INDOPOSCO.ID – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) telah menetapkan kuota haji Indonesia tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi sebanyak 221.000 jemaah.
Dari jumlah kuota tersebut, berdasarkan data pada aplikasi Nusuk Masar, kuota tersebut terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler (92 persen) dan 17.680 jemaah haji khusus (8 persen). Pembagian persentase Jumlah ini tetap sama seperti tahun sebelumnya dan sesuai dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Haji.
Namun, berbeda dengan penyelemggaraan sebelumnya, pada tahun 2026 nanti penetapan kuota berdasar pada panjang daftar tunggu jemaah per provinsi, bukan lagi semata proporsi jumlah penduduk muslim.
Menurut Wakil Menteri Kemenhaj RI Dahnil Anzar Simanjuntak, penetapan kuota tahun 2026 menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya pembagian kuota antarprovinsi dilakukan dengan dasar hukum yang jelas dan berbasis proporsi daftar tunggu jemaah haji.
“Mengacu pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025, kementerian membagi kuota haji reguler ke dalam kuota provinsi dan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan jumlah daftar tunggu haji di masing-masing wilayah,” ucapnya dalam keterangannya dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Selasa (28/10/2025).
Dahnil menjelaskan, pola baru berbasis daftar tunggu ini dinilai paling adil dan transparan, karena provinsi dengan jumlah pendaftar lebih besar akan memperoleh kuota yang lebih besar pula.
“Dengan mekanisme ini, masa tunggu jemaah antarprovinsi akan menjadi seragam sehingga tidak ada lagi kesenjangan ekstrem antara daerah yang menunggu puluhan tahun dan daerah dengan antrean singkat,” jelasnya.
“Keadilan waktu tunggu ini juga berdampak langsung pada keadilan keuangan dalam konteks nilai manfaat, sebab semua jemaah akan memiliki peluang yang setara dalam mengakses dana manfaat setoran hajinya,” sambungnya.
Selama ini, ucap Dahnil, disparitas waktu tunggu antarprovinsi menjadi sumber kegelisahan dan kritik, termasuk dari kalangan ulama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyoroti adanya unsur gharar (ketidakpastian) dan ketimpangan dalam pengelolaan nilai manfaat.
Untuk memastikan transparansi perhitungan, rumusan pembagian kuota yang digunakan adalah Kuota Provinsi adalah hasil pengurangan daftar tunggu provinsi dikurang total daftar tunggu nasional, gang kemudinan hasilnya dikalikan total kuota haji reguler nasional. Lalu, untuk penentuan kuota pertama dihitung berdasarkan data daftar tunggu per 16 September 2025.
Sebagai contoh perhitungan alokasi kuota untuk Provinsi Aceh adalah 144.076 dibagi 5.398.420 dikali 203.302 menjadi 5.426. Maka alokasi kuota Provinsi Aceh untuk musim haji kali ini sebanyak 5.426 jemaah.
Berbeda dengan pembagian kuota tahun 2025 dan sebelumnya yang menjadi temuan BPK, karena tidak sepenuhnya merujuk Undang Undang, dan menyebabkan variasi waktu tunggu hingga mencapai 47 tahun di beberapa provinsi.
“Pembagian kuota tahun 2026 telah dirancang lebih proporsional dan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sistem baru ini memastikan masa tunggu jemaah di seluruh provinsi berada dalam rentang waktu yang sama, mencerminkan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” terangnya.
Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini menyampaikan bahwa melalui skema perhitungan baru ini, sepuluh provinsi akan mengalami penambahan kuota yang berdampak pada pemendekan masa tunggu, sedangkan dua puluh provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian kuota yang berimplikasi pada penambahan waktu tunggu.
Dahnil menegaskan bahwa pola pembagian kuota berbasis daftar tunggu ini akan diterapkan sekurang-kurangnya selama tiga tahun ke depan dan akan diupdate pada tahun keempat.
“Selain memberikan kepastian dalam perencanaan dan penganggaran, kebijakan tiga tahunan ini juga sejalan dengan pola kontrak multiyears yang mulai diterapkan dalam berbagai layanan penyelenggaraan haji pada musim haji 1447H/2026, seperti layanan umum serta skema transportasi udara yang disiapkan dengan siklus kontrak tiga tahun,” ujar Dahnil.
“Penyesuaian sistem pembagian kuota ini diharapkan mampu memastikan setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji dengan waktu tunggu yang lebih proporsional dan berkeadilan di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menegaskan dukungan terhadap kebijakan baru pembagian kuota haji yang kini didasarkan pada panjang daftar tunggu jemaah per provinsi, bukan lagi semata proporsi jumlah penduduk muslim. Kebijakan ini dinilai lebih adil dan menjadi langkah reformasi penting dalam penyelenggaraan haji nasional.
Menurut Marwan, sistem lama yang membagi kuota berdasarkan jumlah penduduk muslim di daerah menimbulkan ketimpangan yang lebar antardaerah. Waktu tunggu jemaah di beberapa provinsi bisa mencapai puluhan tahun, sementara di daerah lain lebih pendek.
“Selama ini daftar tunggunya berbeda-beda. Tapi yang diberikan subsidinya nilainya sama. Ini termasuk yang diprotes oleh Majelis Ulama Indonesia. Karena itu, tahun ini kuota dibagi berdasarkan daftar tunggu per provinsi,” ujar Marwan. (dil)








