APDESI: 20 Persen DD untuk Ketahanan Pangan di Desa

INDOPOSCO.ID – Sekjen Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Zaenal mengatakan, dalam Keputusan Menteri Desa PDT Nomor 3 tahun 2025, Ketahanan Pangan dialokasikan paling rendah sebesar 20 persen dana desa (DD) dan melibatkan Badan Usaha Milik (BUM) Desa, BUM Desa Bersama, atau kelembagaan ekonomi masyarakat di Desa.
Tujuannya adalah menjadikan BUM Desa, BUM Desa bersama, serta lembaga ekonomi masyarakat di 1 Desa lainnya sebagai pelaksana program dan kegiatan ketahanan pangan serta memastikan belanja Dana Desa paling rendah 20 persen sebagai penyertaan modal Desa kepada BUM Desa, BUM Desa bersama, atau investasi bagi lembaga ekonomi masyarakat di Desa lainnya.
“Untuk ketahanan pangan diputuskan dalam musyawarah Desa dan/atau musyawarah antar Desa,” kata Zaenal di sela-sela diskusi Panen News dengan tema ‘Pangan Berdaulat, Nusantara Kuat’ di Jakarta, Kamis (27/2/2024).
Selain itu, lanjut Zaenal, alokasi ini juga untuk mendukung pemberdayaan pelaku usaha di sektor pangan seperti petani, peternak, pembudidaya ikan, nelayan, dan pelaku usaha sektor pangan lainnya di Desa serta mengoptimalkan potensi ekonomi Desa dalam program dan kegiatan ketahanan pangan.
“Serta, menguatkan peran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memberikan
dukungan, fasilitasi, pembinaan dan pendampingan, layanan fungsional seperti bimbingan teknis, penyuluhan bagi pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan,” ungkapnya.
Dikatakan Zaenal, Desa menjadi subjek ketahanan pangan. Di antaranya adalah untuk meningkatnya tata kelola BUM Desa, BUM Desa bersama, serta lembaga ekonomi masyarakat di Desa lainnya dalam pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan. Dengan menciptakan akuntabilitas belanja Desa paling rendah 20 persen dalam pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan.
“Meningkatnya kapasitas produksi pangan lokal, kualitas 4 pangan, dan keberagaman pangan di Desa.
Meningkatnya pendapatan masyarakat yang bergerak di sektor usaha pangan (hulu dan/atau hilir), memperluas
lapangan pekerjaan, dan terwujudnya kesejahteraan 5 masyarakat Desa,” katanya.
Meski demikian, ada beberapa permasalahan ketahanan pangan di desa, bervariasi, tergantung pada faktor-faktor lokal yang ada, seperti akses terhadap sumber daya alam, ekonomi, dan kebijakan pemerintah.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Riset Sosial Ekonomi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) A. Rita Tisiana Dwi Kuswardhani menambahkan, urban farming atau pertanian perkotaan merupakan praktik bercocok tanam dan memelihara hewan ternak di perkotaan.
“Urban farming dapat menjadi solusi ketahanan pangan di perkotaan karena dapat memanfaatkan lahan terbatas melalui praktik budidaya, pemrosesan dan distribusi bahan pangan di atau sekitar kota. Urban farming meliputi pertanian, peternakan dan perikanan,” kata Rita.
Menurut Rita, manfaat dari urban farming untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, komunitas dan masyarakat kota 10 persen hingga 20 persen kebutuhan pangan.
Selain itu, hasil urban farming dapat mengurangi pengeluaran, menambah pendapatan dan menyerap tenaga kerja, mengurangi potensi sampah/limbah akibat food loss dan food waste dan mendorong sosiopreneur dengan berbagi hasil panen untuk meningkatkan akses pangan kelompok rentan
“Dan yang penting, menjadi sarana edukasi, rekreasi dan kesehatan Masyarakat, meningkatkan pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA),” ujarnya. (nas)