Hanya Menonaktifkan, Formappi: Sahroni, Nafa, Eko, Uya dan Adies Masih Jadi Anggota DPR Beserta Hak-haknya

INDOPOSCO.ID – Tiga partai politik telah menonaktifkan sejumlah kadernya yang duduk di parlemem imbas kecaman masyarakat yang mengkritisi besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Meski begitu, kelima orang yang dimaksud, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir masih tetap berstatus sebagai anggota DPR.
Menurut peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, kata “non aktif” ini tak ditemukan dalam UU nomor 17 tahun 2014 tentang DPR MPR dan DPD (UU MD3) sebagai dasar melakukan PAW (pergantian antara waktu) tidak dikenal dgn aturan ‘nonaktif’ atau skorsing anggota, ketua dan wakil ketua.
“Karena itu bisa dikatakan penonaktifan lima orang itu bermakna bahwa kelimanya hanya tak perlu beraktifitas dalam kegiatan-kegiatan DPR untuk sementara waktu tanpa mencabut hak-hak anggota sebagaimana yang lain,” ucap Lucius kepada INDOPOSCO, Senin (1/8/2025).
Bagi Lucius, penggunaan diksi ini adalah hanya untuk meliburkan anggota dari kegiatan pokok mereka dengan tetap mendapatkan jatah anggaran dari DPR.
“Jadi anggota-anggota non aktif ini akan tetap berstatus sebagai anggota DPR dan mendapatkan hak-hak sebagai anggota walau tak perlu bekerja,” ucapnya.
Atas dasar itu, ujar Lucius, pilihan untuk menonaktifkan 5 anggota DPR oleh fraksi partai politiknya nampaknya lebih untuk menunjukkan respons cepat fraksi atas banyaknya tuntutan yang muncul dari publik terkait nama-nama itu.
“Jadi, tidak terlihat ada sanksi yang diberikan oleh partai kepada anggota yang dituntut publik bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatan mereka,” cetusnya.
“Fraksi atau partai mereka nampak tak ingin kehilangan para anggota mereka hanya karena dituntut publik. Mereka hanya “disembunyikan” sementara waktu sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” tambahnya.
Kalau situasi sudah tenang beberapa waktu kemudian, ujar Lucius, maka kelima anggota ini akan diaktifkan lagi.
‘Dengan demikian, artinya fraksi atau partai tak mengakui bahwa apa yang dituntut publik terhadap anggota-anggota itu sesuatu yang salah menurut partai atau fraksi,” terangnya.
Kalau memang partai politik ikut berempati atas aksi denontrasi penolakan gaji dan tunjangan DPR serra memberikan sanksi atas perilaku kader-kadernya yang dinilainoublik tak memiliki empati atas penderitaan rakyat saat ini, maka seharusnya melakukan pemberhentian.
“Putusan menonaktifkan adalah pernyataan pembelaan parpol atas kader mereka dengan sedikit upaya untuk menyenangkan publik sesaat saja,” ucapanya.
“Kalau partai atau fraksi mengakui dan menyadari kesalahan kader mereka yang membuat publik marah, seharusnya diksi pemberhentian saja yang dilakukan,” sambungnya.
Dengan pemberhentian, lanjutbLucius, maka akan ada proses PAW, sekaligus memastikan kelima orang itu tidak punya tanggungjawab secara moral dan politis untuk menjadi wakil rakyat
“Dengan pemberhentian maka partai atau fraksi memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader-kader karena dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat,” pungkasnya.
Sekadar diketahui pada Minggu (31/8/2025), lima orang anggota DPR telah dinonaktifkan oleh fraksinya, lantaran dinilai telah mencederai perasaan rakyat karena ucapannya terkait polemik gaji dan tunjangan anggota DPR.
Antara lain Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach yang dinonaktifkan oleh Partai NasDem. Disusul Partai Amanat Nasional (PAN) yang menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya, serta Partai Golkar yang juga menonaktifkan Adies Kadir sebagai anggota dan pimpinan DPR RI. (dil)