Permenkes KRIS, BPJS Watch: Tidak Boleh Bertentangan dengan UU dan Perpres

INDOPOSCO.ID – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini sedang membuat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Peraturan tersebut sebagai delegasi tindak lanjut amanat Pasal 46A ayat (3) Peraturan Presiden (Perpres) no. 59 Tahun 2024 yaitu mengenai bentuk kriteria dan penerapan KRIS diatur melalui permenkes.
Mendengarkan statement Menteri Kesehatan (Menkes) dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI tampak sekali Menkes ingin memaksakan penerapan KRIS. Satu ruang perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur.
Kemenkes juga menginginkan ketersediaan tempat tidur untuk pelayanan rawat inap kelas standar bagi pasien JKN paling sedikit 60 persen, dari seluruh tempat tidur rawat inap non intensif untuk rumah sakit (RS) yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dan 40 persen dari seluruh tempat tidur rawat inap non intensif untuk RS yang diselenggarakan oleh masyarakat.
“Seharusnya Menkes mematuhi amanat Pasal 96 UU 13/2022 tentang perubahan kedua UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu melibatkan masyarakat,” ujar Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui gawai, Sabtu (7/6/2025).
Sampai saat ini, menurutnya, tidak ada pelibatan masyarakat terkait pembuatan Permenkes ini. Padahal mereka terdampak langsung peraturan tersebut.
Sementara masyarakat seperti Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) menolak dengan tegas KRIS Satu Ruang Perawatan dan pembatasan akses tempat tidur di RS untuk pasien JKN.
Secara substansi, masih ujar Timboel, mengacu pada Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Pasal 50 dengan jelas memuat pengaturan rawat inap kelas 1, 2 dan 3. Dan seluruh tempat tidur yang ada di kelas 1, 2 dan 3 tersebut diberikan kepada pasien JKN tanpa pembatasan. Artinya tidak ada kuota pembatasan jumlah tempat tidur untuk pasien JKN.
Lalu, lanjut dia, mengacu pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Pasal 7 ayat (1) dengan sangat jelas diatur Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yang terdiri dari UUD 1945, TAP MPR, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
“Pada ayat (2)-nya disebutkan kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 8 menyebutkan beberapa peraturan perundangan termasuk salah satunya peraturan menteri,” jelasnya.
Ia menjelaskan, hierarki hukum Perpres lebih tinggi dari Peraturan Menteri. Oleh karena itu kekuatan hukum Perpres 82/2018 lebih tinggi dari Permenkes yang sedang disusun Menkes. Ini artinya, menurut Timboel, isi Permenkes yang sedang dibuat yang akan menerapkan KRIS Satu Ruang Perawatan dan membatasi tempat tidur bagi pasien JKN telah bertentangan dengan Pasal 50 Perpres 82/2018.
“Saya minta agar Menkes membuat Permenkes dengan mematuhi isi Pasal 96 UU 13/2022, Pasal 7 UU 12/2011 serta Pasal 50 Perpres no. 82 tahun 2018,” katanya.
“Tidak boleh proses pembuatan dan isi Permenkes bertentangan dengan isi peraturan perundangan yang lebih tinggi hierarki hukumnya yaitu UU 13/2022, UU 12/2011 serta Perpres 82/2018,” lanjutnya.
Seharusnya, dikatakan dia Menkes memaknai isi Pasal 46A ayat (3) dengan membentuk Permenkes yang tidak menerapkan KRIS Satu Ruang Perawatan dan tidak membatasi akses tempat tidur kepada pasien JKN.
“Penerapan KRIS sebaiknya dilakukan dengan bijak memperhatikan semua aspek, agar kualitas layanan meningkat, hak peserta diberikan sesuai dengan iuran yang dibayarkan,” terangnya. (nas)