia menilai istilah “non aktif” justru menimbulkan kebingungan publik karena tidak dikenal dalam aturan tata beracara DPR.
“Jika tidak jelas, maka akan terlihat seperti geliat politik yang berpotensi dipersoalkan nantinya. Cukup sudah zig-zag aturan. Cukup sudah bermain-main dengan rakyat,” jelas Ray kepada INDOPOSCO, Senin (1/9/2025).
Menurutnya, secara hukum, istilah non aktif tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Yang diatur hanya pemberhentian sementara, itupun harus diputuskan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
“Kalau memang yang dimaksud adalah pemberhentian sementara, itu jelas harus ada keputusan MKD,” ujarnya.
“Partai hanya melaksanakan administrasinya. Tapi dalam salinan surat penonaktifan itu, saya tidak melihat ada dasar putusan MKD,” imbuhnya.
Ray menegaskan, jika keputusan itu diambil sepihak oleh partai, maka seharusnya mekanisme yang ditempuh adalah Pergantian Antar Waktu (PAW).
Namun, PAW juga tidak bisa sembarangan, karena tetap harus sesuai dengan aturan UU MD3.
“Kalau hanya non aktif dari keanggotaan partai, itu tidak serta merta otomatis membuat keanggotaan mereka di DPR ikut non aktif. Artinya, meski non aktif di partai, mereka tetap sah aktif sebagai anggota DPR,” pungkasnya. (fer)