Mahfud MD Akui Kebebasan Pers Kini dalam Keprihatinan

INDOPOSCO.ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti kondisi kebebasan pers di Indonesia saat ini. Mahfud menyampaikan pandangan kritisnya mengenai peran media yang menurutnya tidak lagi sekuat dulu dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.
Menurut Mahfud, secara formal, kebebasan pers memang tetap dijamin oleh undang-undang.
“Secara formal itu bebas, undang-undang menyatakan bahwa pers itu tidak boleh dibredel, harus dibiarkan menyuarakan aspirasi masyarakat, memberikan informasi yang mendidik,” ujar Mahfud saat menjadi narasumber dalam podcast di kanal YouTube Dewan Pers yang ditayangkan pada Jumat (15/8/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa realitas di lapangan justru menunjukkan adanya keprihatinan. Mahfud menilai bahwa daya kritis dan peran pers dalam mendorong perubahan kini jauh menurun dibandingkan era sebelumnya.
“Harus saya katakan bahwa pers sekarang fungsi kontrol sosial dan daya pukulnya terhadap perubahan itu tidak seperti dulu,” katanya. Ia melihat ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini, salah satunya adalah pengaruh pihak eksternal dan ketergantungan finansial media.
Dalam penjelasannya, Mahfud mengungkapkan bahwa sebagian besar media massa kini terlalu banyak dipengaruhi oleh kepentingan pihak lain dan pada saat yang sama bergantung pada dukungan finansial dari pemerintah. Hal ini, menurutnya, membuat ruang gerak pers semakin terbatas.
“Sekarang saya melihat pers itu mungkin di samping terlalu banyak dipengaruhi oleh orang lain, (juga) terlalu banyak tergantung pada dukungan finansial dari pemerintah,” tutur Mahfud.
Kecenderungan tersebut, lanjut Mahfud, menjadi semakin kuat karena adanya tekanan terhadap pihak swasta yang semestinya bisa ikut menopang keberlangsungan media, misalnya melalui iklan. Mahfud menjelaskan bahwa dukungan dari sektor swasta semakin berkurang karena ada rasa takut untuk terlibat dalam mendukung media yang cenderung kritis.
“Sementara kita melihat terhadap pers-pers yang agak kritis itu, pemerintah itu lalu memonopoli dukungan karena dukungan-dukungan finansial dari swasta itu dibuat takut untuk ikut memberikan dukungan finansial kepada pers, misalnya periklanan dan sebagainya,” ucapnya.
Pada akhirnya, media yang berupaya menjaga independensinya tetap harus mencari jalan keluar agar bisa bertahan. Namun karena tekanan terhadap sumber-sumber iklan swasta cukup besar, pilihan yang tersedia seringkali kembali pada pemerintah. “(Dan) Akhirnya yang harus dimintai pertolongan untuk iklan dan lain-lain itu pemerintah (sendiri) pada akhirnya,” tambah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu.
Dengan refleksi tersebut, Mahfud MD menegaskan bahwa kondisi kebebasan pers Indonesia hari ini memang patut menjadi perhatian serius. Meski secara hukum pers dijamin kebebasannya, namun tantangan berupa intervensi, ketergantungan finansial, dan minimnya dukungan independen dari pihak swasta membuat media kehilangan sebagian daya kritisnya sebagai pilar demokrasi. (her)