Nasional

Kapal Tunu Pratama Tenggelam, Komisi V Desak Audit Sistem Keselamatan Pelayaran

INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi V DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali, yang telah menewaskan 6 penumpang.

Ia pun mendesak dilakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap pengawasan pelayaran dan keselamatan penumpang, mengingat tenggelamnya kapal Tunu Pratama Jaya ini adalah insiden ketiga dalam kurun waktu kurang dari dua pekan.

“Tentunya kami sangat berduka atas insiden kapal tenggelam ini, dan kami mengucapkan belangsukawa kepada para korban dan keluarganya. Saya berharap evakuasi dapat dilakukan dengan optimal sehingga semua korban dapat segera ditemukan,” kata Irine Yusiana Roba Putri dalam keterangan tertilisnya, Jumat (4/7/2025).

“Ini bukan sekedar insiden tunggal, tetapi sinyal sistemik dari buruknya manajemen keselamatan pelayaran kita yang perlu dievaluasi. Dalam 11 hari, tiga kecelakaan kapal terjadi di lintasan yang sama. Ada yang sangat keliru dalam sistem kita, entah itu dari sisi teknis, pemuatan, cuaca, atau bahkan kelonggaran pengawasan,” sambung Irine..

Seperti diketahui, KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam pada Rabu malam (2/7/2025) dengan membawa 53 penumpang, 12 kru, dan 22 kendaraan. Enam orang dinyatakan meninggal dunia, sementara sebanyak 30 orang dilaporkan belum ditemukan.

KMP Tunu Pratama Jaya diduga tenggelam karena mengalami kebocoran saat berlayar dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Dalam dua pekan terakhir, Selat Bali kembali menjadi pusat perhatian nasional akibat serentetan kecelakaan kapal penumpang yang terjadi hanya dalam rentang waktu 11 hari.

Rangkaian insiden ini diawali dengan kandasnya KMP Gerbang Samudra 2 di perairan Gilimanuk, Bali, pada Minggu pagi, 22 Juni 2025. Tim SAR berhasil mengevakuasi semua penumpang. Disusul sehari kemudian dengan peristiwa kandasnya KMP Agung Samudra 9 di perairan yang sama dan berpuncak pada tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya yang memakan korban.

“Tiga kecelakaan beruntun di jalur vital penyeberangan Jawa-Bali ini harus menjadi peringatan keras betapa pentingnya pembenahan sistem keselamatan pelayaran kita,” tegas Irine.

Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya tentu menambah daftar panjang kecelakaan laut di selat yang menghubungkan pelabuhan Gilimanuk dan Ketapang itu. Sebelumnya, pernah ada beberapa kapal yang mengalami kecelakaan saat menyeberangi Selat Bali.

Rentetan kecelakaan laut ini menjadi catatan Irine, sekaligus menunjukkan bahwa sistem keselamatan pelayaran di jalur vital Jawa-Bali masih lemah.

Selain itu menurut Irine, salah satu persoalan krusial yang kerap luput dievaluasi secara serius adalah ketidaktepatan data manifest dan simpang siurnya informasi saat kapal berlayar, yang berpotensi memicu risiko keselamatan.

“Saat sistem manifest penumpang dan muatan tidak akurat, operator bisa saja mengabaikan batas muatan aman, dan pada titik tertentu itu memicu bencana,” tuturnya.

Irine menilai, fakta peristiwa KMP Tunu Pratama Jaya memperlihatkan bahwa jeda waktu yang sangat singkat antara laporan kondisi darurat dan tenggelamnya kapal tak memberi ruang cukup untuk evakuasi dini.

Sebagai informasi, KMP Tunu Pratama Jaya dilaporkan tenggelam hanya 25 menit setelah lepas jangkar dari Pelabuhan Ketapang pada pukul 22.56 WIB. Lokasi tenggelam tercatat di koordinat 8° 9’32.35″S 114°25’6.38″E dan kondisi distress dilaporkan pada pukul 23.20 WIB sebelum akhirnya kapal benar-benar tenggelam pada 23.35 WIB.

Irine pun menyoroti kemungkinan faktor teknis kapal, termasuk stabilitas, struktur lambung, hingga kelayakan peralatan darurat. Namun ia juga menekankan bahwa faktor cuaca dan arus kuat Selat Bali yang dikenal ekstrem pada malam hari harus menjadi pertimbangan utama dalam evaluasi izin pelayaran di jam malam.

“Saat operator kapal diizinkan berlayar tanpa sistem peringatan dini yang solid dan data meteorologi yang akurat, kita sedang bermain dengan nyawa manusia,” ungkap Irine.

“Dalam sistem keselamatan pelayaran, tidak boleh ada ruang toleransi untuk ambiguitas data dan kelalaian prosedural,” pungkasnya menambahkan. (dil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button