Nasional

Kasus Korupsi Tata Niaga Timah, KY Mulai Dalami Vonis Ringan Hendry Lie

INDOPOSCO.ID – Komisi Yudisial (KY) memastikan tengah menangani laporan masyarakat terkait putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) dalam perkara korupsi tata niaga timah yang melibatkan Hendry Lie.

Juru Bicara KY, Mukti Fajar, mengonfirmasi laporan tersebut sudah masuk dan kini dalam tahap penelusuran oleh tim investigasi.

“Laporan terkait putusan atas terdakwa Hendry Lie sedang dalam penanganan. Dari lima nama hakim yang dilaporkan, empat di antaranya telah kami mintai keterangan,” ujar Mukti kepada INDOPOSCO.ID, Sabtu (14/6/2026).

Sementara itu, satu pelapor lainnya masih dalam proses klarifikasi.

“Kami masih menunggu jawaban resmi klarifikasinya,” ujarnya.

KY menyatakan akan memproses laporan ini sesuai prosedur yang berlaku dan memastikan pengawasan terhadap etika hakim berjalan transparan dan akuntabel.

Seperti diketahui, Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat yang diketuai Tony Irfan menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada pemilik mayoritas saham PT Tinindo Inter Nusa, Hendry Lie.

Meskipun demikian, vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta pidana 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun yang digelar pada Kamis (12/6/2025).

“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” ujarnya saat membacakan amar putusan dikutip pada Jumat (13/6/2025).

Namun, baik Hendry maupun jaksa belum menyatakan sikap resmi dan memilih menggunakan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Hendry terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015–2022.

Kasus ini disebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp300,003 triliun.

Tak hanya pidana pokok, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp1,05 triliun, subsider delapan tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai Hendry tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Bahkan, perbuatannya turut menyebabkan kerusakan lingkungan secara masif, dan dirinya juga menikmati hasil tindak pidana tersebut.

Meski begitu, hakim mencatat satu hal yang meringankan, yakni Hendry Lie belum pernah dihukum.

Atas perbuatannya, Hendry dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sesuai dakwaan primer jaksa. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button