Bongkar Jaringan Beras Oplosan, Jadi Momentum Perkuat Pengawasan Pangan

INDOPOSCO.ID – Keberhasilan Polri dalam membongkar jaringan beras oplosan harus menjadi momentum memperkuat pengawasan terhadap semua lini pangan. Termasuk distribusi jagung dan pakan ternak.
Pernyataan tersebut diungkapkan Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi di Jakarta, Sabtu (2/8/2025). Untuk itu, dikatakan dia, jika distribusi beras bisa dimanipulasi, maka jagung pun berpotensi mengalami hal yang sama bila pengawasannya lemah.
Di sinilah Polri mengambil peran krusial sebagai penjaga keadilan pangan. “Satgas pangan yang ada sekarang harus diperkuat. Bahkan ditingkatkan menjadi bagian dari sistem pengawasan pangan nasional,” ungkapnya.
Menurutnya, Polri tidak lagi hanya identik dengan penegakan hukum. Kini mereka terlibat aktif dalam mendukung pembangunan, termasuk pertanian. “Peran ini sangat penting untuk menjamin keberhasilan program swasembada jagung Indonesia,” katanya.
Menurut data Badan Pangan Nasional, kebutuhan jagung nasional terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri pakan ternak dan konsumsi rumah tangga. Pemerintah menargetkan swasembada jagung dapat tercapai secara penuh pada 2027.
“Peran Polri bisa mengatasi berbagai tantangan dalam sektor pertanian, seperti pengawasan distribusi pupuk bersubsidi, penanggulangan mafia pangan, hingga pengamanan lahan pertanian dari praktik-praktik ilegal,” bebernya.
“Kita tahu banyak lahan pertanian yang terancam alih fungsi atau dikuasai pihak-pihak tertentu. Polri hadir sebagai garda depan menjaga agar petani tetap memiliki akses atas tanah dan sarana produksi,” sambung Haidar.
Peran Polri dalam mendampingi petani, masih ujar dia, melalui program-program kemitraan. Salah satunya adalah kerja sama Polri dengan kementerian terkait untuk pendampingan petani jagung di wilayah sentra produksi. “Polri juga berkontribusi dalam edukasi petani melalui Bhabinkamtibmas yang bertugas di desa,” ucapnya.
Menurutnya, peran Polri juga penting dalam mengatasi kendala distribusi hasil panen. Di beberapa daerah, Polri terlibat aktif mengawal distribusi jagung agar tidak terhambat oleh spekulan atau tengkulak yang merugikan petani.
Ia menyebut sinergi antara Polri dan petani telah terbukti efektif dalam menciptakan stabilitas harga di tingkat produsen dan konsumen. Ketika distribusi lancar dan aman, maka harga jagung menjadi lebih terkendali. “Jagung bukan hanya soal pertanian, tapi juga menyangkut ekonomi, industri, bahkan politik pangan nasional,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya keberlanjutan dukungan dari institusi Polri, terutama dalam konteks pengawasan terhadap potensi penyalahgunaan anggaran bantuan pertanian. “Polri harus tetap menjadi pengawas yang netral dan profesional,” ucapnya.
Ia menambahkan, keberhasilan swasembada jagung juga bergantung pada stabilitas sosial dan keamanan wilayah pedesaan. Polri memiliki peran menciptakan lingkungan yang kondusif bagi aktivitas pertanian. “Petani butuh rasa aman. Mereka harus bisa bekerja tanpa takut konflik lahan, pencurian hasil panen, atau intimidasi,” ungkapnya.
“Kalau petani tenang, mereka bisa fokus bertani. Tidak takut pupuk disabotase, tidak khawatir panen diganggu tengkulak, dan distribusi tidak tersendat. Itu semua karena ada pendampingan dari Polri,” sambung Haidar.
Haidar juga berharap Polri dapat menjadi jembatan antara petani, pemerintah daerah, dan investor dalam pengembangan kawasan pertanian berbasis jagung. “Ini soal trust. Jika Polri hadir sebagai mediator yang netral dan berpihak kepada rakyat, maka iklim investasi pertanian akan tumbuh lebih sehat dan berkelanjutan,” tuturnya. (nas)