Pengelolaan Stok dan Harga Pangan Kian Krusial di Penghujung Tahun

INDOPOSCO.ID – Stabilitas pangan kembali menjadi isu strategis jelang pergantian tahun. Meski catatan produksi beras nasional sepanjang Januari–September 2025 menunjukkan tren surplus, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pentingnya kewaspadaan menghadapi periode rawan pasokan di akhir tahun.
“Kita semua perlu melihat pentingnya pengelolaan stok pangan dan memperhatikan tren produksi, karena pada periode November, Desember 2025, dan Januari 2026, produksi padi bulanan secara historis berada di bawah tingkat konsumsi bulanan,” ujar Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, Jumat (19/9/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada Januari–September 2025 mencapai 28,22 juta ton. Angka ini naik 12,70 persen atau 3,18 juta ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan konsumsi sebesar 23,21 juta ton, neraca beras pada periode tersebut masih surplus 5,01 juta ton.
Arief menilai capaian itu merupakan kabar baik, tetapi tetap perlu diimbangi dengan langkah antisipatif.
“Ini tentu capaian positif yang harus kita syukuri. Namun kita juga tidak boleh lengah, sebab memasuki November 2025 hingga Januari 2026, produksi padi biasanya mengalami penurunan. Sementara rata-rata konsumsi bulanan mencapai 2,5 juta ton. Di titik inilah kita harus hati-hati menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar,” jelasnya.
Ia menegaskan, cadangan pangan pemerintah berperan vital dalam menjaga keseimbangan pasar.
“Cadangan pangan pemerintah itu ibarat rem dan gas, harus kita kelola dengan benar agar masyarakat tetap mendapatkan beras dengan harga terjangkau. Sementara petani juga terlindungi harga gabahnya,” ucap Arief.
Selain stok, pengendalian harga juga menjadi fokus perhatian. Panel Harga Pangan Bapanas mencatat harga beras medium mulai turun mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET), terutama di wilayah Zona 1. Per 18 September 2025, harga beras medium di Zona 1 berada di Rp13.434 per kilogram, sudah di bawah HET. Zona 2 tercatat Rp14.049 per kg atau 0,35 persen di atas HET, sementara Zona 3 masih di Rp15.976 per kg atau 3,07 persen lebih tinggi dari HET.
“Ini waktunya kita semua, baik pemerintah pusat, daerah, Bulog, hingga pelaku usaha, meningkatkan koordinasi. Kunci utamanya adalah memantau data dengan cermat, memastikan distribusi berjalan lancar, dan bila diperlukan melakukan langkah intervensi, baik lewat operasi pasar maupun penyerapan hasil petani. Dengan begitu, kita bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen,” ungkapnya.
Dari sisi inflasi, pemerintah juga terus melakukan pengendalian. Awal tahun, inflasi pangan tahunan tercatat 3,07 persen pada Januari 2025, lalu berhasil ditekan menjadi 0,57 persen pada periode Februari–Juni yang bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri. Namun, Juli dan Agustus kembali menunjukkan tren kenaikan masing-masing 3,82 persen dan 4,47 persen.
“Hal ini menjadi alarm bagi pemerintah agar program-program intervensi pangan dapat terus semakin digencarkan,” tambah Arief.
Dengan kondisi ini, Bapanas menekankan pentingnya sinergi semua pihak agar masyarakat tetap mendapat beras dengan harga terjangkau tanpa mengorbankan kesejahteraan petani. Sebab pada akhirnya, menjaga ketahanan pangan bukan hanya soal angka produksi, tetapi juga tentang memastikan keseimbangan yang adil antara produsen dan konsumen. (her)