Headline

Kajian Diatur, Vendor Diarahkan, Dugaan Manipulasi Proyek TIK Rp9,3 Triliun

INDOPOSCO.ID – Proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk pendidikan yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 2020 hingga 2022 senilai Rp9,3 triliun diduga menyimpan praktik penyalahgunaan wewenang.

Program yang sejatinya ditujukan untuk mendukung proses belajar-mengajar di PAUD, SD, SMP, dan SMA, termasuk di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), justru berujung pada penetapan empat tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Mereka adalah Direktur SD merangkap Kuasa Pengguna Anggaran 2020–2021, Sri Wahyuningsih, Direktur SMP dan KPA pada periode sama, Mulyatsyah, Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, Konsultan Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.

“Dugaan korupsi bermula dari penyusunan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang secara sepihak mengarahkan pengadaan TIK ke produk ChromeOS,” kata Dirdik Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar Kepada wartawan Rabu (16/7/2025).

Menurutnya, keputusan itu dinilai mengabaikan prinsip transparansi, objektivitas teknis, serta kebutuhan riil di lapangan, khususnya di daerah dengan keterbatasan infrastruktur digital.

Penyidikan juga mengungkap bahwa rencana penggunaan ChromeOS telah disusun sejak sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai Menteri.

JT, selaku staf khusus, disebut aktif mengatur pembahasan teknis bersama vendor dan pihak internal, termasuk menginisiasi kontrak untuk IBAM sebagai konsultan teknologi.

IBAM sendiri turut memengaruhi hasil kajian teknis, agar mengarah pada pemilihan eksklusif sistem operasi milik Google.

Ia juga disebut mendemonstrasikan produk kepada tim teknis sebagai bagian dari upaya persuasif.

“Saat hasil kajian awal tidak sesuai ekspektasi, dibuatlah kajian ulang yang akhirnya dituangkan dalam “buku putih” sebagai landasan proyek,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan di lapangan, SW dan MUL menjalankan kebijakan tersebut dengan mengganti pejabat pembuat komitmen yang tidak sejalan, serta memerintahkan klik pemesanan melalui e-katalog dan kemudian SIPLah, tanpa evaluasi terbuka terhadap kebutuhan pengguna akhir yakni siswa dan guru.

Ironisnya, meski mengklaim modernisasi sistem pendidikan, produk yang digunakan justru tidak optimal untuk kondisi daerah 3T.

“Kemungkinan adanya tersangka lain dari kalangan pejabat struktural maupun swasta tidak ditutup, seiring dengan pendalaman peran masing-masing pihak,” pungkasnya. (fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button