Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Setara Institute: Tak Relevan dan Problematik

INDOPOSCO.ID – Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi mengatakan, secara yuridis, berdasarkan undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, ada syarat umum dan syarat khusus untuk mendapatkan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
“Syarat umum diatur dalam Pasal 24 UU di antaranya WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; memiliki integritas moral dan keteladanan,” kata Hendardi dalam keterangan, Kamis (24/4/2025).
“Lalu juga berjasa terhadap bangsa dan negara; berkelakuan baik; setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana, minimal 5 tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” sambungnya.
Ia menegaskan, merujuk pada syarat umum tersebut, Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik. Kendati belum pernah diuji melalui proses peradilan.
“Belum lagi soal Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh keluarga dan elite inti di sekitarnya. Akumulasi persoalan itu yang secara objektif menjadi penyebab utama Soeharto dilengserkan oleh Gerakan Reformasi 1998. Pendek kata, Soeharto tidak memenuhi syarat umum berkelakuan baik,” terangnya.
Ia menyebut, tidak adanya klarifikasi politik yang memadai dan ketidakmungkinan putusan pengadilan mengenai kejahatan yang dilakukan oleh dan terjadi pada pemerintahan Soeharto menjadi penegas bahwa pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto menjadi tidak relevan.
Selain itu, lanjutnya, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bermasalah secara sosial-politis. Dari sisi politis, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto akan menjadi simbol dan penegas bagi kebangkitan Orde Baru atau Kebangkitan Cendana.
“Glorifikasi Soeharto dengan memberinya gelar pahlawan nasional akan mendeligitimasi Reformasi sebagai gerakan politik untuk melawan otoritaritarianisme dan menegakkan supremasi sipil pada 1998,” ungkapnya.
Secara sosial, masih ujar dia, gelar pahlawan nasional bagi Soeharto hanya akan menciptakan kontradiksi dan kebingungan pada generasi muda dan generasi masa depan yang tidak secara langsung bersentuhan dan memiliki pengalaman hidup pada Pemerintahan Orde Baru.
“Gelar pahlawan nasional bagi Soeharto seperti “menghapus” sejarah kejahatan rezim di masa lalu dan menciptakan kontradiksi serta kebingungan kolektif tentang seorang pemimpin politik yang dilengserkan karena akumulasi kejahatan yang terjadi,” katanya. (nas)