Marak Pungli di Rutan KPK, ICW Pertanyakan Status ASN di KPK

INDOPOSCO.ID – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, memberikan tanggapan mengenai pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlibat dalam kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan KPK.
Keputusan pemecatan ini diambil oleh KPK karena para pegawai tersebut terbukti memeras tahanan di Rutan Cabang KPK.
“Insiden pungli ini menunjukkan masalah utama yang timbul akibat revisi Undang-Undang KPK,” katanya dalam keterangan yang dikutip INDOPOS.CO.ID pada Minggu (19/5/2024).
Menurutnya, melalui revisi UU KPK pada 2019, status pegawai KPK diubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang membuat mereka harus mematuhi aturan kepegawaian ASN.
“Salah satu dampaknya adalah Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjadi tidak efektif karena tidak dapat langsung memecat pegawai KPK yang bermasalah,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sebelum pegawai KPK menjadi ASN, Dewas bisa langsung memberhentikan mereka dengan tidak hormat, namun sekarang prosesnya menjadi lama karena harus melalui inspektorat.
“Saat ini, putusan etik Dewas hanya memberikan sanksi berupa permintaan maaf terbuka,” jelasnya.
Sebagai informasi, Praperadilan Ahmad Fauzi ditolak oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Agung Sutomo Thoba, pada 8 Mei 2024.
PN Jaksel kemudian meminta KPK untuk melanjutkan perkara yang menjerat Fauzi. Praperadilan tersebut berkaitan dengan keberatan Fauzi atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungli di rutan KPK.
Fauzi menilai KPK tidak memeriksanya sebagai saksi sebelum menetapkan status hukum tersebut. Majelis tunggal menilai cara KPK menyidik kasus itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah juga sudah memiliki cukup bukti untuk menetapkan Ahmad Fauzi sebagai tersangka.
KPK telah memecat 66 pegawai yang terbukti menerima pungli di rutan. Pemecatan tersebut mengacu pada hukuman berat dalam disiplin pegawai negeri sipil (PNS) yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) huruf C pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021.
Keputusan pemecatan dikeluarkan pada 17 April 2024 dan baru berlaku setelah 15 hari dari vonis diberikan. KPK juga mengungkap bahwa 15 tersangka pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK akan dibawa ke ranah pidana.
Sebanyak 15 tersangka termasuk Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki. Ada juga enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK: Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana. Sedangkan tujuh orang lainnya adalah petugas pengamanan Rutan cabang KPK: Muhammad Ridwan, Suparlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto. Semua tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Pungli ini tercatat terjadi mulai 2019 hingga 2023. KPK mengestimasi uang haram yang diraup para pegawai mencapai Rp6,3 miliar. Para tersangka disebut KPK melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (fer)