Undang Eks Terpidana Suap, Komisi III DPR RI Dinilai Cederai Komitmen Antikorupsi Prabowo

INDOPOSCO.ID – Keputusan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengundang mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Jumat (4/7/2025), menuai kritik tajam dari pengamat politik Ray Rangkuti.
Menurut Ray, langkah itu mencederai semangat pemberantasan korupsi yang tengah digelorakan Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, Patrialis merupakan mantan terpidana kasus suap yang divonis pada 2017 oleh Pengadilan Tindak Pidana orupsi (Tipikor) Jakarta.
“Pertanyaannya, apa yang menjadi dasar Komisi III mengundang eks terpidana suap dalam forum terhormat seperti RDPU?,” ucap Ray, dalam keterangannya, Minggu (6/7/2025).
Ia menekankan persoalan ini bukan semata soal kapasitas atau keilmuan, namun menyangkut kepantasan moral dan integritas lembaga negara.
“Di tengah janji Presiden Prabowo yang akan mengejar koruptor sampai ke Antartika, Komisi III justru memberi panggung kepada tokoh yang pernah mencoreng wajah hukum,” ungkap Ray.
Yang lebih memprihatinkan, menurutnya, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman berasal dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), partai yang justru dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo.
“Tentu publik bertanya-tanya, di mana letak konsistensi antara visi besar presiden dan sikap kadernya di DPR?,” ujarnya.
Ia menilai, jika Gerindra ingin serius mendukung agenda besar Presiden, maka langkah konkret semestinya tidak hanya menghukum koruptor dan menyita aset mereka, tapi juga menutup rapat pintu lembaga negara bagi mereka yang pernah tercela karena korupsi.
“Alih-alih diberi sanksi berlapis seperti dikatakan Presiden, ini malah disambut dengan karpet merah,” jelas Ray.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan alasan pemilihan Patrialis Akbar sebagai narasumber terkait Putusan MK No 135/PUU-XXII/2024.
“Bukankah masih banyak mantan hakim MK yang terjaga integritas dan reputasinya? Kenapa harus memilih figur yang justru mengundurkan diri karena kasus suap,” tegasnya.
Ray menilai keputusan Komisi III ini tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga melemahkan pesan moral Presiden yang tengah menggencarkan perang terhadap korupsi.
“Ini bukan soal pribadi Patrialis semata, tapi soal ketegasan negara dalam memberi garis batas terhadap siapa yang pantas bicara di forum resmi negara,” pungkasnya. (fer)