Targetkan RUU KUHAP Selesai dalam Dua Masa Sidang, Komisi III Fokus Pada Restorative Justice dan Perlindungan HAM

INDOPOSCO.ID – Komisi III DPR RI telah selesai melakukan penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Selanjutnya, pada masa persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 mendatang, Komisi III akan segera melakukan pembahasan RUU KUHAP dan ditargetkan selesai dalam dua kali masa sidang.
Komitmen tersebut disampaikan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di hadapan media dalam konferensi pers, pada Kamis (20/3/2025), di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.
“Kalau bisa jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang, Insya Allah, siap,” ujar Habib.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa RUU KUHAP tidak memiliki terlalu banyak pasal, hanya kurang dari 300 pasal, berbeda dengan UU KUHP yang memiliki lebih dari 700 pasal.
Ia pun meyakini bahwa pembahasan RUU KUHAP tidak akan menimbulkan banyak perdebatan karena fokus utamanya adalah memperkuat hak-hak orang yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai tersangka, saksi, maupun korban.
“Kemudian saya pikir tidak akan banyak dispute di (RUU) KUHAP ini. Karena konsepnya adalah memperkuat hak-hak orang yang bermasalah dengan hukum. Apakah sebagai tersangka, sebagai saksi, sebagai korban, kita perkuat hak-haknya,” jelasnya.
Komisi III DPR RI berencana memulai pembahasan RUU KUHAP pada awal masa sidang mendatang. Namun, jika disepakati oleh anggota komisi, rapat kerja awal kemungkinan dapat diadakan minggu ini.
“Jadi kickoff pembahasannya kemungkinan awal masa sidang besok. Karena ini kan sudah mau libur Lebaran, teman-teman, tinggal berapa hari. Tapi kalau teman-teman komisi nanti menyepakati, kami akan mengadakan rapat sirkuler, raker awalnya minggu ini, tidak apa-apa juga, tidak ada masalah,” ungkapnya.
RUU KUHAP yang baru diharapkan dapat menciptakan sistem peradilan pidana di Indonesia dapat menjadi lebih baik dan lebih adil bagi semua pihak. Pembahasan RUU KUHAP baru tersebut diketahui juga dilakukan dengan mempertimbangkan KUHP baru yang akan berlaku pada Januari 2026.
Selain itu, langkah ini diambil setelah Surat Presiden (Surpres) terkait RUU tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.
“KUHAP ini menggantikan KUHAP lama yang sudah berlaku sekitar 44 tahun ya karena (dari tahun) 1981 sekarang 44 tahun dan tentu kita harus menyesuaikan juga dengan KUHP baru yang akan berlaku 1 Januari 2026,” ujarnya.
Beberapa hal yang digarisbawahi Habiburokhman dalam pembahasan KUHAP baru tersebut diantaranya adalah tidak akan mengubah kewenangan aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana. Polri tetap menjadi penyidik utama, dan Jaksa tetap menjadi penuntut tunggal.
“KUHAP baru mengandung banyak perbaikan karena menyesuaikan dengan KUHP baru yang menganut nilai restorasi, restitusi, dan rehabilitasi,” jelasnya.
Salah satu fokus utama, katanya adalah pencegahan kekerasan dalam penyidikan, dengan mewajibkan pemasangan CCTV di setiap ruang pemeriksaan dan penahanan.
Selain itu, KUHAP baru memperkuat peran advokat, yang kini dapat menyampaikan keberatan jika terjadi intimidasi terhadap kliennya. Advokat juga dapat mendampingi saksi dan korban, tidak hanya tersangka.
KUHAP baru juga memaksimalkan restorative justice atau keadilan restoratif yang merupakan pendekatan dalam sistem peradilan pidana yang berfokus pada pemulihan kerugian korban dan perbaikan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat.
“Yang paling penting, KUHAP baru memaksimalkan restorative justice. Kami buat satu bab khusus restorative justice. Jadi, mulai penyidikan, penuntutan, sampai persidangan, bisa dilakukan restorative justice,” ungkapnya.
Konsep restorative justice ini menekankan pada pemulihan kerugian korban, bukan semata-mata menghukum pelaku, dengan melibatkan korban dan pelaku dalam penyelesaian perkara. Contoh kasus yang diberikan adalah kasus pencurian kecil, seperti mengambil cokelat atau kayu, yang kini dapat diselesaikan melalui restorative justice.
“Jadi dihukum oleh putusan pengadilan, tapi putusannya adalah perbuatan yang terbukti tetapi dimaafkan dan tidak dikenai hukuman. Itu di KUHAP yang baru yang kita coba maksimalkan,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Hal lain yang juga dibahas dalam KUHAP baru adalah pengaturan soal hak-hak kelompok rentan, yakni perempuan, difabel, dan lanjut usia. yang sering menghadapi kendala dalam proses hukum. Mereka akan mendapat perhatian khusus dan dilindungi hak-haknya.
Sementara itu, syarat penahanan juga diperketat untuk mencegah penahanan sewenang-wenang sebelum proses persidangan. “Kalau yang sekarang kita bikin pengaturan adanya upaya melarikan diri berarti sudah ada perbuatan permulaan untuk melarikan diri, menghilangkan alat bukti, atau mengulangi tindak pidana, tambah banyak lagi syarat. Jadi nggak gampang sewenang-wenang orang ditahan sebelum proses persidangan,” imbuhnya.
Untuk itu, ia berharap masyarakat dapat berpartisipasi dalam memberikan masukan dan aspirasi terhadap penyusunan KUHAP baru yang rencananya akan diselesaikan pembahasannya dalam dua kali masa sidang kedepan. (dil)