Pengamat Nilai Putusan MK 90 Sarat Nepotisme untuk Kepentingan Politik Dinasti Jokowi

INDOPOSCO.ID – Peneliti senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai krisis konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90/PUU-XXI/2023 akan membawa dampak serius pada kehidupan demokrasi ke depan.
Hal itu lantaran dirinya menilai keberadaan Ketua MK Anwar Usman atas putusan itu sarat nepotisme guna melanggengkan politik dinasti keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dia mengungkapkan hal itu berdampak mengerikan dari kondisi saat ini ketika dibiarkan berlarut adalah hancurnya demokrasi rasional.
“Ya hancurnya demokrasi rasional,” tegas Firman Noor saat dihubungi pada Selasa (7/11/2023).
Menurutnya, demokrasi dibangun berlandaskan rasionalitas, bukan ikatan kekeluargaan atau keturunan. “Kalau seseorang secara rasional dari sisi pengalaman lebih banyak, kemampuan lebih baik, lebih teruji itu harus. Kalau dari anak kemarin sore simply (hanya karena) punya DNA yang sama dengan penguasa, itu demokrasi apa? Saya tidak mengerti itu,” jelasnya.
Menurut dia, yang terjadi di Indonesia adalah politik dinasti. Para elit hanya bekerja atas dasar kepentingan mereka sendiri, tanpa mempertimbangkan pilihan masyarakat banyak, tanpa mempertimbangkan kehidupan politik di masa depan.
“Yang terjadi saat ini adalah ada proses yang nir-partisipasi dalam penentuan pengkandidasian orang-orang yang berhak maju atau tidak. Penentunya di sini, sayangnya adalah ikatan keluarga. Porsi ikatan keluarga lebih besar, bukan pertimbangan yang lain-lain,” pungkasnya.
Sebelumnya, profesor Politik Islam Global asal Australia, Greg Barton mengatakan langkah Jokowi melakukan segala cara untuk meloloskan anaknya sebagai Cawapres merupakan tindakan yang terburu-buru.
“Sayang sekali dia (Jokowi) mau campur tangan dalam urusan keluarga. Kalau bisa lebih sabar, pasti orang tidak keberatan kalau anaknya dikasih dan disiapkan untuk masa depan. Tapi, ini seolah terlalu terburu-buru,” tegas Greg dalam podcast yang dipandu Akbar Faisal.
Dia menilai, putusan MK beberapa waktu lalu itu banyak membuat orang kecewa. Kemudian, hal ini berdampak pada wajah demokrasi di Indonesia. “Dalam beberapa hal ada pemerosotan demokrasi di bawah pemerintahan Pak Jokowi,“ tuturnya.
Sementara itu, pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, meski ditinggal kawan lama, namun sikap Presiden Jokowi jelas. “Bagi Jokowi pasti jalan terus. Semua sudah terjadi. Gibran sudah daftar ke KPU berdampingan dengan Prabowo Subianto. Bagi Jokowi tak ada lagi melihat ke belakang,“ kata Adi.
Dia pun menilai meski teman lama seperjuangan di PDIP meradang. Hubungan keluarga Jokowi dengan partai yang membesarkan, PDIP bagai api dalam sekam. “Tidak ada yang mundur, tidak ada komunikasi. Tapi memang harus diakui bahwa saat ini Jokowi melawan pendukungnya sendiri yang selama ini pasang badan untuk membela Jokowi,” tegas Adi lagi.
Menurut Adi, hubungan Jokowi dengan ‘kawan lama’, sebut saja mantan Wali Kota Solo, FX Rudi, tokoh PDIP Solo, Seno Kusumoharjo, atau bahkan para petinggi PDIP tidak baik-baik saja. Dan, retaknya hubungan mereka tidak menguntungkan Jokowi.
“Secara persepsi tak menguntungkan Jokowi. Karena mereka meninggalkan Jokowi bukan hanya dengan luka hati, tapi dengan mengkritik habis Jokowi. Meski kini Jokowi mendapat kawan baru dari koalisi baru (Koalisi Indonesia Maju), namun Jokowi kehilangan orang-orang yang setia pasti sangatlah merugikan,” pungkasnya. (dil)