Duh, Pengeluaran Belanja Keluarga untuk Rokok dan Tembakau Setara Protein Hewani

INDOPOSCO.ID – Pengeluaran belanja keluarga untuk rokok dan tembakau hampir setara dengan pengeluaran untuk protein hewani. Hal ini berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023.
Pernyataan tersebut diungkapkan Dirjen Kesehatan Primer dan Komunitas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi dalam keterangan, Selasa (28/1/2025).
Ia menyebut, menurut data tersebut berbagai kuintil pengeluaran, persentase belanja untuk rokok dan tembakau cukup signifikan. Pada kuintil 1 tercatat pengeluaran sebesar 11,54 persen, kuintil 2 sebesar 13,39 persen, kuintil 3 sebesar 14,17 persen, kuintil 4 sebesar 14,30 persen, dan kuintil 5 sebesar 11,35 persen.
Di sisi lain, lanjut dia, pengeluaran untuk protein hewani, yang mencakup ikan, udang, cumi, kerang, daging, telur, dan susu, juga menunjukkan angka yang signifikan. Pada kuintil 1, pengeluaran untuk protein hewani mencapai 14,83 persen, kuintil 2 sebesar 16,27 persen, kuintil 3 sebesar 17,26 persen, kuintil 4 sebesar 18,41 persen, dan kuintil 5 sebesar 20,6 persen.
Ia menegaskan, tidak hanya rokok dan tembakau, tantangan di bidang gizi semakin kompleks dan beragam, termasuk masalah gizi kurang, kekurangan mikronutrien, serta overweight atau obesitas.
“Indonesia mengalami 3 masalah besar terkait gizi, yaitu gizi kurang (undernutrition), kekurangan mikronutrien, dan overweight atau obesitas,” bebernya.
“Salah satu masalah yang signifikan adalah stunting pada balita mencapai 21,5 persen, sehingga berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia kita,” imbuhnya.
Menurut dia, masalah gizi kurang pada balita tercatat 8,5 persen, sedangkan anemia pada remaja mencapai 16,3 persen dan anemia pada ibu hamil 27,7 persen. Selain itu, overweight pada remaja tercatat 12,1 persen, sedangkan obesitas pada orang dewasa juga menjadi perhatian serius.
“Pola makan masyarakat Indonesia saat ini memunculkan kekhawatiran tersendiri. Konsumsi protein hewani pada balita masih rendah, yakni hanya 21,6 persen,” katanya.
“Sementara konsumsi minuman manis tinggi mencapai 52 persen, makanan asin 32 persen, makanan instan 11 persen, dan penggunaan penyedap rasa tercatat 78 persen. Bahkan, 65 persen masyarakat Indonesia cenderung tidak sarapan setiap hari,” lanjutnya.
Ia menuturkan, data tersebut menunjukkan bahwa tantangan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia masih sangat besar. Salah satu upaya penting adalah mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung banyak gula, garam, dan lemak serta meningkatkan konsumsi makanan bergizi seimbang.
“Untuk itu, kita perlu memberikan prioritas pada pola makan yang bergizi seimbang, terutama bagi anak-anak,” ucapnya.
“Makanan bergizi seimbang harus mencakup beragam jenis makanan, termasuk sayur dan buah, serta lauk yang kaya protein,” imbuhnya. (nas)