Menteri Imipas Tegaskan KUHP Baru Utamakan Keadilan Restoratif

INDOPOSCO.ID – Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) menyambut diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan mulai efektif pada 2 Januari 2026.
Menteri Imipas, Agus Andrianto, menegaskan bahwa KUHP baru bakal membawa perubahan besar dalam sistem peradilan pidana, khususnya di bidang pemasyarakatan.
“KUHP baru ini tidak lagi sekadar menghukum, tapi menekankan pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Fokusnya pada keadilan restoratif,” katanya saat membuka Aksi Sosial Gerakan Nasional Pemasyarakatan Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025, di Setu Babakan, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).
Menurutnya, salah satu bentuk implementasinya adalah pidana kerja sosial dan pidana pengawasan.
Model ini menjadi alternatif hukuman penjara.
Lanjutnya, konsep ini sekaligus mendukung reintegrasi sosial bagi para klien pemasyarakatan.
“Sebanyak 2.217 klien pemasyarakatan serentak mengikuti aksi sosial di seluruh Indonesia. Ini bentuk komitmen kami untuk mendorong mereka berkontribusi positif kepada masyarakat,” ujarnya.
Agus menjelaskan, pemasyarakatan adalah mereka yang tengah menjalani proses bebas bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), dan cuti menjelang bebas (CMB).
Selain itu, warga binaan juga mendapat pembinaan keterampilan sejak di dalam lapas.
“Di setiap lapas kami siapkan balai kerja. Mereka dilatih agar memiliki kemampuan dan siap bekerja saat bebas. Ini juga mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan Presiden,” jelasnya.
Menteri Agus menambahkan, solusi atas persoalan overkapasitas lapas tidak bisa hanya mengandalkan pembangunan fasilitas baru, tapi harus dibarengi dengan penegakan hukum yang lebih adaptif.
“Salah satunya lewat perluasan program remisi dan pidana alternatif,” kata dia.
Senada, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Harkristuti Harkrisnowo, menyebut KUHP baru bakal menjadi tonggak perubahan besar bagi wajah lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
Prof Harkristuti optimistis, paradigma baru ini akan membuat pemasyarakatan lebih manusiawi sekaligus meringankan beban anggaran negara untuk pembangunan fasilitas penjara baru.
“Tidak semua pelanggaran harus berujung penjara. Ada pidana kerja sosial dan pengawasan yang bisa jadi solusi. Ini bisa menekan overcrowding yang memang sudah sangat parah,” pungkasnya. (fer)