BPJS Watch: Kehadiran PP 7/2025 Bisa Tekan PHK di Sektor Industri Padat Karya

INDOPOSCO.ID – Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut potensi peningkatan jumlah pengangguran terbuka akan terus terjadi di 2025.
Sebab dipengaruhi sektor padat karya terus melemah dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terus berlanjut.
Menurut dia, kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 2025 adalah bentuk bantuan bagi cash flow industri padat karya di sisi hilir. Bukan upaya untuk membenahi sektor padat karya di sisi hulu.
“Pemberian keringanan pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar 50 persen selama 6 bulan, yang berlaku sejak Februari hingga Juli 2025 bisa membantu menahan laju PHK di sektor padat karya,” terang Timboel Siregar melalui gawai, Minggu (23/2/2025).
“Walaupun ini berat, bila di hulu tidak dilakukan perbaikan seperti membatasi secara signifikan barang impor hingga kemudahan mendapatkan modal dengan bunga rendah,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, selain mengatur tentang keringanan pembayaran iuran JKK, PP no. 7 ini juga mengatur tentang rekomposisi iuran JKK ke Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Untuk iuran JKK di Tingkat risiko lingkungan kerja sangat rendah rekomposisi iuran JKK sebesar 0,12 persen.
Meskipun, lanjut dia, rekomposisi iuran JKK tingkat risiko lingkungan kerja sangat rendah ini berlaku hanya 6 bulan dan untuk pekerja di 6 jenis industry padat karya. Selebihnya rekomposisi iuran sebesar 0,14 persen.
“Pada PP 6/ 2025 rekomposisi iuran JKK ke JKP ditetapkan sebesar 0,14 persen untuk segala tingkat resiko lingkungan kerja, namun di PP no. 7 ini khusus untuk 6 industri padat karya selama 6 bulan ditetapkan 0,12 persen,” katanya.
Tentu saja, masih ujar Timboel, penerapan rekomposisi iuran JKK ke JKP sebesar 0,12 persen ini mampu mendukung ketahanan dana program JKK dan mengendalikan rasio klaim JKK. Setelah adanya keringanan pembayaran iuran 50 persen akan terjadi penurunan pendapatan iuran JKK, sementara klaim JKK cenderung naik tiap tahun.
“Jumlah pekerja yang bekerja di tingkat risiko lingkungan kerja sangat rendah ini memang yang paling banyak sebagai peserta JKK di BPJS Ketenagakerjaan,” bebernya.
“Kita harapkan dengan adanya PP No. 7 Tahun 2025 ini angka PHK di 6 sektor padat karya bisa diturunkan. Dan seharusnya pemerintah meminta komitmen perusahaan yang mendapat diskon pembayaran iuran JKK 50 persen ini untuk tidak melakukan PHK,” lanjutnya.
Pasalnya, dikatakan dia, potensi PHK juga bisa dilakukan di perusahaan subkontrak dari perusahaan di 6 industri padat karya tersebut. Seharusnya perusahaan subkontrak yang mempekerjakan pekerja di bawah 50 orang juga dapat fasilitas diskon pembayaran iuran JKK sebesar 50 persen selama 6 bulan.
“Pemerintah tidak boleh berhenti dengan memberikan diskon pembayaran iuran JKK, tetapi yang utama harus membenahi sisi hulu industri padat karya, khususnya membatasi barang impor secara signifikan sehingga produk-produk lokal kita mendapatkan pasar yang berkualitas di dalam negeri,” jelasnya.
“Berikan juga kemudahan akses modal serta upayakan pembukaan pasar ekspor di luar negeri bagi produk-produk sektor padat karya kita,” imbuhnya. (nas)