Nasional

Panja Bahas UU Ketenagakerjaan Baru, BPJS Watch: Libatkan SP/SB di Dalamnya

INDOPOSCO.ID – Saat ini Panja (Panitia Kerja) Komisi IX DPR RI tengah membahas draft UU Ketenagakerjaan baru, yang merupakan amanat Putusan Mahkamah Kontitusi (MK)168/2024. Muatan UU Ketenagakerjaan baru ini akan mencakup klaster ketenagakerjaan di UU 6/2023 junto regulasi operasionalnya, UU 13/2003, Putusan MK, dan UU terkait lainnya.

“Pembuatan UU ketenagakerjaan baru ini harus melibatkan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh (SP/SB),” tegas Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui gawai, Rabu (18/6/2025).

Ia mengatakan, hal itu penting agar pemerintah dan DPR tidak jatuh kedua kalinya, seperti dalam putusan MK yang menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja tidak melibatkan SP/SB.

“Jadi pelibatan SP/ SB bukan formalitas semata, sesuai amanat Pasal 96 UU 13/2022 tentang Perubahan Kedua UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan,” katanya.

Ia mengusulkan UU Ketenagakerjaan baru nanti mengatur tentang kewajiban Pemerintah mengendalikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) maksimal 3 persen. Lalu, subyek pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan baru ini adalah pekerja di dalam hubungan kerja dan di luar hubungan kerja termasuk pekerja kemitraan online.

“Nantinya mengatur hak-hak normatif pekerja di luar hubungan kerja dan kemitraan,” terangnya.

Dikatakan dia, UU Ketenagakerjaan baru nanti juga memasukkan muatan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, mengatur tentang proses pembukaan lapangan kerja dan rekrutmen yang transparan dengan larangan meminta biaya dan menahan ijazah.

“Pemerintah juga harus membuat portal pembukaan lapangan kerja yang diinput oleh seluruh Perusahaan yang akan membuka lowongan kerja. Juga memasukkan UU 7/1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP).

“Ini untuk memastikan setiap perusahaan memiliki kewajiban melaporkan secara tertulis pada saat mendirikan, mengaktifkan kembali, mengubah tempat kedudukan perusahaan, atau membubarkan perusahaan,” katanya.

“Hal ini penting sekali agar Kemnaker memiliki data ketenagakerjaan yang menjadi sumber kebijakan dan program di bidang ketenagakerjaan. Selama ini WLKP tidak bermanfaat dan tidak dikelola dengan baik,” sambungnya.

Ia juga mengusulkan UU Ketenagakerjaan baru mengalokasi anggaran minimal 10 persen dari total anggaran Pendidikan 20 persen dari APBN untuk pelatihan kerja. Dan membentuk lembaga pelatihan vokasional nasional dan komite pelatihan vokasional.

“Mewajibkan Perusahaan Alih Daya (Outsourcing) dengan sertifikasi, dan tidak memberikan ijin kepada perusahaan alih daya yang sudah punya masalah pelanggaran hak-hak buruh,” tegasnya.

“UU baru harus mengembalikan aturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi maksimal 3 tahun dengan sekali perpanjangan dan memperkuat aturan tentang Kompensasi PKWT,” sambungnya

Dikatakan Timboel, UU Ketenagakerjaan baru harus mengembalikan ketentuan tentang Alasan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan Kompensasi PHK ke Tingkat UU, bukan diatur di PP, apalagi Permenaker.

“Kembalikan proses penetapan upah minimum dengan survey pasar,” ucapnya.

“Dan mewajibkan seluruh perusahaan membuat LKS Bipartit, walaupun pekerjanya di bawah 50 orang,” imbuhnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button