Nasional

Ketika Kompol Supriyanto Raih Doktor Kriminolog UI dengan Cumlaude

INDOPOSCO.ID – Komisaris Polisi (Kompol) Supriyanto berhasil meraih gelar Doktor dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Departemen Kriminologi, Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP UI).

Doktor Supriyanto berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul ‘Determinan Kejahatan Kerah Putih: Criminaloid dan Organizational Criminogenic Elaborasi Terhadap Kasus-Kasus Kejahatan Finansial di Indonesia’ di kampus UI, Depok, Rabu (5/1/2022).

Dr Supriyanto berhasil menyelesaikan studi dalam waktu 3,5 tahun, dengan IPK 3,72. Ia berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Cumlaude.

Determinan pendorong pelaku kejahatan finansial tersebut diantaranya ialah faktor sosio-ekonomi, mengacu kepada nature of industry.

Gambaran nature of industry di antaranya ialah menawarkan kemudahan, memberikan harga murah serta keuntungan yang berlimpah dalam waktu yang singkat.

Sedangkan affinity frauds, merujuk pada eksploitasi isu agama yang dapat menarik minat karakteristik masyarakat Indonesia.

Determinan lainnya ialah karakteristik sosio-ekonomi korban di Indonesia. Serta terdapat juga kondisi penegakan hukum dan politik cenderung koruptif.

Sehingga dari sisi individu pelaku dan korporasi akan menjadikan kondisi tersebut sebagai jalan yang menetralisir serta “melegitimasi” perilaku menyimpang mereka.

Peneliti mencontohkan kasus FT, Diketahui bahwa idealnya FT memberangkatkan jamaah, dengan biaya sebesar 17.000.000 dan untuk menutup kekurangan memberangkatkan jamaah umrah promo diambil dari uang jamaah promo yang telah membayar lunas tahun berikutnya.

Kemudian apabila FT tidak bisa memberangkatkan jamaah umrah promo dengan uang yang dibayarkan atau disetorkan ke rekening FT, maka FT menggunakan uang jamaah umrah promo yang telah dibayarkan tahun berikutnya.

Kasus Koperasi MP. Kasus bermula saat Koperasi MP menipu ribuan nasabahnya yang berinvestasi. Para korban dijanjikan keuntungan di atas 10 perssn terhadap para nasabah, dari mulai level anggota hingga tingkatan Leader, Gold, dan Diamond.

Setiap Leader dijanjikan keuntungan sebesar 20 persen dari investasi nasabah, namun harus berinvestasi awal sebesar Rp500.000.000 – Rp2.000.000.000.

Setiap modal yang disimpan akan mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen dari uang yang disetorkan dan simpanan tidak hilang dan bila jatuh tempo modal dikembalikan.

Namun, yang terjadi para korban hanya sebagian yang diberikan keuntungan dan setelah jatuh tempo para korban tidak dapat menarik dana simpanannya.

Baik kasus FT dan Koperasi MP telah memenuhi 6 aspek criminaloid, yaitu pertama, tidak ditemukan karakteristik fisik dan psikologis tertentu seperti egoisme yang tinggi.

Kedua, para pelakunya telah menerapkan teknik netralisasi yaitu denial of responsibility, denial of injury, denial of victim, condemn the condemners, appeal to higher loyalties, dan denial of responsibility.

Ketiga, pengendalian diri yang rendah dan rasionalisasi yang tinggi terhadap kejahatan, sehingga memberikan keyakinan dalam melakukan kejahatan.

Keempat, pengakuan palsu atas sosok yang terpengaruh budaya hedonisme dan alternative hedonism.

Kelima, rendahnya sensitivitas moral dan kecerdasan, dalam hal ini berkaitan dengan moral force yang terkait dengan attachment; involvement; commitment; dan belief.

Keenam, status sosial dan budaya yang sifatnya overconfidence and over-appreciation for self- authority. Peneliti telah membuktikan bahwa criminaloid telah berkontribusi dalam kejahatan korporasi, khusus pada kejahatan finansial penggelapan.

Dinamika dalam criminaloid di antaranya ketiadaan karakteristik fisik dan psikologis, keraguan dalam bertindak, mudahnya memberikan pengakuan, sensitivitas moral; kecerdasan dan status sosial serta budaya.

Terkait hal tersebut pun, peneliti telah menemukan bahwa konteks pekerjaan atau profesi yang digunakan merujuk pada pelanggaran yang terjadi selama kegiatan kerja berlangsung dan berkaitan dengan pekerjaan.

Temuan dalam disertasi ini diharapkan mampu membantu aparat penegak humum baik Kepolisian atau otoritas keuangan, tidak hanya melihat kejahatan finansial dari satu sisi saja, namun melihat dari sisi yang kompleks dalam kejahatan korporasi, sebagaimana yang menjadi hasil penelitian ini.

Kemudian, pemerintah juga dapat mempertimbangkan dinamika situational criminogenic sebagai faktor-faktor yang dapat mendukung terjadinya kejahatan korporasi.

Dalam sidang disertasi tersebut dipimpin oleh Prof Drs Adrianus E. Meliala PhD; Prof Dr Semiarto Aji; Prof Dr Topo Santoso; Prof Dr Indriyanto Seno; Prof Dr Marcus Priyo; Dr Dra Ni Made Martini; Dr Vinita Susanti; Dr Iqrak Sulhin. (ibs)

 

Back to top button