Politik

Usulan Money Politics Dinilai Rentan Korupsi dan Penyakit Demokrasi

INDOPOSCO.ID – Usulan adanya pelegalan money politics atau politik uang sebagaimana yang diusulkan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hugua mendapat pertentangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Bagi KPK, money politics merupakan salah satu penyakit yang menggerogoti kehidupan demokrasi, salah satunya aksi “serangan fajar” yang dilakukan oleh oknum peserta pemilihan umum (pemilu).

“KPK selama ini konsisten mengkampanyekan Hajar Serangan Fajar, sebagai bentuk penolakan terhadap politik uang atau money politics. Esensi dari hajar serangan fajar ini ‘kan money politics yang kemudian itulah yang menjadi penyakitnya, menggerogoti demokrasi kita,” kata Juri Bicara Ali Fikri kepada wartawan, seperti dikutip, Jumat (17/5/2024).

Ali menuturkan, dalam paham yang menolak money politics termuat pendidikan politik agar masyarakat memilih calon pemimpin yang benar-benar sesuai dengan apa yang diperjuangkan.

Jika dalam pemungutan suara harus terjadi money politics, kata dia, maka sosok yang terpilih akan mencari keuntungan sebagai bentuk balik modal.

Ali menjelaskan, kajian KPK mengungkapkan seseorang yang menjadi kepala daerah harus mengeluarkan uang Rp30 sampai Rp50 miliar.

“Ketika menjabat nantinya dia harus mengembalikan modal, dan mengembalikan modal inilah yang menjadi pemicu untuk dia melakukan tindakan koruptif,” ujarnya.

Tak hanya KPK, kritikan juga datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tegas mengatakan pernyataan yang keluar dari seorang anggota DPR tersebut patut dicurigai, apakah yang bersangkutan sebelumnya memenangkan kontestasi dengan mengandalkan kekuatan money politics.

“Pernyataan bahwa kalau tidak dilegalkan akan banyak yang melakukan itu (money politics) secara kucing-kucingan, ini logika berpikirnya sudah sangat berbahaya, karena berpotensi makin melanggengkan praktik korupsi,” ujar Peneliti ICW Seira Tamara sebagaimana dikutip dari Tempo.

Sebab, biaya politik yang tinggi pada saat pencalonan turut andil dalam lingkaran korupsi politik. Dengan logika yang sama, kata dia, korupsi yang dibatasi supaya tidak kucing-kucingan tak menjamin lebih mudah diawasi

“Makanya, sekali lagi, logika berpikir anggota DPR ini aneh sekali,” ucap Seira. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button