Menkeu Terbitkan PMK 56/2025, Ini Pos-pos yang Terdampak Efisiensi Anggaran

INDOPOSCO.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani kembali menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ekonom Achmad Nur Hidayat mengatakan, terbitnya PMK 56/2025 untuk menjaga kesinambungan fiskal dan efektivitas penggunaan anggaran negara. Namun, dikatakan dia, rumusan masalah yang muncul adalah bagaimana memastikan efisiensi tersebut tidak sekadar menjadi pemangkasan administratif.
“Pemangkasan anggaran harus benar-benar menghasilkan APBN yang lebih sehat tanpa mengorbankan kualitas layanan publik, pembangunan daerah, serta perlindungan kelompok rentan,” ungkap Achmad melalui gawai, Minggu (10/8/2025).
“Di sinilah letak tantangan kebijakan, yakni menyeimbangkan pemotongan belanja dengan kebutuhan pembangunan dan pelayanan,” imbuhnya.
Menurutnya, efisiensi dalam APBN melalui PMK 56/2025 mengatur efisiensi dalam dua kelompok besar, yakni belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah (TKD).
Ia menyebut, total ada 15 pos belanja yang menjadi target pemangkasan, dari alat tulis kantor, kegiatan seremonial, seminar, kajian, pelatihan, honor kegiatan, percetakan, sewa, lisensi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan, perjalanan dinas, peralatan, hingga infrastruktur.
“Target penghematan berasal dari berbagai sumber anggaran (Rupiah Murni, PNBP, pinjaman/hibah, SBSN), dan hasil efisiensi diprioritaskan untuk program presiden,” katanya.
“Jika dana tidak terserap, dana tersebut dipindahkan ke sub bagian anggaran bendahara umum negara,” sambungnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, mekanisme pelaksanaan efisiensi cukup ketat. Kementerian/ lembaga harus mengidentifikasi pos yang bisa dihemat, mengajukan usulan revisi ke DPR, menunggu review Kemenkeu, lalu memperoleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan pagu efektif dan pagu yang diblokir.
“Hanya belanja prioritas, gaji pegawai, serta kegiatan yang menambah penerimaan negara yang dapat membuka blokir dengan persetujuan Presiden melalui Menkeu,” bebernya.
“Perlindungan pegawai non ASN (Aparatur Sipil Negara) juga diatur tegas, tidak boleh ada pengurangan selama mereka masih bekerja,” sambungnya. (nas)