Terima Keluarga Kasus Salah Tangkap, Komisi III Akan Panggil Kapolres Kota Tasikmalaya

INDOPOSCO.ID – Komisi III DPR RI menerima audiensi soal kasus dugaan salah tangkap di Tasikmalaya. Didampingi Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka, orang tua dari terdakwa anak yang diduga salah tangkap menjelaskan duduk perkara dugaan salah tangkap yang menimpa 5 pelaku yang salah satunya adalah dewasa dan empat lainnya masih di bawah umur.
Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto mengatakan setidaknya ada tiga hal yang disampaikan orang tua terdakwa. Pertama, pelaku yang sedang disidang, diduga bukan merupakan pelaku yang sebenarnya. Sebab, korban pun tidak mengenal pelaku, meski mengetahui ciri-cirinya.
Kedua, adalah penanganan kasus yang tidak profesional, terlebih kasus tersebut menyangkut tentang anak. Ketiga, adalah penanganan kasus yang diduga tidak manusiawi.
Untuk itu, Komisi III, ujar Rikwanto, nantinya akan melakukan konfirmasi kepada penyidik kasus tersebut, terkait apa yang sebenarnya terjadi. “Tiga keluhan ini kita tampung, kita terima, dan kita akan pelajari. Selanjutnya akan kita undang nanti seizin Ketua Komisi III Pak Habiburokhman untuk konfirmasi kepada penyidiknya. Penyidik yang menangani juga kapolresnya juga include disitu,” kata Rikwanto, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/1/2024).
Politisi Fraksi Partai Golkar ini pun menekankan, jika dugaan tidak profesionalnya penyidik tersebut benar, maka harus ada sanksi kepada penyidik yang tidak profesional. “Keadilan itu milik bersama, kalau memang ada yang kurang pas, ada yang lalai dalam rangka penanganan perkara itu juga harus diluruskan, juga harus diberikan sanksi. Namun kalau dia sudah professional dan juga memiliki ketentuan yang ada harus dihormati juga,” jelasnya.
Rieke Diah Pitaloka yang mendampingi orang tua dari anak yang diduga salah tangkap, berharap kasus dugaan salah tangkap ini dapat terselesaikan dengan baik. Sehingga tidak ada lagi korban-korban salah tangkap lainnya.
“Kami dengan segala hormat kepada para aparat penegak, itu tentu saja prosedur yang ada, mau diikuti dengan baik dan tentu saja kita tidak ingin bahwa hukum itu membuat orang jadi takut, enggak. Fungsi hukum itu adalah membuat orang bisa mempunyai tanggung jawab. Itu lebih utama daripada kemudian itu memberikan rasa takut dengan adanya proses melalui intimidasi dan sebagainya,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman pun membuka kemungkinan untuk memanggil Kapolres Tasikmalaya Kota untuk meminta penjelasan terkait permasalahan tersebut.
Habiburokhman menyatakan Komisi III DPR RI memiliki hak konstitusional untuk memperjuangkan keadilan terhadap kasus tersebut. Sebab, menurut dia, dari penuturan kuasa hukum dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus tersebut cukup mencurigakan.
“Apakah itu rekomendasi dari Komisi III DPR? apakah mendorong tidak ada penahanan sampai inkrahnya? Kita lihat. Kita dapat data kan dengan akal sehat,” kata Habiburokhman.
Nunu Mujahidin, kuasa hukum anak-anak tersebut menjelaskan, perkara tersebut berawal dari pengeroyokan di Tasikmalaya pada 17 November 2024.
Polisi menangkap 10 orang pada 30 November 2024. Dari 10 orang yang ditangkap itu, empat orang di antaranya merupakan anak-anak dijadikan sebagai tersangka, satu orang dewasa menjadi tersangka, dan sisanya menjadi saksi.
Pada saat pemeriksaan, empat anak-anak itu tidak didampingi oleh kuasa hukum, maupun orang tuanya. Lalu, kuasa hukum dan orang tua baru bisa mendampingi empat anak-anak itu pada hari kedua setelah penangkapan.
“Kalau secara aturan, penasihat hukum, orang tua, dan pembimbing dari Balai Pemasyarakatan itu mendampingi pada saat pemeriksaan, ini tidak dilakukan oleh Polres Tasikmalaya Kota,” jelas Nunu.
Berjalannya waktu, kata Rieke, proses humum terhadap anak-anak tersebut masuk ke persidangan. Namun pada 6 Januari 2025, hakim menolak dakwaan pada tahap eksekpsi terhadap anak-anak tersebut dan memerintahkan untuk dibebaskan.
“Pada hari yang sama pada 6 Januari terbit dakwaan yang baru, dengan perkara yang baru, dengan hakim yang sama, jaksa sama. Itu anak-anak ditahan sejak awal, lalu ditahan lagi,” ungkapnya.
Dari persidangan itu, dia menilai tidak ada bukti anak-anak tersebut berada di lokasi pengeroyokan. Bahkan, barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan tidak berkaitan dengan kasus pengeroyokan tersebut.
“Korbannya sehat, luka di belakang. Hadir juga dalam persidangan,” paparnya. (dil)