Pengamat Kritik Perayaan HUT RI ke – 80 : Hanya Ritual Tanpa Makna Substansial

INDOPOSCO.ID – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus, menegaskan bahwa Kemerdekaan yang dirayakan setiap tahun makin menjadi ritual rutin tanpa makna yang substansial.
Sebagai sebuah ritual, menurut Lucius, perayaan HUT itu dibikin sebegitu meriahnya. Tujuan utamanya nampaknya untuk “meninabobokan” rakyat agar tak menyadari kesulitan dan penderitaan yang nyata dihadapi.
“Jadi pesta HUT yang dibikin meriah ya agar rakyat lupa dengan kondisi nyata yang sesungguhnya,” kata Lucius kepada INDOPOSCO.ID, Senin (18/8/2025).
Jika pemerintah atau negara serius merefleksikan momentum kemerdekaan ke-80 tahun, maka dengan situasi sekarang ini, pemerintahan Prabowo Subianto, seharusnya bukan pesta meriah yang akan dipamerkan, tetapi kerja serius hingga keringat bercucuran.
“Kerja keras itu tidak sekadar omon-omon pakai teriak hingga berkeringat, tetapi melalui program-program yang sungguh-sungguh didasarkan pada kebutuhan riil masyarakat,” jelasnya.
Ia menegaskan, ada banyak program mercusuar yang diinisiasi Pemerintah sekarang. Mulai dari Sekolah Rakyat, MBG, Koperasi Merah Putih, dan Danantara.
Program-program ini, kara Lucius, datang dengan janji mulia untuk menyejahterakan rakyat, tetapi yang ada sebaliknya.
“Sejauh ini kesejahteraan rakyat yang dijanjikan belum terlihat. Demi program-program itu, negara melakukan efisiensi. Efisiensi berujung pada cekaknya perekonomian. Banyak rakyat yang kesulitan mencari kerja. Jadi program yang datang dengan janji menyejahterakan rakyat nyatanya membuat rakyat kesulitan juga,” cetusnya.
Kata Lucius, ada persoalan terkait manajemen tata kelola program sekaligus anggaran yang membuat program-program itu tak ampuh. Problem utama korupsi masih mengejar, sehingga program-program dengan anggaran raksasa itu dalam pelaksanaannya banyak dipandang sekedar proyek saja. Banyak yang mencari untung di tengah keterbatasan dari program-program itu.
“Jadi persoalan utama korupsi ini yang gagal dicarikan jalan keluarnya. Program semulia apapun, jika dikelola dengan semangat korupsi yang tinggi tak akan sampai pada rakyat secara maksimal,” tuturnya.
Persoalan korupsi ini yang nampaknya tak serius diupayakan. Perang melawan korupsi justru dibalas dengan belas kasih pada pelaku yang sudah dihukum.
“Ini menurunkan daya tawar melawan korupsi. Dan jika korupsi terus mengakar, maka percuma saja semua program mulia yang dicanangkan,” tukasnya.
“Keseriusan memberantas korupsi ini saya kira adalah salah satu bentuk mengisi kemerdekaan sesungguhnya. Karena korupsi ini adalah penjajah baru yang membuat birokrasi tak pernah maksimal melayani warga negara,” tegasnya.
Ia pun menyoroti pembebabasan bersyarat terhadap mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, terpidana korupsi e-KTP.
Menurut Lycius, negeri ini layaknya terbolak balik antara ucapan atau janji dengan realitas yang ada dalam pemberantasan korupsi.
Dia pun mengistilahkan hal itu seperti lagu berjdul “Tabola Bale” yang pada perayaan 17 Agustus 2025 di Istana Merdeka, Jakarta, dimeriahkan dengan nyanyian tersebut
“Lagu Tabola-Bale yang mengundang keriuhan perayaan HUT di istana sesungguhnya merupakan olokan ya bagi pemerintah. Penilaian ini sekurang-kurangnya jika kita melihat judulnya saja, karena isi lagu Tabola Bale sebenarnya lebih ke tema percintaan,” kata Lucius saat dihubungi INDOPOSCO.ID, Senin (18/8/2025).
“Judul Tabola Bale persis menunjukkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negara ini.Tabola bale kalau diterjemahkan lurus berarti terbolak balik, antara ideal dan kenyataan, khususnya dalam perang melawan korupsi,” sambungnya.
Ia pun mencontohkan hal terbaru adalah saat Presiden Prabowo Subianto berpidato di Sidang Tahunan MPR RI, pada Jumat (15/8/2025), yang dengan ucapan berapi-api berjanji memberantas korupsi, namun esok harinya, justru publik dikejutkan dengan pembebasan bersyarat Setya Novanto (Setnov).
“Mimpinya mau mengejar koruptor, siapapun mereka, mau petinggi TNI, POLRI yang jadi backing sampai kader partai. Presiden tak takut mengejar mereka jika korupsi atau bermain tambang ilegal. Tapi pekikan yang baru saja membahana di gedung MPR, pada moment sidang tahunan 15 Agustus 2025, eh, besoknya, Setya Novanto, seorang terpidana diputuskan bebas bersyarat padahal masa hukumannya masih sampai 2029 nanti,” cetusnya.
Tak hanya Setnov, ia juga menyoroti sejumlah orang yang mendapat pengampunan dari Presiden Prabowo dengan pemberian abolisi dan amnesti. terpidana yang
“Beberapa hari atau minggu yang lalu, terpidana korupsi juga.mendapatkan pengampunan langsung dari Presiden yang meneriakkan perang mengejar koruptor. Ini kan namanya tabola bale. Mau ngejar koruptor, setelah ketangkep malah dikasihani,” sindirnya.
“Jadi ketika mereka bergoyang menyanyikan lagu tabola bale, jangan-jangan mereka merayakan apa yang mereka lakukan,” pungkasnya. (dil)