Disway

Cicilan Kedua

INDOPOSCO.ID – Reshuffle cicilan kedua sudah terjadi kemarin: Erick Thohir turun kelas jadi Menteri Pemuda dan Olahraga.

Jabatan menteri BUMN yang selama ini ia pegang masih dibiarkan kosong.

Rasanya memang tidak perlu diisi. Bisa dirangkap oleh CEO Danantara. Toh semua pekerjaan kementerian BUMN sudah dialihkan ke Danantara.

Berita Terkait

Rasanya Kementerian BUMN juga tidak perlu lagi punya wakil menteri. Sudah jelas: semua pekerjaan beralih ke Danantara.

Setelah menjadi menpora, berarti mungkin Erick harus mengundurkan diri sebagai ketua umum PSSI. Padahal Erick lagi asyik-asyiknya ngurus sepak bola. Kini ia harus mengurus semua cabang olahraga –dan jangan lupa cabang pencak silat.

Sebagai orang yang punya passion olahraga, ngurus Kemenpora cukup ia lakukan dengan satu tangan kiri. Tapi di kementerian itu ada juga pekerjaan lain: soal pemuda. Ini sisi panasnya.

Organisasi pemuda luar biasa banyaknya. Dinamikanya juga tidak bisa diterka. Tapi anggaran Kemenpora termasuk yang paling kecil –tidak mungkin bisa menjangkau semua aspirasi pemuda.

Tapi kalau Erick bisa merangkul kalangan pemuda –lewat kekuatan finansial pribadinya– ia akan bisa menjadi menteri yang sangat populer. Juga full power. Ia bisa mengklaim “semua pemuda di belakang saya”.

Di olahraga Erick tidak bisa main politik. Di sektor pemuda permainan politiknya bisa luar biasa.

Saya ikut senang Puteri Komarudin tidak jadi menjabat menpora. Saya kenal baik bapaknya: tokoh Golkar pusat yang sangat populer, Ade Komarudin.

Nama Puteri sudah sangat ”pasti” akan dilantik sebagai menpora. Hampir saja jadi wanita pertama menjabat menpora. Ternyata tidak jadi.

Saya yakin Puteri tidak mau jabatan itu. Pun seandainya saya. Lebih enak bagi Puteri untuk tetap di kursi DPR. Apalagi ia tergabung di komisi yang amat ”basah”: Komisi XI yang membidangi keuangan.

Yang Anda terkejut tentu penunjukan Djamari Chaniago. Siapa sangka jenderal yang sudah begitu lama pensiun dapat jabatan begitu istimewa: menko polkam.

Dua jam sebelum dilantik, Djamari dinaikkan pangkatnya dulu: menjadi jenderal penuh. Ini karena menko polkam akan mengoordinasikan Kementerian Pertahanan, panglima TNI, dan kapolri. Tiga-tiganya berpangkat jenderal.

Djamari menjadi orang Sumatera kedua yang menjabat menko polkam. Yang pertama adalah orang Batak: Jenderal TNI Maraden Panggabean. Djamari orang Padang.

Rasanya Presiden Prabowo ingin main aman. Djamari sangat senior. Usianya sudah 76 tahun. Ia tidak akan canggung menghadapi jenderal-jenderal yang lebih muda. Saya yakin Djamari sendiri tidak pernah bermimpi bahwa kemudian akan menjabat menko di hari tuanya.

Yang juga menarik adalah penunjukan Mohamad Qodari sebagai kepala staf presiden. Relatif muda. Orang pergerakan. Intelektual. Mungkin Qodari akan mendapat tanggung jawab sebagai pemegang dashboard kepresidenan.

Begitu krusial masalah pemegang dashboard itu. Selama ini publik tidak tahu siapa sebenarnya pemegang ”delivery office” Presiden.

Dari reshuffle cicilan kedua membuktikan ”kubu” PDI Perjuangan hilang sama sekali dari kabinet. Golkar juga kehilangan satu kursi: Kemenpora.

Kabinet Merah Putih terlihat ”kian Gerindra”.

Mungkin masih ada reshuffle cicilan ketiga. Bahkan keempat. Bagi yang kemrungsung ingin jadi menteri masih ada harapan di cicilan kelima. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 17 September 2025: Crowding Out

Jokosp Sp
Apa tidak enak pemerintah itu. Yang bangun sebenarnya swasta. la swasta yang ngutangi. Beda dengan pembangunan di swasta murni, benar-benar dikeluarkan dari dompetnya : tekan kontrak bayar ke kontraktor awal ( termin 1 ) 10%. 50% pekerjaan dibayar lagi yang 40% untuk termin 2. 90% pekerjaan dibayar lagi 45%. Pekerjaan seleai 100% ada sisa 5% dibayar nanti untuk garansi dan perawatan setelah 2 bulan. Atau tergantung dalam isi perjanjiannya. Itu negara hutang kok sampai tahunan, yo ambruk
kontraktornya.

Em Ha
Ada Truck Mixer berjejer di tepi jalan Soekarno Hatta Pekanbaru. Di kaca depan kepala ‘mobil molen’ itu tertempel tulisan. “DIJUAL SEGERA. BU. AKIBAT TUNDA BAYAR APBD RIAU”. Di kalangan kontraktor tumbuh subur grup wa Tunda Bayar. Tunda bayar sangat parah. Ada proyek 2022, 2023 yang belum terbayar. 2024 lebih banyak lagi. Keluhan mereka seragam. Cash flow hancur. Untuk bertahan hidup jual asset. Banyak yang tiarap. Tutup usaha sementara. Begitu dahsatnya pendekatan Crowding Out Sri Mulyani. APBD Daerah dicekek, pengusaha mati klepek-klepek.

djokoLodang
-o– Selingan- Intermeso CROWDED MEMORY Seorng pria membawa keluarganya lengkap –anak, isteri, mertua– makan malam di restoran mewah yang baru saja dibuka. Saat pramusaji membawakan pesanan, ia bertanya : ‘Pernahkah ada restoran lain di gedung ini? Tempatnya terlihat sangat familiar’. Pramusaji: ‘Saya tidak tahu. Gedung ini sudah kosong selama bertahun-tahun’. Suami: ‘Saya ingat jendela kaca patri dan tangga spiralnya. Saya yakin saya pernah ke sini sebelumnya’. (Saat itu, pramusaji lain lewat dekat meja meraka) Pramusaji: ‘Sebentar, mbak. …” Dia berhenti, berpaling dan menjawab: “Ya…,Ada apa?” “Mbak tahu apakah pernah ada restoran lain di gedung ini?’ Bapak pelanggan kita ini ingat pernah berkunjung ke sini.” “Tidak ada. Tempat ini sudah tutup beberapa tahun yang lalu’. Pelanggan (suami): “Tutup? Sebelum tutiup itu, di sini bukan restoran?” “Bukan, Tuan. Di sini dulunya tempat mejeng wanita penghibur.” –koJo.-

heru santoso
Note 32 (catatan perjalanan) — Aku menyaksikan seluruh rangkaian acara wisuda untuk mahasiswa internasional di kampus utama ZJUT, Hangzhou. Rasanya campur aduk: bangga, terharu, dan tentu saja bahagia melihat anakku dan anak-anak Indonesia sampai di titik ini. Yang bikin makin bangga, ada satu mahasiswa Indonesia yang tampil memberikan graduation speech. Namanya Felik, asli Surabaya, lulusan SMA St. Louis. Kuliah jurusan computer science di ZJUT dengan beasiswa penuh. Pidatonya keren, pakai dua bahasa: Inggris dan Mandarin. Saya hitung-hitung, ada enam kali tepuk tangan di tengah-tengah pidatonya. Suaranya gemuruh. Hebat bener! Sejak memasuki lobby perpustakaan itu aku merasa aneh. Banyak orang asing, namun banyak yang berpakaian batik. Kusapa dan ngobrol dengan salah satu keluarga berbatik. Asalnya Dampit, pelosok Malang. Anaknya wisuda jurusan bisnis & internasional trade. Dulu persiapan masuknya kuliah lewat ITCC. Kini sebelum wisuda sudah dapat LoA dan beasiswa untuk studi lanjut di kampus yg sama. Kami janjian untuk lanjut makan siang bareng nanti setelah acara wisuda. Di sebuah restoran halal tak jauh dari kampus. Kita lanjut ngobrol. Anakku ijin minggir ke meja sebelah. Katanya ada jadwal interview online dengan HRD salahsatu perusahaan China. Para wisudawan itu sudah ada yang ngantri sebelum di-wisuda: ngantri memberikan beasiswa studi lanjut dan ngantri jadwal interview untuk mengisi lowongan kerja di perusahaan China yang sedang expansi di negri seberang.

Jokosp Sp
Ekonomi akan bisa berjalan dan berkembang jika korupsinya diberangus habis. Kami belum melihat ini sampai di daerah. Masih seperti sebelum-sebelumnya, bahkan makin mengganas. Tak ada sedikitpun pengaruh dari apa yang disampaikan oleh seorang Preciden. Kami sedang menjalankan kongsi (kerjasama) suplai batu gunung untuk kebutuhan sebuah crusher. Milik sebuah perusahaan kontraktor tambang di perbatasan. IUP Produksi bulan lalu habis masa berlakunya, dan harus segera diperpanjang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam kontrak. Berapa dana yang diminta?. “700 Jt”. Itu uang dalam lembaran ratusan ribu semua, gag ada pakai daun hijau sama sekali. Ijin sudah keluar. “Kita ketemu ya di restoran ini, menyebutkan sebuah nama”. Dalam pertemuan itu : “ijin bisa keluar Bu Haji, tetapi boss minta 35Jt lagi”. Nyut….kepala Bu Haji langsung seperti kena pukulan martil 10Kg. Ketika sadar, bisanya kami 20Jt. Ini ada uang cas tinggal segini. “Ya sudah nggak apa-apa, nanti saya bisa atur dengan boss”. “Ini ijin saya kirim ke HP Bu Haji”. Cling…..bunyi di HP Bu Haji. Sambil merasakan kepala yang masih nyut-nyutan Bu Haji bilang : ternyata ijin sudah ada di HP nya. Masak cuma tinggal send saja biaya paket datanya sampai 20Jt?. Lebih parah dari para preman pasar itu, yang cukup diberi lima ribu saja sudah jadi manis dan terima kasih. Yang ini tidak, ampyun negeriku ini. Masak mau usaha saja sulitnya minta ampun. Malah jadi ATM mereka. Pajak lain banyak Bu Haji?. Proposal masuk gag terhitung.

Kartosuwiryo
Saya kerja di perusahaan corporate pembiayaan. Mulai kredit mikro, kredit konsumsi kelas menengah, sampai kredit investasi kelas premium. Sangat ngga mudah mendapatkan debitur yg baik. Terutama segmen menengah bawah. Cek SLIK/BI checking sama sekali bukan jaminan. Ketambahan masih adanya oknum dispenduk yg bisa menerbitkan KTP aspal yg bisa menghapus jejak record SLIK. Diperparah kampanye ormas berkedok agama, bahwa mengemplang hutang riba ala yahudi adalah halal. Segment paling aman saat ini masih segment kelas atas. Record jelas, kapasitas mumpuni. Cuma memang godaan cashbacknya luar biasa. Banyak pengusaha hitam yg rela bayar mahal asal kreditnya disetujui. Trus kudu piye..? Ben dipikir pak Dahlan ae sing sek kober mikiri negoro.

heru santoso
Format komentar pilihan hari ini sudah berubah. Sudah enak dibaca. Sudah ada alenia nya juga. Jadi membacanya tidak bikin ngos-ngosan lagi. Komentar pilihan tanpa format itu selain gak nyaman dibaca, juga membuat lebih susah mengartikannya. Seperti baca guyon tingkat tingginya pak KoJo: sekarang selesai baca, tertawanya nanti lima menit kemudian. Apresiasi untuk teamnya Mas Tomy yang telah tidak lagi mempersulit pembaca. Hadiahnya minta Pak Bos. Usul saya: – Team IT nya dapat hadiah M6 nya Mas Tomy. – Denda D9 nya Pak DI dihadiahkan ke Mas Tomy. – Pak DI beli sendiri Xpeng X9 yang lebih wow itu. – Arek ndarjo itu nanti mesti minta sepatu ukuran 42 …..hehehehe

Taufik Hidayat
Wah tema ini kali ini cukup atau bahkan sangat menarik buat saya pribadi karena pernah belajar secara teori mengenai manajemen resiko yang tentunya sangat relevan dengan tema artikel kita. Omon omon soal crowding out tentunya mau tidak mau kita juga kudu memperhatikan faktir atau parameter yang memiliki nama cantik yaitu BETA. Bukan beta yang artinya saya dalam puisi atau lagu Tanah air Beta. Dalam perbankan manajemen risiko adalah seni menjaga keseimbangan , he he mirip pemain akrobat di sirkus deh. Yang dihadapi bukan hanya kredit macet atau NPL yang tinggi tapi juga likuiditas, tekanan pasar dan juga kebijakan moneter dan fiskal (he he tentunya tergantung siapa juga men Keu -nya) . Kalau kita main di pasar saham beta suatu bank menjadi cermin , jika beta lebih besar satu, maka lebih fluktuatif dibandingkan indeks . Nah investor mesti jeli melotot angka angka ini. Lalu fenomena crowding out akan muncul jika pemerintah mengeluarkan surat utang besar besaran, akibatnya dana masyarakat tersedot ke SBN yang relatif lebih aman. Maka bank menghadapi dilema, main aman dengan ikut ikutan membeli SBN atau tetap menyalurkan kredit dengan resiko lebih tinggi. Kesimpulan saya yg sok pinter adalah bank BUMN manajemen risiko bukan hanya sekedar prosedur melainkan seni pertarungan menjaga akal sehat, integritas, membaca beta dan tetal relevan meski dana masyarakat sudah dihisap SBN . Salam TH

Er Gham 2
Bank Himbara kelimpungan dititipi uang besar, ada yang dapat 55 triliun, ada yang 10 triliun. Harus diputar, tidak boleh dibelikan SBI buat disimpan kembali di BI. Pusing ya? Tenang bro boss. Khan masih ada banyak bank swasta bagus. Banyak dari mereka yang kesulitan pendanaan buat kredit sehingga harus nerbitin obligasi supaya dapat dana. Ajak mereka kredit sindikasi. Biarkan saja bank swasta yang jadi leader nya, bank Himbara sediakan uangnya. Bisa fifty fifty. Atau ajak kredit sindikasi ke temen temen BPD di daerah. Buat proyek proyek di daerah. Hanya kalau kredit sindikasi dengan BPD, usahakan jadi leadernya. Karena harus lebih hati hati. Pasti banyak proyek proyek kecil di daerah. Sekarang ekspor kelapa naik. Banyak pulau kecil yang bisa didayagunakan untuk ditanami kelapa. Atau tambah porsi kredit buat debitur yang selama ini tanam kelapa. Itu contoh saja. Tapi harus tetap hati hati pilih debitur. Jangan jor jor an lalu ciptakan ekonomi buble.

Er Gham 2
Tidak boleh dibelikan SBI. Tapi boleh khan dilempar ke pasar uang antar bank. Lempar saja ke pasar dengan bunga 4 persen. Masih untung dua persen. Tenor 3 bukan aja, khan kadang bank swasta pusing cari dana jika ada debitur nya yang lagi butuh top up kredit. Lempar ke pasar 4 atau 4,5 persen kayaknya lumayan menggoda buat bank swasta, karena bank swasta masih bisa lempar ke debitur nya 9 persen.

Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
DIREKTUR BANK DAN JALAN BARU.. Direktur bank itu memang pintar bermain posisi: 1). ke pemerintah bilang siap, 2). ke pemegang saham bilang aman, 3). ke kreditur bilang tenang. Mereka seperti pemain sepak bola yang jago dribel—tapi jarang mau shooting ke gawang. Masalahnya, bola kredit lebih sering mereka umpankan ke BUMN, bukan ke swasta. Lebih enak: debitur sedikit, jumlahnya besar, kalau macet pun ada alasan. Sementara ke UMKM? “Maaf, formulirnya kurang satu halaman lagi.” Jadi kalau Presiden Prabowo ingin bank kerja lebih keras, jangan harap kesukarelaan. Perlu aturan baru. Karena direktur bank itu tahu satu hal: risiko kecil lebih nikmat daripada mimpi 8 persen. Mereka memang bisa tersenyum lebar di rapat. Tapi di meja kredit, senyumnya cepat sekali hilang.

Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
SADEWA DAN CROWDING OUT.. Sadewa itu kembar paling bungsu. Nama kembarannya: Nakula. Wajahnya polos, hatinya lurus. Kalau disuruh memilih: ikut Pandawa atau ikut Kurawa, dia tidak akan rumit. Ikut yang benar saja. Bank-bank kita, sayangnya, bukan Sadewa. Kalau Presiden bilang: “delapan persen pertumbuhan!”, jawabannya manis: “siap, Pak!”. Tapi di hati kecil, siapa tahu. “Luhat nanti saja…”. Itu bukan polos, itu diplomatis. Crowding out ala Sri Mulyani pun persis cerita wayang. Kredit bank habis disedot BUMN. Swasta? Dapat sisanya, plus dimarahi kalau macet. Seperti Pandawa yang harus menanggung dosa Kurawa. Lalu muncul “bon patriot”. Rp50 triliun uang swasta dialihkan. Pertanyaan Sadewa pun sederhana: “itu uang benar-benar diputar, atau sekadar disimpan?”. Di sinilah pentingnya sikap Sadewa: Jujur, lurus, berani melawan arus kalau memang salah. Kalau bank tidak mau lebih kerja keras, ya harus ada aturan. Regulasi jadi “Batara Guru”-nya. Kalau tidak, ekonomi kita hanya akan jadi wayang. Lakonnya panjang, ceritanya seru, tapi ujungny, penonton sadar: Semua ini cuma tontonan.

rid kc
Kemarin saya kasih tebak-tebakan terkait program Menkeu yang baru ini. Ternyata dijawab Pak DI di edisi CHDI hari ini. Program 200 T ke bank himbara itu tidak akan direspon oleh Bank dengan baik karena mereka harus mengembalikan di akhir tahun. Sisa waktu yang pendek membuat bank itu berpikir keras. Akhirnya memilih zona aman saja. Kalau usulan pak DI harus bekerja lebih keras lagi kayaknya bank itu tidak akan melakukannya. Waktu 3 bulan untuk menyalurkan kredit ke swasta dengan proses yang rumit karena harus cek lapangan, verifikasi dan seterusnya akan membuat bank kalang kabut dan belum tentu kucuran kredit itu bikin ekonomi bergerak karena memang kondisi ekonomi lagi lesu. Semoga ada terobosan lain yang bikin ekonomi pulih kembali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button