BPJS Watch: Jamsostek Bagi Pekerja Informal Miskin tak Kunjung Tiba

INDOPOSCO.ID – Implementasi Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2026 masih dinantikan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar melalui gawai, Senin (18/8/2025).
Ia menyebut, Jamsostek bagi petani, nelayan miskin, pedagang asongan dan pekerja di rumah ibadah Penerima Bantuan Iuran (PBI) ini berupa Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).
“Sejak beroperasinya program JKN, skema PBI sudah diimplementasikan, namun belum untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan,” ungkap Timboel.
Padahal, lanjutnya, dalam Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) mengamanatkan perlindungan untuk pekerja informal miskin dan tidak mampu di seluruh program jaminan sosial.
“Janji mengimplementasikan Program JKK dan JKm dalam skema PBI yang iurannya dibayarkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sudah ada di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, namun sampai berakhirnya Pemerintahan Jokowi tidak juga terealisasi,” kata Timboel.
Padahal, tambahnya, kebutuhan perlindungan pekerja informal miskin dan tidak mampu pada program JKK dan JKm sangat dinanti. Sebab banyak pekerja informal miskin dan tidak mampu yang mengalami kecelakaan kerja, cacat, atau kematian menjadi jatuh lebih dalam pada kemiskinan ekstrem.
Sementara, ungkap Timboel, kedua program tersebut memberikan banyak manfaat, dari biaya kuratif; manfaat bantuan tunai STMB (sementara tidak mampu bekerja); manfaat home care; manfaat pelatihan; hingga manfaat untuk ahli waris bagi pekerja yang meninggal dunia termasuk beasiswa bagi maksimal dua anak dari TK sampai perguruan tinggi.
“Program ini akan mampu mengentaskan kemiskinan bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu,” tegasnya.
Timboel menyatakan, walaupun sudah ada landas yuridis dan janji politik dalam RPJMN namun kemauan politik anggaran pemerintah lalu belum mampu melindungi pekerja informal miskin dan tidak mampu. Justru politik anggaran Pemerintah lebih mendahului melindungi pekerja formal yang relative sudah jauh lebih sejahtera.
“Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk pekerja formal yang sudah empat kali digulirkan dengan biaya puluhan triliun, dan subsidi iuran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang tiap tahun dialokasikan sekitar Rp1 Triliun untuk melindungi pekerja formal yang mengalami PHK,” terangnya.
“Kesenjangan perlindungan yang sangat ekstrem terus dipertontonkan oleh Pemerintah, seakan pekerja informal miskin dan tidak mampu tidak berhak untuk dilindungi dalam jaminan sosial,” imbuhnya.(nas)