Paket Ekonomi 2025 Dinilai Belum Bisa Dorong Penguatan Daya Beli

INDOPOSCO.ID – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, program paket ekonomi 2025 belum mampu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan transaksi pembelian. Sebab, rangsangan ekonomi tersebut belum menggeliat.
“Stimulusnya biasa saja hanya lanjutkan program dan belum bisa dorong penguatan daya beli,” kata Bhima kepada INDPOSCO melalui gawai, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Ia mencontohkan, pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih apakah sudah menyerap tenaga kerja?. Banyak desa belum siap secara operasional, struktur organisasi belum solid, dan rencana usaha tidak jelas.
“Banyak persoalan teknis di lapangan sehingga kopdes belum efektif,” ujar Bhima.
Di sisi lain, ia menyoroti empat program paket ekonomi yang dilanjutkan pada 2026 yaitu, perpanjangan waktu pemanfaatan Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi wajib pajak UMKM, penyesuaian penerima PPh Final 0,5 persen bagi wajib pajak UMKM.
“Soal insentif pajak, selama ini UMKM juga membayar PPh 0,5 persen dari pendapatan, jadi kalau dilanjutkan ya tidak berdampak banyak,” ucap Bhima.
“Yang diusulkan Celios belum dipenuhi pemerintah misalnya menurunkan tarif PPN jadi 8 persen, menaikkan PTKP ke Rp7 juta per bulan sehingga disposable income-nya naik,” tambahnya.
Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Program Paket Ekonomi 2025. Paket ekonomi itu terdiri dari delapan program akselerasi pada 2025, empat program dilanjutkan pada tahun 2026, dan lima program penyerapan tenaga kerja.
“Tadi hadir rapat bersama pak Presiden, membahas terkait kebijakan yang akan diambil. Kita beri nama paket ekonomi tahun 20257,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terpisah dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jakarta, sore tadi.
Dua di antaranya, magang lulusan dari perguruan tinggi, kriteria maksimum fresh graduated 1 tahun. Baik itu S1, D3 dan yang lain itu dikerjakasamakan dengan sektor industri. Serta perluasan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP ditanggung pemerintah. “Yang kemarin sudah diberlakukan untuk sektor padat karya, akan dilanjutkan ke sektor pariwisata. Mulai hotel, restoran hingga kafe,” jelas Airlangga. (dan)