Ekonomi

Abaikan Biaya Manajemen Perubahan Bisa Rugikan Perusahaan Miliaran Rupiah

INDOPOSCO.ID – Perubahan kini menjadi keniscayaan bagi banyak bisnis. Namun, jika ditangani secara asal, transformasi justru bisa berubah menjadi beban tak kasatmata yang mahal bagi organisasi.

Menurut studi McKinsey “Common Pitfalls in Transformations: A conversation with Jon Garcia”, hampir 70% upaya transformasi terhenti atau gagal. Penyebab utamanya berkisar dari tujuan yang tidak jelas, kurangnya dukungan karyawan, hingga absennya struktur manajemen perubahan yang kuat. Dampaknya bukan sekadar kemunduran, melainkan kerugian besar berupa hilangnya produktivitas, investasi yang terbuang, hingga tim yang kehilangan motivasi.

Gambaran serupa juga terungkap dalam studi Bain & Company tahun 2024 berjudul “88 % of business transformations fail to achieve their original ambitions; those that succeed avoid overloading top talent.” Hanya 12% transformasi bisnis skala besar yang berhasil mencapai tujuan awal. Faktor kunci keberhasilan menurut laporan tersebut adalah fokus yang jelas, strategi yang tidak membebani talenta terbaik, serta keberadaan seorang Chief Transformation Officer — peran yang masih jarang ditemui di banyak perusahaan.

Di kawasan yang dinamis seperti Indonesia dan Asia Tenggara, tekanan ini terasa lebih kuat. Transformasi digital dan perubahan lanskap tenaga kerja menuntut pendekatan lokal yang disesuaikan, bukan sekadar meniru kerangka kerja asing. Sayangnya, masih banyak organisasi yang memperlakukan perubahan sebatas daftar tugas, bukan sebagai keterampilan inti.

Padahal, jika dijalankan dengan tepat, hasilnya bisa signifikan. Riset Prosci 2025 “Change Management Success” mencatat bahwa proyek dengan manajemen perubahan yang kuat memiliki kemungkinan hingga tujuh kali lebih besar untuk sukses. Organisasi yang menetapkan definisi keberhasilan secara jelas serta mengukur kemajuan dengan konsisten juga tercatat lima kali lebih mungkin mencapai atau bahkan melampaui target.

“Meski Indonesia dan negara-negara ASEAN berada pada tahapan transformasi yang berbeda, tantangan utamanya sama: bagaimana membuat orang mau menerima perubahan organisasi. Dibutuhkan strategi praktis dan lokal untuk menciptakan hasil nyata. Itulah titik di mana terobosan sejati terjadi,” ujar R.A. Thiagaraja, advokat kepemimpinan perubahan di Asia Tenggara.

Menjawab kebutuhan itu, ASEAN Change Management Conference (ACMC) ke-2 akan kembali digelar di Kuala Lumpur pada 1–2 Oktober 2025 dengan tema “Advancing Results, Change Done Right!”. Setelah debut sukses pada tahun lalu, edisi tahun ini akan berfokus pada solusi nyata bagi tantangan unik di kawasan ASEAN, membantu para pemimpin menghadirkan perubahan yang benar-benar memberi hasil dan dampak terukur.

“Perubahan di ASEAN tidak bisa disamaratakan. Keberhasilan lahir dari pemahaman realitas lokal dan penerapan strategi efektif di lapangan,” lanjut Thiagaraja yang juga menjabat Ketua ACMC sekaligus CEO K-Pintar Sdn Bhd, penyelenggara acara tersebut.

Konferensi tahun ini juga menonjol dengan kehadiran pembicara internasional dari Inggris, Polandia, Afrika, India, Singapura, dan Malaysia. Meski begitu, fokus utama diskusi tetap pada konteks ASEAN, mulai dari perbedaan budaya, resistensi organisasi, hingga dinamika industri yang unik.

Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) pun bergabung sebagai mitra strategis, menegaskan pentingnya transformasi sektor publik di samping swasta. ACMC 2025 ditargetkan akan menarik lebih dari 500 peserta dari seluruh kawasan.

Bagi para pemimpin bisnis maupun sektor publik yang ingin memastikan transformasi berjalan efektif, ini adalah ajang yang sayang untuk dilewatkan. Pendaftaran dapat dilakukan melalui aseanchangemanagementconference.com. (ibs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button