Sarana Jaya Hormati Proses Hukum dan Tegaskan Transparansi di Era Manajemen Baru

INDOPOSCO.ID – Manajer Komunikasi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan (PP) Sarana Jaya, Tika Sarah Permata menekankan bahwa Sarana Jaya menghormati proses hukum di KPK terkait dugaan keterlibatan dua mantan petinggi perusahaan Sarana Jaya.
“Kami berkomitmen mendukung penuh penegakan hukum oleh KPK. Terkait kasus mantan Direktur Utama dan mantan Direktur Pengembangan, yang kini sudah tidak lagi menjabat,” katanya kepada indopos.co.id pada Senin (23/9/2024).
Ia menegaskan bahwa Sarana Jaya telah memiliki manajemen baru, dan dengan manajemen baru ini, pihaknya terus berupaya meningkatkan penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance).
“Kami siap bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menyelesaikan kasus ini. Sejak pergantian manajemen, Sarana Jaya telah mengambil langkah-langkah signifikan dalam menerapkan kebijakan terkait serta memperkuat pengawasan internal,” ujarnya.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menciptakan perusahaan yang lebih bersih, transparan, dan bertanggung jawab dalam mendukung pembangunan Jakarta sebagai kota global.
“Komitmen kami untuk menciptakan perusahaan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab dalam mendukung pembangunan Jakarta sebagai kota global,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, yang melibatkan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) dan PT. Totalindo Eka Persada.
KPK telah menetapkan lima tersangka, termasuk YCP, mantan Direktur Utama PPSJ, dan ISA, mantan Direktur Pengembangan, yang diduga merugikan negara sebesar Rp 223 miliar.
Kasus ini berawal pada Februari 2019, ketika PT TEP berencana membeli enam bidang tanah dari PT NKRE. Meskipun harga tanah ditetapkan Rp 3 juta per meter persegi, PPSJ tidak melakukan penilaian harga secara resmi, dan YCP diduga mengetahui bahwa harga wajar tanah tersebut tidak sampai Rp 2 juta per meter persegi.
Proses pengadaan tanah berubah dari skema Kerja Sama Operasional (KSO) menjadi pembelian langsung, dengan total pembayaran mencapai Rp 370 miliar.
YCP diduga menerima Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk mempermudah transaksi, serta mendapatkan fasilitas dari PT TEP untuk menjual aset pribadi.
Pengadaan tanah ini juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merekomendasikan tindakan lebih lanjut kepada Direksi Sarana Jaya. (fer)