Disway

de-Kock Andani

INDOPOSCO.ID – Nama Dr Achmad Mochtar sama populernya dengan nama Jendral de Kock di Bukittinggi. Yang pertama menjadi nama resmi rumah sakit umum daerah di sana. Yang kedua jadi nama universitas swasta di kota itu.

Berarti nama Achmad Mochtar tidak dilupakan –setidaknya di daerah asalnya: Sumatera Barat. Apalagi RSUD itu kini jadi andalan provinsi: sudah naik ke kelas A.

Rumah sakit itu sendiri awalnya bernama Spitaal Fort de Kock. Spitaal berkonotasi ke hospital. Rumah sakit. Yakni rumah sakit dekat Benteng de Kock.

Berita Terkait

Benteng itu diberi nama de Kock karena jasa jendral Hendrik Merkus de Kock dalam memenangkan Perang Padri di Sumbar. Pusatnya di Bukittinggi. Di situ de Kock membangun benteng pertahanan Belanda. Peninggalan benteng itu masih ada. Sampai sekarang. Jadi obyek wisata.

Anda masih ingat Perang Padri: 1821- 1829. Berarti Anda juga ingat: di tengah perang itu, di tahun 1825, meletus Perang Diponegoro di Magelang dan sekitarnya.

Setelah sukses di Perang Padri itu Merkus de Kock naik pangkat jadi jendral. Lalu menjadi Gubernur Jendral, penguasa tertinggi Hindia Belanda –kini disebut Indonesia.

Ketika Pangeran Diponegoro ditipu dan ditangkap Belanda Gubernur Jendralnya sudah dijabat de Kock.

Boleh dikata de Kock adalah pendiri kota Bukittinggi. Setelah benteng itu dibangun –1825– mulailah ada kehidupan di sekitarnya: asrama tentara, rumah sakit dan seterusnya. Belum ada nama Bukittinggi di tahun itu. Nama Bukittinggi baru muncul setelah Jepang menguasai Sumbar. Barulah saat itu pemukiman kecil di sekitar Fort de Kock yang ketinggiannya 900 meter itu oleh Jepang diberi nama Bukit Tinggi.

Di tahun 1954 nama rumah sakit de Kock diganti. Menjadi RS Dr Achmad Mochtar. Yang makamnya kini di kompleks pemakaman Belanda di Ancol –di dalam kawasan Taman Impian Jaya Ancol (lihat Disway 17 Agustus 2025: Telat Merdeka).

“Saya ingin sekali ziarah ke makam Dr Achmad Mochtar. Belum kesampaian. Mungkin setelah ini”.

Yang mengucapkan itu seorang dokter di Padang. Ia juga mengatakan ingin mewarisi jiwa peneliti yang dimiliki Dr Achmad Mochtar. Bukan hanya ingin. Ia sudah jauh melangkah ke sana.

Anda sudah tahu nama dokter itu: Dr dr Andani Eka Putra. Sudah beberapa kali saya tampilkan di Disway. Namanya ngetop di saat ada pandemi Covid-19. Andani-lah dokter Indonesia yang menemukan sistem tes Covid agar bisa lebih cepat. Yakni lewat penelitiannya di bidang cara melakukan tes. Dari hanya mampu 150 menjadi mampu 1.500/hari.


Dr dr Andani 

Andani pun diminta keliling kota-kota besar untuk menularkan penemuannnya itu.

Tidak berhenti di situ. Andani terus menekuni penelitian. Lahirlah regan bikinan Andani dan timnya. Lembaga penelitian yang ia pimpin itu tetap di bawah Universitas Andalas Padang. Tapi Andani diberi kepercayaan yang hampir mutlak di situ.

Andani sadar bahwa penelitian tidak boleh berhenti di laboratorium. Harus punya lembaga bisnis yang ”menjual” hasil penelitian itu. Ia bangun perusahaan untuk itu.

Dari makam Dr Achmad Mochtar saya menghubungi Andani. Saat itulah ia bilang ingin segera ziarah ke sini. Ia juga bilang ingin mewarisi semangat penelitiannya.

Keinginan itu begitu tingginya: sejak Covid itu, sampai sekarang, Andani sudah menemukan 35 hasil penelitian. Semuanya langsung bermanfaat bagi masyarakat. Semuanya ”dijual” oleh badan usaha yang ia dirikan kemudian itu.

“Di antara 35 hasil penelitian itu mana yang Anda anggap terpenting?”

“Yang terpenting CC Screen untuk screening kanker leher rahim. Yakni melalui deteksi virus HPV, PCR TB Dx. Juga bisa untuk deteksi tuberkulosis, dan panel pneumonia. Termasuk bisa untuk deteksi 11 bakteri penyebab pneumonia sekaligus,” jawabnya.

Dengan penemuannnya itu terapi antibiotik bisa lebih bagus.

Andani aktivis sejak masih mahasiswa. Ia ketua HMI di Sumbar. Gelar dokter sampai doktornya diperoleh di Universitas Andalas Padang. Bisa menghasilkan 35 penemuan yang langsung ”terjual” adalah kerja keras yang luar biasa. Hanya dalam lima tahun.

Andani masih punya waktu untuk praktik dokter. Motif utamanya untuk menolong masyarakat yang sakit. Ia tidak punya tarif. Terserah pasiennya. Itu membuatnya kerja lebih keras. Pasiennya membeludak.

Sebenarnya penelitian Andani akan lebih pesat kalau saja kompetisi di lapangan lebih fair. Andani harus bersaing dengan produk impor. Produk impor itu tinggal packing ulang di Indonesia. Tapi sudah disebut produk Indonesia dengan TKDN sampai 40 persen.

Itulah kenyataan di lapangan. Mungkin tidak seberat risiko yang dihadapi Achmad Mochtar tapi sangat menyakitkan para peneliti.

Hebatnya di bidang PCR Andani sudah sangat di depan. “Kita sudah sukses membuat bahan baku tes PCR yang sebelumnya impor,” katanya. “Yaitu taq polimerase dan reverse transkriptase. Target kita berikutnya membuat produk protein seperti eritropoetin untuk pasien gagal ginjal,” tambahnya. Andani juga masih merencanakan untuk membuat insulin. “Suatu saat nanti,” katanya.

Badan usaha yang ia bangun adalah PT Crown Teknologi Indonesia (PT CTI). “Pusat penelitiannya tetap di universitas, Unand, pengembangannya di CTI,” katanya.

“Cita-cita kita hanya satu: membangun kemandirian bangsa,” kata Andani.

Merdeka! (DAHLAN ISKAN)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 18 Agustus 2025: Beban Negara

satria tomat

@Lagarenze 1301: Selamat, Anda menduduki tahta pertamax. Akhirnya tercapai misi membalas kekalahan 0,01 detik minggu lalu dari @MZ Arifin. Alhamdulillah

Lagarenze 1301

Foto master CHD memperlihatkan Presiden Prabowo memeluk bocah yang mempopulerkan tarian Pacu Jalur. Pak Dahlan tidak menuliskan nama bocah itu. Tidak tahu, sedang malas googling, atau sengaja menugaskan perusuh untuk menulisnya. Padahal, nama bocah yang menyanyikan lagu “Ojo Dibandingke” ditulis. Farel Prayoga (bukan Prayogo). Bocah yang dipeluk Prabowo itu adalah Rayyan Arkan Dhika (11), murid kelas 5 SD di Kuantan Singingi, Riau. Beberapa waktu lalu, video ia sedang menari Pacu Jalur di atas perahu untuk menyemangati tim peserta festival lomba perahu, viral dan mendunia. O, iya, lagu “Tabola Bale” yang membuat Istana “petjah” dipopulerkan oleh penyanyi asal Flores NTT, Silet Open Up, bersama Diva Aurel. Tabola-bale artinya terbolak-balik, tidak tenang, gelisah, resah. Saat memikirkan pujaan hati.

Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺

UPACARA KERAKYATAN DI RW GAMELAN, KECAMATAN KRATON YOGYAKARTA.. Di kampung saya, RW Gamelan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, ada tradisi sederhana namun penuh makna: upacara HUT RI setiap 17 Agustus pagi. Upacara dimulai pukul 07.00, bertempat di rumah Gamelan Kidul No. 1. Rumah ini bukan sekadar tempat biasa—pada masa perjuangan, khususnya peristiwa “6 Jam di Yogya”, rumah tersebut menjadi lokasi penting diskusi strategi antara Pak Harto dan Sri Sultan HB IX. Untuk mengelabui Belanda, rumah itu disamarkan menjadi “Warung Sate PUAS”. Kini, bangunan tersebut telah dibeli Pemda dan ditetapkan sebagai cagar budaya. Yang membuat upacara ini unik adalah kesederhanaannya. Tiang bendera yang dipakai bukan buatan baru, melainkan bagian dari tugu prasasti “Warung Sate PUAS”. Seluruh perangkat upacara pun murni dari warga sendiri. Inspektur upacaranya adalah Pak RW, sementara petugas pengibar bendera hingga protokol dipegang masyarakat sekitar. Lebih menarik lagi, upacara ini diikuti oleh barisan “tentara rakyat” yang mengenakan seragam ala prajurit Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, lengkap dengan drum band tradisionalnya. Semua berlangsung dengan khidmat, tanpa kemewahan Tapi justru terasa dekat dengan jiwa kemerdekaan. Beginilah cara rakyat kecil merayakan kemerdekaan. Sederhana, meriah, dan penuh kebanggaan. Tapi juga kadang banyak kelucuannya. Karena komandan upacaranya bukan lulusan Akmil..

Hasyim Muhammad Abdul Haq

Dari deretan mantan presiden dan wapres yang hadir, hanya Pak Try Sutrisno yang bukan hasil pemilihan langsung. Selebihnya adalah “mantan pilihan”. Jangan-jangan Bu Mega merasa takut sendirian di antara presiden lain yang dipilih secara langsung. Tapi tidak mungkin juga mantan presiden tidak didudukkan di kursi mantan presiden, misalnya didudukkan di kursi anggota keluarga Bung Karno. Secara protokoler jelas tidak memungkinkan. Sudahlah, biarkan beliau mungkin masih belum bisa menerima keadaan sekarang. Tapi Pak Prabowo nggak diam saja kok, ia terus berusaha mendekati Bu Mega seperti saat kita merayu istri kita yang lagi ngambek. Mari kita menebak di tahun ke berapa Pak Prabowo berhasil mendatangkan Bu Mega ke peringatan HUT Kemerdekaan RI… Kita para laki-laki pasti menyadari bahwa merayu istri yang lagi ngambek itu memang itu perlu waktu.

Herry Isnurdono

Para pembenci Jokowi, nyinyir ingin upacara 17 an di Istana harus sakral tidak ada tari2 an dan nyanyi. Pakaian harus resmi jas dan kebaya. Ternyata Presiden PS meneruskan tradisi Jokowi. Tetap ada tarian dan nyanyi2. Undangan mengenakan pakaian daerah. Cuma tidak dilombakan dan dpt hadiah sepeda. Upacara Kemerdekaan sekali setahun. Pesta kemeriahan pada nyinyir. Tidak dpt undangan nyinyir. Jelas2 PS itu akan meneruskan program Jokowi. Keberlanjutan. Yang miris dimana capres 24 % dan 16 % upacara 17 an. Ganjar sama bu Mega ikut 17 an bersama PDI P. Anis 17 an dimana ? Perusuh DI Way tahu ? Itu para gerombolan pencari ijazah Jokowi 17 an dimana ? Katanya sebentar lagi mau jadi TSK dan ditahan. Yang terang Egi Sujana sudah kabur ke London. Trauma di sel ukuran 1 x 3 meter ditemani tikus. Coba di Kedutaan Indonesia di London ada Egi Sujana ikut upacara 17 an ?

heru santoso

Note 04: (catatan perjalanan yg tertinggal) Sebelum pesawat menyentuh landasan di Tan Son Nhat, aku sempat membaca satu artikel bandara ini sebagai salah satu tersibuk di Asia Tenggara. Bayanganku: ruang tunggu luas, fasilitas canggih, terminal dengan desain modern—tipikal bandara internasional metropolitan. Tapi ternyata jauh dari begitu. Yang menyambut justru bangunan bergaya lama, sederhana, tanpa gemerlap digital yang biasa ditemukan di bandara “bintang lima”. Tapi justru itu yang menarik: fungsional, tanpa basa-basi, namun dg polos berkata, “Selamat datang di Vietnam yang nyata.” Keluar dari imigrasi, aku langsung menuju hall kedatangan yang ramai dan agak riuh. Puluhan wajah menanti dengan papan nama, tawa, dan pelukan. Aku sendiri tidak dijemput siapa-siapa —hanya ditemani rasa penasaran dan itinerary longgar yang bisa berubah kapan saja. Langkah pertama: beli SIM card. Mbak penjaga konter dengan senyum ramah menjelaskan tiga pilihan transportasi ke kota: taksi, Grab, atau… bus. Bus? Telingaku langsung tertarik. Di antara semua opsi praktis, justru pilihan bus itu yang membuatku ingin mencoba. Aku berjalan ke luar, mencari pilar 12—tempat bus menunggu. Naik bus kota line 152. Interiornya biasa saja, ber-AC, kursi berderet hadap depan semua-tidak seperti bus kota modern. Tapi cukup nyaman, praktis, dan terasa… manusiawi. Tiketnya? 5.000 dong—sekitar tiga ribu rupiah. Rasanya seperti ikut mencicipi keseharian penduduk lokal.

istianatul muflihah

Judi online masih belum serius diberangus, website pelaporan penggunaan obat psikotropik dan narkotik milik Kemenkes saja berhasil di hack judol selama kurang lebih 2 bulan. Mei – Juni lalu. Sungguh kacaw, beban negara juga ini.

Mbah Mars

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang petani miskin. Suatu hari ia menemukan seekor angsa ajaib di ladangnya. Angsa itu tidak seperti angsa biasa, karena setiap pagi telur yang dihasilkannya selalu terbuat dari emas murni. Setiap hari, sang petani mendapatkan satu telur emas dari angsa tersebut. Kekayaannya semakin bertambah, dan hidupnya mulai berubah menjadi sejahtera. Namun, keserakahan mulai menguasai pikirannya. Ia merasa bahwa jika bisa mendapatkan semua emas sekaligus, maka ia akan menjadi sangat kaya. Dengan pikiran seperti itu, sang petani pun memutuskan untuk menyembelih angsanya agar dapat mengambil semua emas yang ada di dalam tubuhnya sekaligus. Namun, ketika ia membuka perut angsa, yang ia temukan hanyalah daging biasa, tanpa sebutir pun emas. Karena keserakahannya, sang petani kehilangan sumber kekayaan yang sudah ada di depan matanya. Ia pun menyesali perbuatannya, namun sudah terlambat. Dongeng ini mirip dengan ortu sang penyanyi “Ojo Dibandingke”

Em Ha

Rumah itu tidak mahal. Yang mahal lingkungan dan tetangganya. Punya teman wiridan Jenderal dan Presiden itu tidak ternilai. Untuk punya tetangga seperti itu di Jakarta, ya.. harus kaya. Teman haji mengundang saya sekeluarga. Bersama keluarga 11 anggota regu lainnya. Nostalgia haji 2 tahun lalu. Di saat lebaran haji kemaren. Muncul pertanyaan dari anak lelaki saya. Kelas 4 SD. “Macam mana bisa punya rumah di sini om?. Hilman mau tinggal di sini”. Rumah sohibul bait di Duri Camp. Komplek perumahan ex Caltex atau Cevron. Rumahnya seperti rumah di film film Amerika. Besar, halaman hijau dan luas. Tak berpagar. Jalan mulus, drinase dan taman tertata. Teman itu menjawab “Harus rajin dan pintar”. Kaya dan Pintar adalah kunci tidak menjadi beban negara. Belakangan ini mungkin kesimpulan itu agak keliru. Negara dengan beberapa kebijakannya menjadi beban masyarakat.

Beny Arifin

Ngomongin beban negara. Whoosh dikabarkan mencatatkan kerugian 5T rupiah selama 2 tahun beroperasi. 2 kali lipat nilai proyek mangkrak Hambalang. Serugi ruginya Hambalang nilai kerugian mandek di 2,5 T. Sementara Whoosh masing running defisit. Mengerikan kalau sampai 2,5 T per tahun. Belum lagi bunga hutang dan pokok yang harus dibayar. Bagus nya Whoosh masih punya kesempatan untuk membalikkan kerugian menjadi keuntungan,. Walaupun ntah bagaimana caranya. Biar tekor yang penting kesohor.

mario handoko

Selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp agus, bp mza, bp heru, bp em ha dan teman2 rusuhwan. “372.295 napi dapat remisi hut ri. Pemerintah hemat uang makan rp 639 em.” Demikian berita di kompas.com. Betul sekali, seperti tulisan abah hari ini. Narapidana itu uang makannya jadi “beban negara.” Makanya, dengan alasan penghematan, efisiensi. Setya novanto pun cepat2 dibebaskan. Pertama. SN divonis 15 th penjara. Karena merugikan negara 2,3 ton di proyek e ktp. Oleh MA. Hukuman dikorting jadi 12,5 th. Setelah bolak balik dapat remisi. Maka di momen ultah abah, eh di momen ultah ri ke 80 ini. SN pun dapat remisi lagi. Hingga hukumannya total didiskon 28 bulan 15 hari. Mengapa diskonnya harus 28 bulan 15 hari? Itulah perhitungan angka yg “cun”. Agar SN bisa bebas bersyarat tepat 17-8-2025. Dengan demikian, dari vonis 12,5 th. SN hanya menjalani kira2 8 th. Negara menghemat uang makannya 4,5 th. Rusuhwan rusuhwaty tentu mendukung usaha pemerintah dalam mengurangi beban negara. Merdeka!!

Gregorius Indiarto

“Pesta Rakyat” Seru!. Hingar bingar setelah upacara. Benar benar pesta rakyat, rakyat yang terpilih. Saya tidak tahu, benar benar tidak tahu, itu biayanya dari mana. Dari rakyat? Rakyat yang ikut pesta? Atau!!? Jadi beban negara? Kami, yang tinggal dipinggiran juga berpesta, pesta rakyat, dengan sumber dana dari iuran. Pesta kami dari rakyat untuk rakyat, “pesta rakyat”, pesta rakyat yang sebenar benarnya.

Er Gham 2

Jika memang puncak acara adalah joget joget, tidak perlu baris berbaris. Langsung bacakan saja teks proklamasi. Naikkan bendera. Lalu biarkan truk sound Horeg masuk istana. Lalu joget joget lah 3 jam. Kalo perlu sampai malam. Bergembira bersama. Tertawa. Lupa kalo di negeri ini masih banyak yang hanya makan sekali sehari.

Er Gham 2

Ada lomba pacu jalur di sungai. Ada juga lomba pacu korupsi di tiap instansi.

Leong Putu

‘Dapat alhamdulillah. Tidak dapat ya sudah’. Pak Bos harus lafalkan kalimat di atas bagai mantra ajaib. Hingga Pak Bos punya kebranian.. Wkwk….wk

Awaludin Haris

Kayaknya semua yang dibayar pake APBN jadi beban negara apalagi yang kerjanya kurang produktif hanya datang duduk duit dapat tunjangan tpp sertifikasi tunjangan istri suami anak pensiun tunjangan wakil rakyat Padahal utang terus tumbuh tanpa ada produktifitas yang selaras dan memadai

yea aina

Katanya, kita sudah merdeka 80 tahun lamanya. Katanya juga, pertumbuhan ekonomi kita, “terjaga” di atas lima persen. Agar lebih meyakinkan, diceritakan kalau warga pra sejahtera di sini, hanya tersisa 8,47 persen saja. Optimisme jargon bisa sangat berbeda dengan realitanya. Sudah merdeka 80 tahun lamanya, ternyata kita masih butuh energi dan pangan yang cukup besar dari luar negeri. Kita masih bergantung pasokan negeri lain. Mongomong pertumbuhan ekonomi yang ditopang konsumsi, lebih dari 50 persen. Rasanya janggal, kalau bisa bertahan di atas 5 persen, dengan trend konsumsi dan indeks manufaktur yang semakin melambat kenaikannya. Jumlah warga pra sejahtera bisa mengecil atau membesar, tergantung standar garis kemiskinan yang dipakai. Ibarat kaca mata, kalau pakai yang berkaca gelap, teriknya siang terasa adem-adem saja. Optimis boleh setinggi bintang, tapi realita ada di depan mata kita. Jangan menjadi beban!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button