Proyek PL Rp2,5 Miliar di RSUD Malingping Janggal

INDOPOSCO.ID – Hiruk pikuk penunjukan langsung (PL) proyek di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Malingping senilai Rp2,5 miliar terus berlangsung. Hal ini juga memancing Gubernur Banten Wahidin Halim ikut angkat bicara membela kebijakan yang dibuat oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten, Ati Pramudji Hastuti tersebut.
Selain Gubernur, juru bicara Gubernur Banten, Ujang Giri alias Ugi, juga ikut mengklarifikasi permasalahan tersebut melalui akun facebooknya yang menjelaskan, Peraturan Presiden (Perpres) nomor 12 Tahun 2021 khusunya Pasal 38, dengan mengharapkan tidak ada salah tafsir alam membaca sebuah aturan yang berlaku.
“Tidak semua proyek di atas Rp200 juta harus ditenderkan atau pengadaan langsung, tapi dapat juga melalui metode Penunjukan Langsung (PL) dalam keadaan tertentu,” terang Ugi.
Menurutnya, mengacu kepada Perpres nomor 12 tahun 2021 perubahan atas Perpres nomor 16 tahun 2018 pada pasal 38 ayat (1), metode pemilihan penyedia barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya terdiri atas a. E-purchasing; b. Pengadaan langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan; e. Tender.
“Pada pasal 38 Ayat (4) Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya dalam keadaan tertentu,” cetusnya.
Selain itu,kata Ugi, pada Ayat (5) kriteria barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijelaskan pada huruf g, barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten atau pihak yang mendapat izin dari pemegang hak paten atau pihak yang menjadi pemegang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah.
Menyikapi hal tersebut, pengamat kebijakan publik Banten, Ojat Sudrajat mengatakan, pengadaan proyek pengadaan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM RS) RSUD Malingping berdasarkan data yang dia miliki diawali tahun 2016, RSUD Malingping membeli 11 modul Aplikasi SIM RS senilai hampir Rp 400 jut yang bersumber dari APBD dan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), dengan kontrak dan metode Pengadaan Langsung (PL) kontraknya dengan PT. TU selaku penyedia aplikasi SIMRS Medifirst 2000.
“PT TU ini adalah mitra dari PT JS, PT. TU ditunjuk oleh PT. JS untuk memasarkan aplikasi SIMRS Medifirst 2000,” ungkap Ojat.
Selanjutnya, pada 2020 RSUD Malingping kembali menambah 4 Modul aplikasi yang nilainya hampir mencapai Rp200 juta dan melakukan kontrak dengan PT. JS langsung tidak dengan PT. TU lagi.
“Tahun 2021, karena RSUD Malingping ingin aplikasi SIMRSnya berbasis WEB serta memerlukan penambahan hardware dan infrastruktur yang mendukung aplikasi SIM RS Medifirst 2000 disamping Modul Aplikasinya,” terang dia.
Sementara untuk keperluan hardware dan infrastruktur serta modul aplikasi yang mendukung aplikasi SIM RS Medifirst 2000 yang telah dipasang di tahun 2016 dan Tahun 2020 lalu.
”Tahun 2021 RSUD Malingping kembali melakukan pengadaan yang diduga kembali menunjuk PT JS dengan alasan sebagai pemegang hak paten dari modul aplikasi medisfirst 2000 dengan nomor pendaftaran IDM00206655,” ungkapnya.
Padahal, kata Ojat, PT JS hanya memegang hak paten atas modul apliaksi tetapi tidak untuk hardware dan infrastrukur. Sedangkan pengadaan di 2021 untuk SIMRS RSUD Malingping yang mencapai nilai Rp2,5 miliar dan ditunjuk langsung adalah PT. JS selaku pemegang hak paten hanya modul aplikasinya saja.
”Kenapa juga PT. JS ditunjuk langsung untuk pengadaan hardware dan infrastruktur,” kata Ojat balik bertanya.
Menurut Ojat, khusus untuk Modul Aplikasi yang tahun pengadaan 2016 dan tahun 2020 sudah harus di upgrade untuk dapat bersinergi dengan Modul Aplikasi tahun 2021.
”Artinya dengan kata lain 15 Modul Aplikasi tahun 2016 dan tahun 2020 tersebut yang diduga di upgrade dengan 20 modul aplikasi tahun 2021, sehingga dengan secara tidak langsung di tahun 2021 ada 35 modul aplikasi yang di beli seharga Rp 2 miliar,” kata dia.
Agar tidak ada kecemburan di kalangan penguasa, kenapa tidak dilakukan tender untuk 35 modul aplikasi agar yang didapatkan semuanya adalah barang baru bukan upgrade.
Ojat mengatakan, penunjukan PT JU diduga tidak sesuai dengan Perpres nomor 12 Tahun 2021, karena PT JU bukan pemegang hak paten atas hardware dan infrastrukturnya,” tegasnya. (yas)