Freeport Langgar UU Cipta Kerja, BPJS Watch: Jaminan Sosial Eks Pekerja Harus Tetap Aktif

INDOPOSCO.ID – Perusahaan tidak semestinya memberhentikan iuran jaminan sosial (Jamsos) sebelumnya adanya keputusan inkrah dari pengadilan terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui gawai, Selasa (12/8/2025).
Ia mengatakan, PHK dinyatakan sah apabila memenuhi dua unsur, yakni ada perjanjian bersama (PB) antara pekerja dan perusahaan yang didaftarkan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) dan adanya putusan pengadilan hubungan industrial (inkrah).
“Kalau kedua dasar ini belum ada, maka hubungan perusahaan dan pekerja masih terjadi,” ujarnya.
Dan, lanjut dia, apabila merujuk pasal 157 A undang-undang (UU) Cipta Kerja, maka perusahaan wajib membayarkan upah kepada pekerja.
“Dengan adanya upah itu, maka iuran jaminan sosial pekerja wajib dibayarkan,” katanya.
“Ini supaya kepesertaan pekerja masih aktif. Sehingga Jaminan atas kecelakaan, kematian hingga hari tua masih ada,” imbuhnya.
Ia menegaskan, dengan pemutusan iuran sepihak oleh PT Freeport kepada eks pekerja jelas melanggar hukum. Karena keputusan PHK secara resmi Freeport belum memenuhinya dua unsur tersebut.
“Kalau kemudian ada korban meninggal dari pekerja akibat tidak mendapatkan layanan kesehatan dari jaminan sosial ini disebabkan lemahnya pengawasan pemerintah,” terangnya.
Semestinya, masih ujar Timboel, kasus eks pekerja Freeport tidak terjadi. Seperti ketidakpastian kepesertaan jaminan sosial. Sebab, menurutnya, dengan tidak dibayarkan iuran jaminan sosial tersebut merupakan kesalahan mendasar, yang menyebabkan eks pekerja Freeport termarjinalkan.
“Pengawas ketenagakerjaan (Wasnaker) harus tegas. Kalau perusahaan digugat, prosesnya akan lama,” ujarnya.
Lebih jauh ia menambahkan, sejati dalam proses PHK, seharusnya perusahaan harus proaktif untuk mendapat dua unsur tersebut. Baik itu PB ataupun keputusan inkrah dari pengadilan.
“Apabila 2 unsur ini tidak ada, maka Freeport harus tetap membayar upah kepada pekerja,” terangnya.
“Sehingga pekerja tetap terlindungi, karena dengan iuran, kepesertaan tetap aktif,” imbuhnya.
Untuk mencegah PHK sepihak, menurutnya, pemerintah harus memiliki Wasnaker yang bertugas untuk memastikan proses PHK secara adil. Sehingga tidak ada lagi perusahaan yang semena-mena melakukan PHK tanpa memenuhi hak dasar pekerja.
“Secara substansi hukum UU 2/2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, perusahaan harus proaktif memenuhi 2 unsur tersebut. Kalau tidak maka Pasal 157 A harus tetap dijalankan oleh perusahaan,” ujarnya.
Sebelumnya, lebih dari 200 eks pekerja PT Freeport dinyatakan meninggal dunia akibat tidak mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh pemutusan sepihak PT Freeport atas kepesertaan jaminan sosial.
Diketahui Komnas HAM menerima laporan mengenai eks karyawan Freeport yang meninggal dunia itu sesuai dengan tulisan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua dalam laman resmi YLBHI, yang tayang pada 22 Juni 2024. Dalam laporan tersebut menyebutkan perjuangan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia telah memasuki 7 tahun terhitung sejak tanggal 1 Mei 2017 sampai dengan 1 Mei 2024. Dan mereka tidak mendapat hak-hak dasar. (nas)