Bahas Rivalitas Geopolitik dan Ancaman Kejahatan Transnasional, Menko Polhukam: ASEAN Harus Perkuat Kesatuan

INDOPOSCO.ID – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko POlhukam) RI Mahfud MD menegaskan dinamika geopolitik saat ini terus berkembang. Konflik Rusia-Ukraina masih berlangsung dan situasi di Myanmar belum membaik. Hal ini membuat rivalitas geopolitik di kawasan terus meningkat dan mengancam kesatuan Association of South-East Asia Nation (ASEAN) atau Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tenggara.
Hal ini disampaikan oleh Menko Polhukam saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional 2023 “Kepemimpinan Strategis Indonesia di ASEAN di Tengah Rivalitas Geopolitik dan Ancaman Kejahatan Transnasional” di Universitas Hasanuddin, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Kamis (13/7).
“Tentunya ini membuat keketuaan Indonesia berada pada masa yang tidak mudah,” jelasnya.
Mahfud menjelaskan setidaknya terdapat 5 tantangan utama bagi ASEAN saat ini. “Tantangan pertama adalah mengelola rivalitas antara AS (Amerika Serikat) dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang semakin tinggi. Rivalitas tersebut diawali oleh ekonomi, kemudian berkembang menjadi rivalitas politik dan militer,” tegasnya.
Tantangan kedua dan ketiga adalah masih berlanjutnya konflik Rusia-Ukraina dan situasi krisis di Myanmar. Dalam rangka mendukung Myanmar menyelesaikan konfliknya, ASEAN mengambil langkah tegas dengan tidak melibatkan perwakilan pejabat politis Myanmar, hingga adanya pemerintahan yang sah.
Tantangan selanjutnya adalah ancaman kejahatan transnasional. Kawasan kita merupakan wilayah yang rawan akan kejahatan lintas batas negara dan kejahatan terorganisasi. Modus operandi kejahatan selalu berkembang mengikuti perkembangan teknologi.
Menko Polhukam menyampaikan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan salah satu yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi informasi.
“Maka dari itu, negara harus hadir dalam perlindungan WNI. Namun, tidak ada satu negarapun yang dapat menangani kejahatan lintas batas secara sendiri. Sehingga, Indonesia, melalui forum APSC Council, mengingatkan ASEAN bahwa isu ini merupakan masalah bersama yang membutuhkan komitmen dan kolaborasi,” ungkapnya.
Tantangan terakhir adalah keamanan maritim. Selain menyediakan berbagai potensi, kekayaan alam tersebut juga mengundang maraknya aksi kejahatan lintas batas di wilayah laut, seperti illegal, unreported, unregulated fishing (IUU Fishing), perompakan di laut, penyelundupan manusia, dan perusakan lingkungan laut.
Tentunya dengan berbagai tantangan tersebut, ASEAN harus tetap memegang teguh kesatuan dalam menjalin hubungan dengan negara-negara eksternal.
“ASEAN-lah yang harus berada di kursi kemudi untuk mengendalikan arah kerja sama ASEAN ke depan. Kita tidak ingin ASEAN didikte oleh kepentingan negara eksternal. Kita tidak ingin ASEAN menjadi proxy persaingan geopolitik di Kawasan,” tegas Mahfud.
Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri yang pada kegiatan ini diwakili oleh Staf Ahli Menko Polhukam Bidang Kedaulatan Wilayah Maritim, Laksda TNI Antongan Simatupang turut menjelaskan upaya Indonesia untuk menghadapi krisis di Myanmar.
“Indonesia sebagai pemegang keketuaan ASEAN, telah melakukan upaya engagement dan pertemuan dengan semua pihak di Myanmar untuk dialog inklusif, guna menciptakan perdamaian dan mendukung implementasi lima poin konsensus. Namun, untuk keberhasilannya dibutuhkan kemauan semua pihak berupaya menciptakan perdamaian,” ujarnya.
Antongan berharap keketuaan Indonesia di ASEAN dihadapkan pada tantangan untuk dapat membawa perubahan ke arah lebih baik bagi kawasan. Maka dari itu, dukungan publik dan masukan terutama dari kalangan akademisi pada kegiatan ini akan menjadi amunisi untuk memperkuat posisi Indonesia di ASEAN. (arm)