Nasional

Putusan MKMK Tidak Bisa Anulir Pencalonan Gibran sebagai Cawapres

INDOPOSCO.ID – Jika putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengabulkan permohonan atas pelanggaran kode etik hakim MK, maka akan berdampak pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim MK.

Pernyataan tersebut diungkapkan pengamat hukum Ismail Rumadan kepada INDOPOS.CO.ID, Rabu (1/11/2023). Ia mengatakan, jika putusan MKMK tersebut menyatakan bahwa hakim MK terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim, maka sanksi yang paling berat adalah pemecatan hakim bersangkutan.

“Namun putusan MKMK tersebut tidak bisa menganulir putusan MK yang sudah berkekuatan hukum tetap. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat,” jelasnya.

“Tidak ada lagi upaya hukum. Sementara MKMK bukan lembaga peradilan yang menguji putusan MK. Sehingga putusan MKMK tidak berdampak pada pencalonan Gibran,” imbuhnya.

Namun ada kemungkinan, lanjutnya, apabila putusan MK tersebut tidak dapat dilaksanakan (non executable), maka itu bisa berdampak pada pencalonan Gibran sebagai Cawapres.

“Menurut Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023, terdapat tiga jenis sanksi terhadap hakim yang terbukti melakukan pelanggaran etik, yaitu sanksi teguran, sanksi peringatan, dan dan sanksi pemberhentian,” ungkapnya.

Sanksi pemberhentian, lanjut dia, meliputi pemberhentian secara terhormat dan pemberhentian secara tidak terhormat. “Dalam kasus ini menurut prediksi saya, jika terbukti dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK yang mengadili perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, kemungkinan besar hanya mendapat sanksi teguran saja, tidak sampai pada penjatuhan sanksi berat,” ujarnya.

“Sebab kasus ini memiliki gesekan politik yang sangat sengit, sehingga kemungkinan pertimbangan yang diambil oleh Majelis MKMK lebih beraroma politik ketimbang pertimbangan hukum dan etik,” imbuhnya.

Dia berharap, agar kasus ini tidak berhenti saja pada persoalan etik, namun perlu untuk diselidiki dugaan pelanggaran pidana yakni indikasi adanya permufakatan jahat.

“Ini bisa terbaca pada status dan kedudukan pemohon yang mengajukan gugatan tersebut tidak memiliki legal standing dan kepentingan hukum terkait syarat pencalonan presiden maupun wakil presiden,”ujarnya.

“Bahkan terkesan pemohon sendiri tidak begitu paham terkait materi yang diajukan ke MK tersebut,” imbuhnya. (nas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button