Harga Minyak Bergejolak, Ekonom: Tanda Awal Ketidakpastian Ekonomi yang Lebih Besar

INDOPOSCO.ID – Selat Hormuz, ibarat leher botol yang harus dilalui oleh sebagian besar pasokan minyak global. Sekitar 20 persen dari total produksi minyak harian dunia melintasi selat krusial ini.
“Eskalasi konflik Israel-Iran, harga minyak mentah jenis Brent, yang menjadi standar internasional, melonjak 5 persen, bahkan kontrak berjangka minyak sempat melonjak lebih dari 13 persen,” ungkap Ekonom Achmad Nur Hidayat melalui gawai, Sabtu (21/6/2025).
Sementara itu, lanjut dia, minyak mentah WTI menembus angka US$ 73 per barel, naik lebih dari 6 persen.
“Lonjakan ini adalah respons langsung terhadap kekhawatiran akan gangguan pasokan di Timur Tengah,” katanya.
Ia mengatakan, jika leher botol ini tersumbat karena konflik yang meluas, harga minyak akan melambung tinggi. Mencapai level yang belum pernah disaksikan sebelumnya.
“Kenaikan harga minyak ini bukan sekadar angka di papan perdagangan. Ini adalah kenaikan biaya produksi bagi hampir semua industri, kenaikan biaya transportasi,” jelasnya.
“Pada akhirnya, kenaikan harga barang dan jasa yang akan memukul daya beli masyarakat sambungnya.
Dikatakan dia, inflasi yang sudah menjadi momok global akan diperparah, dan skenario stagflasi – inflasi tinggi diiringi pertumbuhan ekonomi yang melambat. Hal itu akan menjadi kenyataan yang menakutkan, bahkan dengan potensi harga minyak menyentuh $100+ per barel.
“Guncangan stagflasi menjadi ancaman nyata. Meskipun dunia memang memiliki cadangan darurat, seperti yang diutarakan Badan Energi Internasional (IEA) dengan 1,2 miliar barel dalam cadangan strategisnya,” ungkapnya.
“Tapi, apakah ini cukup jika dunia menggunakan 100 juta barel minyak per hari,” imbuhnya. (nas)