BEM SI Sebut Permendikbudristek 2/2024 Sebabkan Kenaikan UKT

INDOPOSCO.ID – Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) belakangan ini di perguruan tinggi negeri (PTN), karena adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024.
Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Isu Perguruan Tinggi BEM SI Maulana Ihsanul Huda dalam siaran YouTube, Minggu (19/5/2024).
Ia menjelaskan, Permendikbudristek ini berpengaruh pada aturan lain yaitu Keputusan Mendikbudristek Nomor 54 Tahun 2024.
“Kenaikan UKT mengacu pada Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 dilanjutkan Kepmendikbudristek Nomor 54 tahun 2024 yang mengatur tentang SSBOPT,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, di Universitas Soedirman (Unsoed) pihaknya sudah melakukan berbagai upaya. Mulai dari aksi demonstrasi, audiensi berbicara langsung dengan pihak rektorat. “Nilai UKT masih belum mengalami perubahan signifikan,” ucapnya.
“Ini bukan di Unsoed saja. Di Universitas Mataram, Universitas Bengkulu, Universitas Negeri Yogyakarta, UNS, Undip, Unes, UIN Jakarta, Unbraw juga sedang mengalami kenaikan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan tidak semua lulusan sekolah lanjut tingkat atas (SLTA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) wajib masuk ke perguruan tinggi.
Alasannya perguruan tinggi termasuk ke dalam tertiary education atau edukasi tersier, bukan wajib belajar. “Pendidikan tinggi ini adalah tersiery education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Tjitjik Srie Tjahjandarie.
Menurut Tjitjik, pendidikan tinggi berbeda dengan wajib belajar, yakni pendidikan tingkat sekolah dasar hingga SLTA/SMK. Namun Tjitjik menegaskan, pemerintah tetap melarang adanya komersialisasi perguruan tinggi negeri. Karena sudah jelas diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Di mana, selain melarang adanya komersialisasi, perguruan tinggi negeri juga harus bersifat inklusif.
“Perguruan tinggi itu harus dapat diakses oleh masyarakat yang punya kemampuan akademik tinggi, baik dari yang kurang mampu maupun yang kaya atau yang mampu. Ini sudah kebijakannya,” ujarnya. (nas)