Ini Penjelasan BSN, Terkait SNI Bangunan Tahan Gempa

INDOPOSCO.ID – Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait antisipasi bahaya gempa, salah satunya SNI 1726:2019 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung.
Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN Nasrudin Irawan mengatakan, SNI antisipasi bahaya gempa sebagai hasil revisi dari SNI 1726:2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung. Saat ini SNI 03-1726-2002 yang terakhir direvisi menjadi SNI 1726:2019 telah diadopsi menjadi regulasi SNI yang berlaku wajib oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam SNI tersebut, menurut Nasrudin, memuat persyaratan minimum yang harus dipenuhi baik menyangkut beban, tingkat bahaya, kriteria yang terkait, serta sasaran kinerja yang diperkirakan untuk bangunan gedung, struktur lain, dan komponen nonstrukturalnya yang memenuhi persyaratan peraturan bangunan.
“Salah satu contoh dalam SNI ini mensyaratkan kita harus menghitung beban dari struktur bangunan yang dikombinasikan dengan kekuatan desain bangunan dengan kekuatan goncangan seperti gempa, sehingga bangunan bisa beradaptasi atau menahan kekuatan goncangan gempa,” ujar Nasrudin Irawan, Senin (15/2/2021).
Beberapa produk bangunan seperti baja, dan semen, dikatakan Nasrudin, wajib memenuhi SNI, apabila baja dan semen yang digunakan tidak ber SNI, maka tidak bisa dipastikan beton yang dihasilkan sesuai dengan kekuatan yang telah diperhitungkan.
“Dengan bahan material berSNI dan proses pembangunannya memenuhi persyaratan SNI 1726:2019, unjuk kerja bangunan akan melampaui kekuatan yang dibutuhkan, sehingga mengurangi risiko keruntuhan akibat goncangan,” katanya.
Nasrudin menyebut, untuk menghitung beban seperti dalam SNI 1726:2019 dilakukan berbasis risiko atau berdasarkan kategori risiko struktur bangunan gedung dan nongedung terhadap pengaruh gempa yang terbagi dalam empat kategori risiko.
“Untuk kategori risiko I adalah gedung dan nongedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, di antaranya: fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan; fasilitas sementara; gudang penyimpanan; serta rumah jaga dan struktur kecil lainnya,” bebernya.
Lalu untuk kategori risiko IV, lanjutnya, adalah gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang penting, seperti: gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, rumah ibadah; rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat, fasilitas pemadam kebakaran, ambulans dan kantor polisi.
“Struktur bangunan gedung dan nongedung harus didesain menggunakan kombinasi pembebanan berdasarkan beban gedung hingga beban yang dinamis seperti furniture dan orang,” katanya. (nas)