Emak-Emak Mandiri

INDOPOSCO.ID – “Kalian berlima mau ke mana?” tanya saya.
“Ke Shanghai, Chongqing, Chengdu, Bi Peng Guo, dan Guangzhou,” jawab salah seorang dari lima ibu muda itu.
“Semua dapat izin suami?”
“Tentu,” sahut satunya.
Yang dua sudah pernah sekali ke Tiongkok. Yang tiga baru kali ini.
“Pakai travel apa?”
“Kami atur sendiri. Yang cari tiket saya. Cari-cari yang termurah. Yang cari hotel dia,” jawab yang lain lagi.
Mereka itu emak-emak muda dari Yogyakarta. Mereka disatukan oleh anak mereka yang sebaya.
Sebagian anak mereka sama-sama sekolah SD di Al Azhar, Yogyakarta. Sebagian lagi dipersatukan oleh kelompok pengajian.
Karena itu semuanya berjilbab. Ada yang baca Quran ketika pesawat sudah terbang.
Mereka berangkat ke Hong Kong lewat Surabaya. Pakai Cathay Pacific.
Pulangnya nanti lewat Jakarta. “Sebenarnya pulangnya pun ingin lewat Surabaya. Tapi yang lewat Jakarta harga paketnya lebih murah,” katanya.
Mereka begitu cermat membanding-bandingkan harga tiket. Termasuk menemukan di tanggal berapa dan bulan apa harga tiket termurah.
“Penginnya berangkat awal Oktober. Tapi harganya sudah naik banyak,” katanyai.
“Kalian kan lima orang. Bagaimana pengaturan kamar hotelnya?”
“Kami cari apartemen,” katanyi. Salah seorang emak itu ahli dalam menjelajahi internet. Sampai ditemukan apartemen apa yang paling baik dan murah.
Di Tiongkok memang banyak apartemen yang disewakan. Umumnya tiga kamar tapi kamar mandinya satu. Ada mesin cuci. Dapur.
Dua di antara emak muda itu alumnus Universitas Islam Indonesia. Yang tiga alumnus Universitas Gadjah Mada. Jurusan kuliah mereka tidak ada yang sama: sospol, ekonomi, manajemen, geodesi, satunya saya lupa.
Lokasi-lokasi yang akan mereka kunjungi pun mereka cari sendiri di medsos.
Utamanya TikTok. Di Shanghai mereka akan ke The Bund, Nanjing Dong Lu, Xin Tian Di.
Kok mereka tahu semua ya.
Bahkan mereka akan ke surganya Tiongkok –yang saya pun belum pernah ke sana: Bi Peng Gou. Saya pernah ke beberapa tempat sekitar situ, tapi belum pernah ke Bi Peng Gou-nya sendiri.
“Itu Swiss-nya Tiongkok,” ujarnya seolah menganggap saya belum tahu Tiongkok.
Letak Bi Peng Gou di pegunungan Kunlun, dekat Shangri-La. Dekat Li Jiang. Dekat Jiuzhaigou (九寨沟). Yang tiga itu saya pernah ke sana. Semuanya di pegunungan Kunlun. Di kawasan antara Sichuan-Qinghai-Tibet. Jauh sekali.
Tinggi sekali. Ketinggiannya antara 2000-5000 meter.
“Dari Chengdu kami akan naik mobil selama empat jam,” katanya. Chengdu adalah ibu kota provinsi Sichuan. Berarti mereka itu menjelajah mulai pantai timur, Tiongkok tengah sampai barat dan selatan.
“Bagaimana bisa tahu semua itu?”
“Kami ikuti pembicaraan di komunitas backpacker internasional. Mereka saling berbagi info dan pengalaman,” katanya.
“Kenapa pilihan kalian ke Tiongkok?”
“Saya lihat Tiongkok kok maju sekali. Padahal saya dulu benci…,” katanya.
Di penerbangan ke Hong Kong itu saya dapat tempat duduk sederetan dengan mereka. Jadinya agak berisik. Apalagi ada yang minta membuat video agar saya kirim nasihat kepada anak mereka.
“Anda punya jilbab berapa di rumah Anda?”
“Tidak tahu…tidak dihitung”.
“Seratus? Lebih?”
“Ya nggaklah…tapi entahlah,” jawabnya.
“Istri saya mungkin punya 1.000 jilbab…” kata saya –agak ngawur gaya wartawan memancing jawaban.
“Kalau dijumlah sejak dulu mungkin saya pun punya segitu. Tapi setiap beli tiga yang baru tiga yang lama dilepas,” jawabnya.
“Saya juga begitu,” timpal satunya.
“Saya juga,” satunya lagi.
“Ibu mertua saya seperti istri bapak…” katanya.
“Oh… Berarti ada juga yang seperti istri saya”.
“Mungkin ibu punya cerita di tiap jilbab beliau. Jadi tidak mau dilepas…”.
Oh… begitu. Saya pun memaklumi istri. “Makanya ketika saya sarankan agar yang lama-lama dibuang beliau marah…”.
“Kalau beliau marah Bapak gimana?”.
“Saya langsung diam. Nggak pernah lagi menyarankan itu.”
“Itu sikap yang bagus. Berarti bapak tahu prinsip-prinsip wanita”.
“Prinsip wanita itu apa?”
“Prinsip pertama, wanita itu selalu benar. Prinsip kedua, kalau wanita itu salah harus kembali ke prinsip pertama…”.
“Berarti wanita tahu juga ya semua omongan para suami?”
“Ya..tahulah. Tapi memang harus begitu,” ujarnya.
Kami pun berpisah di bandara Hong Kong. Mereka transit ke Shanghai. Saya transit ke Syria. Saya harus lewat Hong Kong karena ada pertemuan kecil di sana.
Mereka tidak bisa bahasa Mandarin. Tidak punya teman di Tiongkok. Tidak ada penunjuk jalan. Emak-emak itu begitu mandirinya. Pun ke daerah yang jauh-jauh begitu.
Itulah emak-emak masa kini. Saya juga sering melihat grup ibu-ibu muda seperti itu di kereta cepat Jakarta-Bandung. Sesama anggota pengajian.
Mereka rekreasi ke Bandung. Untuk wisata kuliner. Sorenya balik lagi ke Jakarta.
Di saat saya di penerbangan ke Hong Kong itu, saya dapat kiriman video dadakan dari Kang Sahidin. Istri saya terlihat lagi semobil dengan empat ibu pengajian. Mereka karaokean di mobil dalam perjalanan kuliner ke Solo –tidak mau kalah dengan lima emak muda dari Yogyakarta. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 23 September 2025: Erros Kanan
ACEP YULIUS HAMDANI
“KACANG LUPA KULITNYA” Mungkin pepatah ini yang paling tepat menggambarkan hubungan Megawati dan Erros dan ini sangat “related”, karena ada “kacang” dan juga “kulit”, dan itu sudah menjadi sifat manusia, yang berjasa dibuang dan penjilat di raih. karena biasanya orang yang berjuang membantu tidak ingin menunjukan diri dengan diam dan tidak ‘speak up”, sedangkan penjilat biasanya berani klaim “jasa” orang lain dan ngaku-ngaku….
pak tani
Konon, salah satu percobaannya : Tangan kanan kiri dipotong. kemudian dipasangkan kembali dengan posisi terbalik.
Agung Bramanti
Apakah selamanya politik itu kejam? Apakah selamanya dia datang tuk menghantam? Apakah memang itu yang sudah digariskan ? Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya Maling teriak maling, sembunyi di balik dinding Lagu ini dirilis Iwan Fals tahun 1984, ternyata memang begitulah politik…juga dari jaman Pak Eross sampai jaman siapa itu… sampai sekarang…masih sama..memang digariskanNya sudah seperti itu
djokoLodang
-o– Selingan — Intermeso GARPU PEREMPUAN + Kenapa kamu tidak mulai makan, Cucu? – Aku tidak suka garpu ini. + Ada apa dengan garpu itu? – Ini garpu perempuan. + Apa maksudmu, itu garpu perempuan? Tidak ada yang namanya garpu perempuan atau garpu laki-laki. Garpu tetaplah garpu! – Ada hiasan bunga di gagangnya. Sepertinya hanya perempuan yang pantas menggunakannya. + Oke, ini aku menemukan garpu polos tanpa hiasan apa pun. Apakah yang ini cukup jantan untukmu? ——— – Nek, … Nenekku sayang… + Ya, sayang? – Bisakah Nenek memotongkan daging di piringku ini? –koJo.-
Johannes Kitono
Selingkuh politik. Tulisan Erros Kanan memberi gambaran. Betapa kotornya dunia politik di Indonesia.Dalam kasus partai PDI-P. Kita lihat para founder yang berjasa seperti Laksamana Sukardi, Kwik Kian Gie dan Erros. Justru disingkirkan setelah PDI-P menjadi partai Penguasa. Padahal menurut Laks yang ex Citibanker. Awal berdirinya, untuk memberi baju seragam saja partai tidak punya dana , dan harus didukung oleh Laks cs. Dan terjadi hukum karma. Saat Pilpres capres partai yang petahana justru kalah bersaing dengan Gerindra. Suatu bukti internal partai tidak solid. Tidak ada kaderisasi yang baik. Sepertinya Ketum ingin menjabat seumur hidup. Tidak mau mengikuti hukum alam. Padahal tidak ada yang abadi didunia ini kecuali Anica,kata guru Meditasi. Apakah nanti PDI-P akan berkuasa kembali. Mustahil, kalau mesin partai masih tetap sama. Itu itu saja. Tidak di update sesuai dengan perkembangan zaman. Semoga Semuanya Hidup Berbahagia.
Taufik Hidayat
Wah kalau omon omon soal Erros Djarot Dan abangnya Selamet Rahardjo, maka pertama kali yang saya ingat adalah kumis mereka yang konon bikin kaum perempuan terpesona. Sampai sampai saya juga beli obat penumbuh kumis .. Nah ada yang menarik soal eros djarot yang seniman dan juga politik jusnya g berhaluan marhaen ini. Saya jadi ingat ke kampung Abah DI yang kedua yaitu Tiongkok, saya ingat pernah membaca sebuah kumpulan cerpen berjudul “Catatan Hatian Seorang Gila, buku nya tidak terlalu tebal, sampul warna kuning dan ternyata pengarangnya adalah salah satu pengarang modern pertama di Tiongkok, Luxun. Apa persamaan antara Erros dan Luxun? Sama sama punya kumis. Padahal jarang orang Tiongkok pakai kumis . Tentu saja selain kumis, Eros Djarot dan Luxun mempunyai banyak persamaan walau berasal dari konteks sejarah dan tempat yang jauh berbeda. Eros dikenal lewat film dan musik, karyanya bukan hanya sekedar hiburan, tapi ada muatan ideologis dan kritik sosial. Sementara Luxun lewat cerpen, esai dan kritik sastra melawan feodalisme dan ketidakadilan. Eris setia dengan ajaran Sukarno dan marhaenisme , berpihak pada wong cilik yang menjauhkannya dari lingkaran kekuasaan sementara Luxun meski lahir dari keluarga terpelajar, menulis tentang petani miskin, penderitaan rakyat dan perempuan yang terpinggirkan. Errros pernah dekat dengan Megawati, tapi akhirnya menjauh dari kekuasaan. Luxun pun setelah wafat dipuja oleh partai komunis sebagai pahlawan budaya , namun selama …
heru santoso
Note 38 (catatan perjalanan) . . . . — Aku janjian ketemu di Tiananmen dengan pemuda Sumenep. Namanya Adit. Dari Sumenep ia merantau ke Malang lanjut kuliah bahasa dan sastra China. Lulus kuliah ia ngecamp di kampung Mandarin Pare sampai dapat panggilan kerja. // Tiga bulan ini ia tinggal di Shenyang dekat negaranya Kim Jong Un. “Tugas saya sebagai translator mendampingi rombongan 20 karyawan on-job training disini”, ia menceritakan. “Adaro mengirim beberapa batch karyawan ke sini untuk alih teknologi mesin dan proses smelter”, lanjutnya. // Ini bukan masalah nasionalisme perusahaan swasta nasional. Begitulah perusahaan besar berinvestasi SDM untuk proyek besar. Pun perusahaan asing, banyak cara dilakukan berinvestasi SDM yang jangka panjang itu. Cara instan membawa TKA ke lokasi proyek bukan pilihan terbaik. Namun jalan itu kadang harus ditempuh demi death line proyek. Sembari nunggu kesiapan SDM lokal. // China punya jalan ninja – ups itu dipakai PSI.tbk. Ini jalan Shaolin :: kampus China mengundang mahasiswa internasional dengan beasiswa. Lulusannya diambil untuk kebutuhan SDM perusahaannya di negri seberang. // Adit sampai Tiananmen duluan. Aku baru keluar stasiun MRT. Puluhan orang berjubel di mulut gate. Hujan mulai turun. Tiba-tiba datang petugas berseragam, membawa karung besar berisi jas hujan plastik. Dibagikan gratis, tanpa banyak tanya. // Pelayanan publik di sini bukan sekadar menjalankan tupoksi, tapi terasa hadir saat TIDAK Sedia Payung Sebelum Hujan
Ustadz Muntazham
Ternyata paragraf introduksi / perkenalan dari saya — tulisan saya yang paling awal di sini — tidak berhasil ter-publish. Alhasil, kesannya saya jadi langsung asal main nimbrung, tanpa salam, tanpa permisi, tanpa memperkenalkan diri. Tentu itu tidak elok, di saat niat saya adalah ingin jadi “perusuh” yang beradab. Maka dari itu, izinkan saya [kembali] memperkenalkan diri. Anda sudah tau, label “ustadz” di Indonesia, ekslusif hanya untuk tokoh agama Islam, dari skala nasional, regional, lokal, sampai skala kampung. Mulai dari yang menimba ilmu agama Islam sampai ke Timur Tengah, hingga marbot (penjaga) masjid yang kebetulan sering pakai sorban dan sering diminta memimpin tahlilan orang mati, dipanggil sebagai “ustadz”. Saya beri tau Anda. Dalam bahasa aslinya, Persia, istilah “ustadz” yang berasal dari kata “ostad”, itu mengacu kepada “mastery”, atau “kepakaran”, di bidang spesifik tertentu, yang berdampak besar dan positif bagi banyak orang. Jadi, jika Anda adalah pakar / ahli / master di bidang spesifik tertentu, dari sisi definisi di atas, Anda sah, disebut “ustadz”. Nah, jika penulis CHD adalah “ustadz” di bidang bisnis media — dengan jaringan anak-usaha tabloidnya yang berjumlah lebih dari 260 entitas — saya adalah “ustadz” di ranah revenue-architect, dengan basis logic dan data. Jadi, kalau membahas bisnis atau kebijakan fiskal, itu rumpun domain profesional keseharian saya, yang kerap mencermati lubang dan cacat mana, yang harus di-patch di sistemnya.
Sadewa 19
Jika pergerakan “hanya” saling memotong tangan kiri dan kanan, menurut saya itu masih “mendingan”. Lihatlah pergerakan di negara lain. Negara yg nyaris gagal, yg dipotong bukan hanya tangan, namun kepala. Saling potong kepala demi kuasa. Beruntung, bangsa kita sudah melalui itu. Pergerakan dan Pergantian kekuasaan dengan saling bunuh sudah pernah kita lalui pada jaman Ken Arok, abad ke 13 M. Mungkin saat itu terjadi karena adanya kutukan Mpu Gandring. Keris yg belum selesai-anda sudah tahu ceritanya. Kita tidak ingin kembali ke jaman itu. Kita menyaksikan negara2 lain sedang di fase itu, betapa sulitnya, betapa menderitanya. Alhamdulillah, puji Tuhan. Negara kita relatif damai. Rakyat kita juga relatif sabar. Menunggu para pemimpin nya menepati janji untuk mensejahterakan mereka. Rakyat-Negara damai, anugerah terindah bagi para pemimpin. Apa lagi yg kalian tunggu, gebuk para koruptor itu. Tunaikan janjimu, sejahterakan rakyatmu. 26 tahun pasca reformasi, apa tidak cukup ? Para ketua partai apa lagi yg ditunggu ? Kutukan empu gandring sudah berhenti jauh dari hari ini. Katanya 7 turunan Ken Arok akan mati oleh keris itu. Namun ada yg lebih ngeri dari itu semua. Ketika 7 turunan Ken Arok, belum bisa juga menyaksikan negara ini menjadi maju dan sejahtera rakyatnya.
Muh Nursalim
Revolusi selalu memakan anak kandungnya sendiri. Di Mesir Gamal Abdul Nasser menggantung teman seperjuangnnya saat revolusi menggulingkan Raja Farouk. Di sini Soekarno memenjarakan M Natsir dan Hamka. Bahkan membunuh Kartosuwiro. Padahal mereka sama-sama satu perjuangan mengusir penjajah. Bahkan nantara Soekarno dengan Kartsosuwiryo pernah berguru kepada tokoh yang sama, yaitu HOS Cokroaminoto. Sekarang Megawati vs Jokowi. Masih sama-sama kuatnya. Kemungkinan besar mereka juga akan saling “membunuh” karir politiknya.
Em Ha
Pak @Agus. Kemaren saya lupa cukur kumis. Dan tak sempat komen CHD. Lantaran baca komen mba @Istianatul Muflihah. Bon Appetit, film korea itu. Saya lahap seharian. 10 episode, masih on going. Ceritanya penuh intrik. Tangan kanan, tangan kiri bermain. Menyingkirkan atau tersingkir. Menu makannya enak-enak.
Er Gham 2
Ada kasus keracunan lagi di Bandung Barat. Kena ke 352 siswa siswi. Lalu disebut kan karena SPPG masih baru jadi belum terbiasa. Bupati pun tetapkan status KLB keracunan MBG. Dicek dong. Teliti penyebab nya. Jangan sekedar wacana. Sebelum nya ada menteri yang bilang perut siswa siswi nya belum terbiasa. Waduh.
Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
DARI LAHIR SAMPAI MATINYA PNBK.. PNBK lahir penuh gegap gempita. Tahun 2002, Eros Djarot—seniman, wartawan, sekaligus “pewaris semangat Bung Karno”—meresmikannya. Nama lengkapnya: Partai Nasional Banteng Kemerdekaan. Tapi sering dipanjangkan jadi Partai Nasionalis Bung Karno. Maksudnya jelas: menjadi rumah politik bagi mereka yang merasa darah Soekarno masih panas mengalir. Awalnya, PNBK dianggap “anak kandung” dari kekecewaan atas PDI Perjuangan. Eros yang dulu sangat dekat dengan Megawati, memilih mendirikan perahu sendiri. Slogan, simbol banteng, bahkan gaya pidato—semua sarat aroma Soekarnoisme. Tahun 2004, PNBK ikut Pemilu pertama kali. Hasilnya? Tak sampai 1 persen suara. Tapi cukup membuat Eros tetap bisa bicara lantang di Senayan meski kursinya tipis-tipis. Tahun 2009, PNBK kembali maju. Suara merosot. Kursi pun hilang. Sejak itu, partai ini lebih sering disebut “ormas” ketimbang partai. Struktur melemah. Dana tipis. Media juga lupa. Apalagi Undang-Undang Pemilu makin ketat dengan ambang batas 3,5 persen. Mustahil terjangkau. Akhirnya, tanpa diumumkan pun, PNBK mati perlahan. Mati bukan karena tidak ada semangat, tapi karena energi bangsa tersedot ke dua kutub besar: PDIP, Gerindra dan koalisi lawan-lawannya. PNBK pun tinggal nama—sebuah catatan sejarah kecil tentang betapa sulitnya menyalin kharisma Bung Karno.
Udin Salemo
tumbuh berkembang bunga ros/ di kebun punya pak Hidayat/ jarang orang seperti pak Erros/ pegang prinsip sepanjang hayat/ beli bika Ambon di kota Medan/ pesanan ponakan di kota Paris/ orang jujur sering disingkirkan/ dibuang oleh para opportunis/ ============================== luruih jalan ka kampuang Kuranji/ suok kida banyak urang manjua peti/ urang jujur indak manyalahi janji/ janji nan dibuek untuak ditapati/ bagaduah urang di Parak Karakah/ mamparabuikkan jatah sembako/ kalau ingin hiduik jaya barokah/
Prieyanto
UMUR ERROS, Kemarin bahas umur pendek BUMN, hari ini soal “umur Erros” di politik. Pertama dalam hati saya bertanya, apakah Pak DI termasuk kontributor di buku itu? Sepertinya tidak. Hanya disebut karena pernah “meramal” kesuksesan Detik. Kenapa Erros malah “dipotong” pas Megawati naik? Dugaan saya sih… cemburu politik ketemu cemburu hati. Ibarat jalan beriringan: di kanan Erros ada Megawati, di kanan Megawati ada Taufik Kiemas. Nah, kalau sepanjang jalan Mega seringnya nengok kiri, wajar dong kalau sang suami langsung pasang radar cemburu. Klo urusan gini saya lebih jago dari wong kae. Begitulah… dalam kehidupan, urusan perasaan kadang lebih tajam daripada strategi. #prie
Gregorius Indiarto
Tentang persaudaraan kakak dan adik. Kala itu, masih dalam era yang katanya dijajah Belanda. Seorang lelaki (kakak) mendapat tawaran transmigrasi. Keberangkatannya mendadak. Sementara sang adik sedang menjalani hobinya, mencari burung. Berangkat lah si kakak, tanpa adik. Beberapa bulan kemudian, si kakak mendapat informasi dari petugas transmigrasi, ada pemberangkatan gelombang kedua. Lokasi kedua tidak begitu jauh untuk saat ini, tapi sangat jauh untuk saat itu. Si kakak meyakini si adik ikut pemberangkatan gelombang kedua. Dengan berbekal sedikit informasi dari petugas transmigrasi, dan dengan bersepeda ontel, si kakak mencari adik. Tiga hari tiga malam pencarian, si adik baru di temukan. “Kita hanya berdua, jangan terlalu berjauhan” kata sang kakak disertai air mata, saat pertama kali bertemu. Pindah lah si adik, mendekati tempat tinggal sang kakak. “Kenapa mbah cilik tidak buat rumah didekat sini? Kenapa di kampung sebelah?” tanya cucu. “Kalau rumahnya terlalu dekat, tidak akan pernah merasakan kangen” jawab mbah Kakong. “Oooooo”, sambil mecucu si cucu yang masih kecil mendengar jawaban Kakong nya. ” Adoh mambu wangi, cerak mambu ta*” kata cucu yang dulu kecil, yang sekarang sudah besar. Met sore, salam sehat, damai dan bahagia.
Agus Suryonegoro III – 阿古斯·苏约诺
@pak Tani.. Jadi ingat ceritera ibu saya tentang Kempetai, Jaman Jepang.. Film Unit 731 menceritakan kisah kelam sebuah unit rahasia militer Jepang di Manchuria pada Perang Dunia II. Garis besar ceritanya: Jepang membentuk satuan khusus untuk melakukan riset “ilmiah” demi mendukung perang. Unit ini beroperasi dengan disiplin militer ketat, penuh rahasia, dan dikendalikan langsung oleh komando tinggi Kekaisaran. Fokus film bukan pada adegan seramnya, tapi lebih pada suasana: bagaimana sebuah institusi bisa dijalankan dengan ketaatan buta terhadap perintah, meski perintah itu melawan nurani. Jika ditarik ke Indonesia, ada kemiripan pola dengan Kempetai—polisi militer Jepang yang terkenal keras pada masa pendudukan. Sama seperti Unit 731, Kempetai bergerak dengan prinsip: “perintah adalah hukum.” Bedanya, di Indonesia, Kempetai lebih tampak dalam kehidupan sehari-hari: mengawasi rakyat, mengendalikan informasi, dan menindak siapa pun yang dianggap melawan. Film Unit 731 pada akhirnya jadi cermin. Ia bukan sekadar cerita tentang perang di Tiongkok, tapi juga tentang mentalitas kekuasaan Jepang pada masa itu—mentalitas yang sempat singgah di negeri kita lewat Kempetai. Sejarahnya pahit, tapi penting diingat: agar ketaatan pada perintah tak lagi mengalahkan akal sehat dan kemanusiaan.
Captain Bejo
Abah termotivasi dengan ungkapan Badai pasti berlalu. Era sekarang sudah diganti Badai pasti berlalu Iya berlalu lalang. Wkwkkwkw
djokoLodang
-o– BAYANGAN … Saya mulai dari tulisan kakaknya: Slamet Rahardjo. Begitu istimewa hubungan kakak-adik ini. … Hubungannya dengan Erros memang ia gambarkan seperti orang dan bayangannya. Tidak mungkin orangnya berjalan ke selatan bayangannya berjalan ke utara. … *) Dalam kisah wayang ada tokoh yang tercipta dari bayangan. Bagong lahir dari bayangan Semar ketika Semar merasa kesepian dan meminta teman untuk menemaninya berkelana di dunia. Di tanah Sunda Bagong lebih dikenal sebagai Cepot. Secara bahasa, “Bagong” berarti tiruan atau bayangan, yang sesuai dengan wujudnya sebagai ciptaan dari bayangan tuannya. Polos dan Lugu: Ia seringkali mengatakan sesuatu dengan gamblang dan apa adanya, tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Humoris: Sifatnya yang suka bercanda dan bertingkah lucu sering mengundang tawa. Jujur: ia adalah perwujudan suara hati nurani yang jujur dan bijak. Optimis: Bentuk fisiknya yang besar dan bulat melambangkan hati yang bahagia dan optimis. *) Dalam filosofi Punakawan, Semar melambangkan karsa (kehendak), Gareng melambangkan cipta (pikiran), Petruk melambangkan rasa (perasaan), dan Bagong melambangkan karya (usaha, perilaku, dan perbuatan). Bagong mengajarkan pentingnya menikmati hidup dengan tawa dan kebahagiaan, serta bersyukur atas segala sesuatu. *) Ia adalah sosok yang tidak ragu untuk menyuarakan pendapatnya, yang seringkali menyentil kebenaran dan menjadi suara nurani bagi para tokoh utama. –koJo.-
Ustadz Muntazham
Anda sudah tau, kenapa Erros gagal. 1. Erros berhasil menjadi master of disruption di waktu itu, dengan mendirikan tabloid Detik, namun Erros lupa membangun continuous-system, tidak seperti eks Bos Jawa Pos yang berhasil membangun sistem dan jaringan media Disway yang membuatnya tetap “manent” / “hidup” sepanjang zaman. 2. Erros berhasil meninggalkan legacy yang kuat di dunia sinema dan musik, yakni Badai Pasti Berlalu dan Tjoet Nja’ Dhien, tapi Erros lupa bagaimana membuat keduanya scalable ke politik, tidak seperti mantan pemimpin Jawa Pos yang bisa mempengaruhi opini publik lewat media besar miliknya, yang membuatnya mencelat ke posisi Dirut PLN dan akhirnya Menteri BUMN. 3. Erros berhasil membangun Partai BNK, tapi Erros lupa membangun distribusi suara, akhirnya kalah oleh kapital dan oligarki, beda dengan pemilik Disway yang punya sistem logistik media yang terdistribusi dari Sabang sampai Papua dan melakukan kapitalisasi signifikan. 4. Erros berhasil menjalin relasi kedekatan dengan Megawati, tapi lupa membangun proteksi struktural, tidak seperti penulis CHDI yang disiplin membangun jaringan media independen dan menancapkan power dari situ. Intinya: membangun sistem adalah segalanya. Visi, niat, ideologi, relasi, reputasi, karya legendaris, itu semua ternyata rapuh, jika Anda tidak punya sistem. Dan Anda tau, Anda harus belajar — membangun sistem — kepada siapa, di sini.