Kereta Luxury
INDOPOSCO.ID – MUMPUNG harus turun di Cirebon: ingin mencoba gerbong kereta api kelas luxury.
Pergi ke Pesantren Al Zaytun sungguh nanggung: naik pesawat jauh. Naik mobil pun jauh. Maka naik kereta api satu pilihan.
Harus turun di stasiun Cirebon. Lalu naik mobil dua jam ke pedalaman Indramayu.
Sebenarnya ada bandara lebih dekat: Kertajati. Tapi Anda sudah tahu: begitu dibuka bandara itu langsung ditutup. Sudah lebih lima tahun.
Salah satu pertimbangan naik luxury adalah umur: sudah 73 tahun. Malam hari harus cukup tidur. Tidak bisa lagi hanya tidur tiga jam seperti zaman membangun Jawa Pos dulu.
Anda sudah pernah merasakan: kursi di kelas luxury bisa dibuat flat –seperti tempat tidur. Seperti di pesawat kelas satu.
Surabaya-Cirebon lima setengah jam. Belum memenuhi ketentuan tidur harus 6 jam, tapi lumayan. Berangkat pukul 21.15. Tiba pukul 02.45.
Pukul 04.45 bisa tiba di Zaytun. Acara pertama senam: pukul 05.30.
Tentu saya tidak berharap berlebihan. Agar tidak mudah kecewa.
Saya sudah mengira: tidak akan seperti luxury-nya kereta di Amerika. Bahkan tidak mungkin seperti di kelas satunya kereta cepat di Tiongkok.
Malam itu saya naik kereta dari stasiun Pasar Turi Surabaya. Bisa ngobrol dengan Kepala Daerah Operasi PT KAI Jatim. Kebetulan ia juga akan turun di Cirebon. Akan ke kantor pusat KAI di Bandung.
Saya dapat kabar baik: Stasiun Pasar Turi segera dibongkar. Untuk dibangun yang baru. Akan dibuat seperti bandara. Atau, dibuat mirip stasiun-stasiun Whoosh. Dua lantai. Tahun depan selesai.
Sudah waktunya stasiun-stasiun KA tidak kalah dengan bandara. Toh tiket kereta juga tidak lagi murah. Untuk kelas luxury ini bahkan lebih mahal dari tiket pesawat: antara Rp 1,2 juta sampai Rp 1,7 juta –saya dapat harga yang termahal itu.
Gerbong kelas luxury ini ditempatkan agak paling belakang. Aneh. Saya lupa bertanya mengapa begitu. Mahal tapi jalan kakinya lebih jauh. Baik saat naik maupun saat turun kelak.
Saya tidak mempersoalkan yang tidak logis seperti itu. Saya masih kuat jalan. Toh tidak membawa koper. Saya hanya membawa tas kresek isi satu baju –lupa tidak mengembalikan jas pinjaman dari Syekh Panji Gumilang dua tahun lalu.
Begitu masuk gerbong saya sempat terpana: bagus. Seperti di pesawat kelas bisnis internasional.
Saya coba atur tempat duduk menjadi tempat tidur. Bisa. Penggerak elektroniknya baik. Memang pilihan materialnya tidak sebaik di pesawat, tapi cukup baik.
Sebelum tidur saya hitung dulu jumlah kursi yang terisi: 14 orang. Berarti 50 persen. Saya coba bertanya ke beberapa orang: mengapa pilih kelas mahal.
“Saya takut naik pesawat,” ujar seorang ai lantas tersenyum. Dia akan ke Jakarta. Bersama suami.
Ai adalah panggilan untuk wanita Tionghoa yang berarti tante. Setiap ke Jakarta dia naik luxury.
“Bagaimana kalau ke luar negeri”?
“Terpaksa naik pesawat. Kan tidak ada jalan lain,” jawabnyi. Lalu dia minta foto bersama.
Satu penumpang lagi punya alasan lain: bisa tidur. Lalu bangun-bangun sudah di Jakarta. Langsung bekerja. Daripada bayar hotel di Jakarta.
Saya pun langsung tidur. Disediakan selimut. Perut sudah kenyang. Tidak akan makan apa pun lagi pada jam seperti itu.
Belum lagi terlelap pramugari kereta membangunkan. Saya pura-pura sudah tidur. Terus saja dia membangunkan. Saya ingin adu kuat. Akhirnya dia terdengar pergi.
Dalam hati saya agak mendongkol. Tapi salah saya sendiri: mengapa tidak meninggalkan pesan jangan dibangunkan untuk makan.
Di pesawat saya selalu berpesan pada pramugari: kalau tertidur jangan dibangunkan. Bagi orang seperti saya tidur lebih penting daripada makan.
Masalahnya: saya tidak mengira kalau akan ada makan malam. Tidak lama kemudian sang pramugari datang lagi. Membangunkan lagi. Saya tetap pura-pura sudah tidur. Pun ketika dibangunkan beberapa kali.
Pramugari pun pergi.
Harapan saya untuk tidur nyenyak tidak kesampaian. Bukan soal dibangunkan itu tapi soal lain: guncangannya. Guncangan di sepanjang perjalanan membuat saya tidak bisa lelap.
Saya tahu: rel kita sudah tua. Pun bukan milik KAI. Rel adalah milik pemerintah. Atau karena gerbong ini di posisi sangat belakang?
Mungkin saya harus sering-sering naik luxury: agar terbiasa dengan guncangan.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 30 Agustus 2024: Pilkada Jabatan
Jokosp Sp
Di Kalimantan Selatan tidak akan ada perlawanan yang berarti. Yang maju adalah Istri Gubernurnya yang jadi viral dengan julukan “Acil Odah”. Istri gubernur tersebut saat ini jadi Kep Dinas Kesehatan Banjarmasin. Raudatul Jannah akan berpasangan dengan Ahmad Rozanie Himawan yang didukung oleh Golar ( 13 kursi ) + Nasdem ( 10 kursi ) + PKB ( 6 kursi ) + Gerindra ( 7 kursi ) + PDIP ( 3 kursi ) dengan prosentasi 63,43%. Siapapun lawannya akan dikalahkan dengan telak, apalagi ada ikatan gubernur lama dengan boss batu bara Kalimantan Selatan H. Isyam. Anak sulungnya Sandi Fitrian Noor juga sudah jadi DPR RI 2024-2029 dari Kalimantan Selatan. Sepertinya Bapak ke Istri, Istri ke Anak akan ada juga di sini. Sementara lawannya adalah wakil gubernur sebelumnya 2021-2024 H. Muhidin dan Hasnuryadi Sulaeman anggota DPR RI yang tahun ini juga terpilih kembali. Hasnuryadi adalah boss batu bara juga, juga pemilik Hasnor Group yang bergerak di Port, Shipping dan tambang batu bara. Secara finansial memang kuat namun masih kalah karena didukung hanya dari sisa partai-partai besar yang sudah ngumpul dukung Acil Odah. Lawan lain sepertinya hanya sebagai pupuk bawang “Zaerullah Azhar” bupati Tanah Bumbu.
Sri Wasono Widodo
Bagi Sengkuni, menjadi raja di Plasa Jenar tentu tidak menjanjikan apa-apa, karena wilayahnya yang kecil sehingga cuannya kecil. Akan lebih baik baginya menjadi mahapatih tetapi di kerajaan yang lebih besar sehingga menghasilkan cuan yang lebih besar. Dia pun masih punya peluang mengambil keuntungan dari para keponakannya Pandawa dengan cara mengeksplorasi keluguannya.
Lagarenze 1301
Kalau boleh saya menyebut, PDIP menyelamatkan muka sejumlah figur calon kepala daerah yang nyaris terdepak.
Tak hanya menyelamatkan muka, tapi juga membantu mereka mewujudkan ambisi mengejar jabatan. Terpilih atau tidak, itu urusan belakang.
Di Lampung, selain Arinal Djunaidi yang “diselamatkan” PDIP, ada Reihana Widjajanto, mantan Kadiskes Lampung hampir 15 tahun dan eksis di era tiga gubernur.
Reihana semula akan maju menjadi Calon Wali Kota Bandar Lampung lewat Gerindra. Sudah deklarasi besar-besaran. Di ujung, Gerinda berpindah ke lain hati, mendukung petahana Eva Dwiana.
Seperti halnya Arinal, Reihana tak surut ambisinya untuk menjadi wali kota. Dia juga “diselamatkan” oleh PDIP. Dia mendaftar ke KPU menjadi calon wali kota berpasangan dengan, entah saya lupa namanya, hanya diusung satu partai.
Yang juga mengalami nasib tragis adalah Ardito Wijaya, Ketua DPC PKB Lampung Tengah. Ia semangat maju menjadi calon bupati dengan dukungan partainya.
Eh, jelang pendaftaran, tiba-tiba DPP PKB mengalihkan dukungan ke calon lain. Ardito Wijaya tak punya pijakan lagi. Last minute, dia juga “diselamatkan” oleh PDIP. Ardito pun berhasil mendaftar jadi calon bupati berpasangan dengan kader PDIP, hanya dengan satu partai.
Begitulah. Banyak drama dan juga banyak jalan mengejar jabatan. Entah di penghujung nanti, apakah tawa atau air mata.
Fiona Handoko
selamat pagi bp dahlan, bp thamrin, bung mirza, bp agus dan teman2 rusuhwan.
sedikit info untuk bp dahlan.
irjen achmad luthfi menjelang nyagub. dapat bonus 1 bintang. jadi berpangkat komjen.
demikian pula mantan kapolda papua. irjen mathius fakhiri. menjelang nyagub. pangkatnya naik jadi komjen.
djokoLodang
-o–
LIONTIN MAHAL
Di sebuah toko perhiasan, seorang pria membeli sebuah liontin mahal sebagai hadiah untuk kekasihnya.
“Tidakkah Tuan ingin namanya terukir di liontin ini?” tanya penjual perhiasan. “Saya bisa mengukirnya, gratis.”
Lelaki itu berpikir sejenak, lalu, dengan tegas menjawab,
“Bagus. Tapi, jangan ukir namanya. Cukup ukir saja:
Untuk Kekasihku Satu-satunya.”
“Mengapa?”, tanya pemilik toko.
“Jika nanti kami putus dan dia melemparkannya kembali padaku karena marah, aku bisa menggunakannya lagi. …”
–jL
yea aina
Kalau dipikir-pikir pilkada serentak 2024 ini berubah jadi ajang jabatan yang diperebutkan antar partai.
Alih-alih menerapkan pola meritokrasi, partai-partai pengusung lebih pilih calon “orang”nya sendiri, paling tidak besok kalau jadi bisa disetir.
Pun mantan-mantan yang tidak jelas prestasinya, dicalonkan juga. Yang penting sebelumnya pejabat, jadi mudah untuk “dijajakan” kepada calon pemilih.
Rasanya mimpi rakyat mendapat kepala daerah berkualitas melalui tahapan meritokrasi sulit terwujud. Jangan lagi bermimpi dapat kepala daerah dengan visi besar mensejahterakan rakyat, seperti yang sering digacorkan Om @Liam. Sang perusuh gacor sambil rebahan kwkwkwk.
Fiona Handoko
selamat sore bp nursalim, bp jimmy.
mirip nasib dico ganinduto (saat ini bupati kendal). yang sebelumnya pernah blusukan bareng gibran di kota semarang.
pertama muncul spanduk nyagub jateng. ehh, dapat rekom dari golkar. nyalon walikota semarang. setelah putusan gempa bumi mk. fix nyalon bupati kendal lewat pkb. opo tumon, ditolak kpu kendal. karena rekom pkb sudah dipakai oleh calon lain, dyah kartika.
Muh Nursalim
Di Sragen ada kelucuan dan keluguan. Dua orang kaya raya, satu dr. Ismail satunya Wina. Mereka datang ke KPU 10 menit sebelum penutupan. petugas KPU tertib, belum waktunya tutup walaupun jam 24 kurang 10 menit tetap dilayani. Yang menarik keduanya merasa sudah mendapat rekom dari PKB. padahal partai bintang sembilan itu sudah dipakai untuk calon lain. Naga-naganya dua orang lugu tajir itu mungkin dijlomprongke pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Telanjur sampai KPU akhirnya ya dadi guyon.
Lagarenze 1301
Suami dan istri ikut pilkada. Bahkan ada ayah dan anak. Meski tidak di level yang sama, tetap saja membuat saya menggumam dalam hati: rakus amat.