Nusantara

UGM Nonaktifkan Dosen Berinisial YHF Terkait Kasus Peredaran Produk Sekretom

INDOPOSCO.ID – Universitas Gadjah Mada (UGM) menonaktifkan dosen Fakultas Kedokteran Hewan berinisial YHF yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran produk sekretom atau produk turunan sel punca (stem cell) ilegal di Magelang, Jawa Tengah.

Juru Bicara UGM I Made Andi Arsana dalam keterangan tertulis diterima di Yogyakarta, Kamis (28/8/2025), menyatakan universitas menghormati proses hukum terhadap YHF atas praktik layanan sekretom yang ditengarai tidak berizin.

“Sebagai langkah cepat, YHF telah dinonaktifkan dari kegiatan tridharma perguruan tinggi agar yang bersangkutan dapat fokus menghadapi kasus hukumnya,” ujar dia seperti dilansir ANTARA.

Ia menegaskan bahwa YHF tidak pernah menggunakan fasilitas laboratorium kampus untuk memproduksi sekretom sebagai bahan terapi sel punca.

“Segala praktik layanan sekretom maupun terapi stem cell yang dilakukan di luar sepengetahuan universitas atau fakultas, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan,” ucap Andi.

Menurut dia, UGM juga telah memberikan informasi dan klarifikasi kepada penyidik terkait riset dan penggunaan fasilitas laboratorium oleh YHF selama menjalankan penelitian sebagai staf pengajar.

UGM, kata Andi, menjunjung asas praduga tak bersalah dan akan mengambil langkah kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan sambil menunggu putusan hukum yang bersifat final dan mengikat.

“Sekali lagi UGM menghormati sepenuhnya proses hukum yang berlangsung dan menjunjung asas praduga tak bersalah,” tutur Andi Arsana.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan YHF sebagai tersangka setelah menemukan sarana peredaran produk sekretom ilegal di sebuah praktik dokter hewan di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, pada 25 Juli 2025.

Sarana itu melayani pasien manusia dengan terapi suntikan sekretom ilegal, padahal pemilik sarana YHF hanya memiliki izin praktik sebagai dokter hewan.

Dari hasil olah tempat kejadian perkara, PPNS BPOM menemukan produk sekretom siap pakai dalam tabung eppendorf, 23 botol sekretom dalam kemasan 5 liter, krim mengandung sekretom, peralatan suntik, serta termos pendingin berstiker identitas pasien. Nilai keekonomian temuan tersebut mencapai Rp230 miliar.

Produk sekretom ilegal itu digunakan untuk terapi pasien dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan sebagian pasien datang langsung dari luar Pulau Jawa dan luar negeri.

BPOM menyebut praktik tersebut berpotensi menimbulkan efek fatal, seperti gagal ginjal, gagal jantung, hingga kematian.

Tindakan mengedarkan produk sekretom ilegal ini diduga melanggar tindak pidana dalam Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) serta Pasal 436 ayat (1) Jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Aturan itu menyebutkan pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.

Kemudian, pelaku yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan juga dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta. (dam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button